Mandala

Mandala (मण्डल) adalah istilah bahasa Sanskerta yang bermakna 'lingkaran'. Mandala digunakan sebagai model untuk menggambarkan pola penyebaran pengaruh kekuasaan politik dalam sejarah purba Asia Tenggara ketika kekuasaan setempat memegang peranan penting. Konsep sejarah-politik mandala ini berkaitan dengan kecenderungan modern untuk memandang persatuan kekuasaan politik, misalnya kekuasaan kemaharajaan atau negara-bangsa besar di kemudian hari. Hal ini merupakan hasil dari kemajuan teknologi pembuatan peta pada abad XV. Sejarawan asal Inggris O.W. Wolters meyebutkan gagasan ini pada 1982.
Istilah mandala digunakan untuk menjelaskan sejarah awal pembentukan politik Asia Tenggara, seperti federasi atau persekutuan beberapa kerajaan yang dipersatukan oleh kerajaan induk, atau kumpulan kerajaan-kerajaan bawahan (vasal) yang tunduk pada satu pusat kekuasaan. Istilah ini digunakan pada abad XX oleh sejarawan Barat dalam diskusi pranata politik India kuno, untuk menghindari penggunaan istilah "negara" dalam arti konvensional. Pranata atau kesatuan politik Asia Tenggara purba berbeda dengan kesatuan politik dalam pengertian China dan Eropa, dimana kawasan negara ditentukan oleh garis perbatasan yang jelas dan aparat birokrat, akan tetapi menyebar dengan arah kebalikannya. Kesatuan politik ditentukan oleh pusat atau inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut.
Dalam beberapa hal, sistem mandala ini mirip dengan sistem feodal di Eropa, negara-negara bagian atau negeri bawahan terikat oleh tuannya melalui hubungan tribut yaitu memberikan persembahan berupa upeti. 
Dibandingkan dengan sistem feodal, sistem mandala ini memberikan lebih banyak kebebasan kepada negeri bawahan. Hubungannya lebih bersifat pribadi antar penguasa dan sering kali bersifat tidak eksklusif. Suatu daerah tertentu dapat menjadi bawahan beberapa sistem mandala tertentu, atau bahkan tidak sama-sekali.
Secara sejarah, kekuatan mandala utama antara lain adalah Kerajaan Khmer di Kamboja, Sriwijaya di Sumatra, rangkaian kerajaan-kerajaan di Jawa (Medang, Kadiri, Singhasari dan Majapahit), Ayutthaya di Thailand, Champa dan Dai Viet di Vietnam dan China. 
China menempati posisi khusus karena sering kali mandala utama Asia Tenggara memberi persembahan ke China untuk mendapatkan keistimewaan ekonomi berupa hubungan dagang dengan China, meskipun syarat persembahan ini umumnya sangat minimal. Beberapa negara bawahan dalam perlindungan China misalnya Kamboja, Lan Xang (dilanjutkan oleh Vientiane dan Luang Prabang) serta Lanna. Kamboja secara khusus digambarkan oleh kaisar Vietnam Gia Long, sebagai "negara merdeka yang diperbudak dua tuan" (Chandler p. 119). Sistem ini berakhir dengan kedatangan kekuasaan Eropa pada pertengahan abad XIX. 
Secara budaya mereka memperkenalkan praktik geografis Eropa yang beranggapan setiap wilayah hanya dikuasai satu penguasa. Dalam praktik, kolonisasi di Indochina Prancis, Malaya Britania dan Birma, serta Hindia Belanda memaksa penguasa kolonial ini untuk menetapkan batas wilayah koloni milik mereka. Wilayah kerajaan bawahan ini lalu dibagi-bagi antara koloni-koloni Eropa dan kerajaan Siam.

------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Referensi: 

Komentar