Nusantara adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan wilayah kepulauan yang membentang dari Sumatra sampai Papua, yang sekarang sebagian besar merupakan wilayah negara Indonesia(1). Nusantara terdiri dari kata 'nusa' dan 'antara'. 'Nusa'(2) dalam KBBI bisa berarti pulau, tanah air, dan negara, sedangkan 'antara'(3) yang berarti jarak(ruang, Jauh) disela-sela dua benda.
Peta Nusantara; sumber: nu.or.id |
Sumpah ini tercatat di Pararaton(5) bagian 9 {Penulis..?; antara 1403Syaka(1481M)-1522Syaka(1600M)}, berikut alih aksara(6):
"...Sira Gajah Madapatih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: 'Lamun huwus kalah nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa'..."
Terjemahan:
"...Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, 'Jika telah menundukkan seluruh Nusantara dibawah kekuasaan Majapahit, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa'...".
Perlu dipahami bahwa Gurun adalah kerajaan Pulau Gorong(Seram Bagian Timur), Seran adalah kerajaan-kerajaan di sekitar kepulauan Seram, Tanjung Pura adalah Kerajaan Tanjungpura(Ketapang, Kalimantan Barat), Haru adalah Kerajaan Aru Sumatra Utara (Karo), Pahang adalah Pahang(di daerah Malaysia sekarang), Dompo adalah Dompu, sebuah daerah di pulau Sumbawa, Bali adalah kerajaan-kerjaaan di pulau Bali, Sunda adalah Kerajaan Sunda, Palembang adalah kerajaaan Sriwijaya(dan sekitar) dan Tumasik adalah Singapura(Sekarang).
Akan tetapi, sebenarnya kata 'Nusantara' tidak hanya muncul di serat Pararaton. Dalam Kakawin Negarakertagama {Prapanca(bukan nama sebenarnya);1287Syaka(1365M)}, kata tersebut sudah tersebut diawal pupuh. Berikut alih aksara dari Pupuh 12(6):(7)
"...Lwir ccandraruna tekanaɳ pura ri tikta çri phalanopama, tejangeh nikanaɳ karaɳ sakuwukuww akweh madudwan halp,lwir ttaragraha tekanaɳ nagara çesannekha mukyaɳ daha,mwaɳ nusantara sarwwa mandalita rastra naçrayakweh mark...".
Terjemahan:
"...Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang-cemerlang, menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama, Negara-negara di Nusantara, dengan Daha bagai pemuka, Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika (Majapahit)...".
Dan secara rinci, Wilayah Nusantara tersebut dalam Pupuh 13-14. Berikut kutipan dan artinya:
Alih aksara Pupuh 13(1-2):(ibid 7)"...Lwir niɳ nusa pranusa pramukha sakahawat / ksoni ri malayu, naɳ jambi mwaɳ palembaɳ karitan i teba len / darmmaçraya tumut, kandis kahwas manankabwa ri siyak i rkan / kampar mwan i pane, kampe harw athawe mandahilin i tumihaɳ parllak / mwan i barat;
Hi lwas lawan samudra mwan i lamuri batan lampuɳ mwaɳ i barus, yekadinyaɳ watek / bhumi malayu satanah kapwamateh anut. len tekaɳ nusa tañjuɳ nagara ri kapuhas lawan ri katinan, sampit / mwaɳ kutalinga mwan i kutawarinin / sambas mwan i lawai....".
artinya:
"...Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus, Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk, Negara-negara di pulau Tanjung negara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut...".
"...Terperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut juga disebut daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus, Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk, Negara-negara di pulau Tanjung negara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut...".
Sedangkan alih aksara Pupuh 14(1-5): (ibid 7)
"...Kadaɳdanan i landa len ri samdaɳ tirm tan kasah, ri sedu buruneɳ ri kalka saluduɳ ri solot / pasir, baritw i sawaku muwah ri tabaluɳ ri tuñjuɳ kute, lawan ri malano makapramukha ta ri tañjuɳpuri.Ikaɳ sakahawan pahaɳ pramukha taɳ hujuɳ medini, ri lnkasukha len ri saimwan i kalanten i tringano, naçor pa-(98a)kamuwar dunun ri tumasikh / ri saɳhyaɳ hujuɳ, klaɳ keda jere ri kañjap i niran / sanusa pupul.
Sawetan ikanaɳ tanah jawa muwah ya warnnanen, ri balli makamukya taɳ badahulu mwan i lwagajah, gurun makamukha sukun / ri taliwaɳ ri dompo sapi, ri saɳhyan api bhima çeran i hutan kadaly apupul.
Muwah tan i gurun sanusa manaran ri lombok mirah, lawan tikan i saksak adinikalun / kahajyan kabeh, muwah tanah i banatayan pramukha banatayan len / luwuk, tken uda makatrayadini-kanaɳ sanusapupul.
Ikaɳ saka sanusanusa makhasar butun / bangawi, kunir ggaliyau mwan i salaya sumba solot / muar, muwah tikhan i wandan ambwan athawa maloko wwanin, ri seran i timur makadinin aneka nusatutur...".
artinya
"...Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura.
Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain...".
Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka, Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah lama terhimpun.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang, pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah Bantayan beserta kota Luwuk, sampai Udamakatraya dan pulau lain-lainnya tunduk.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton, Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n), Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau lain...".
Selain itu, Kebanyakan sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336M, melainkan dicetuskan oleh Raja Singhasari, Kertanegara{(...?-1214Syaka(1292M)}(8), yang dikenal dengan konsep 'Cakrawala Mandala Dwipantara'. 'Dwipantara' adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk 'kepulauan antara...', yang maknanya sama persis dengan 'Nusantara', karena 'dwipa' adalah sinonim 'nusa' yang bermakna 'pulau'.
Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan(1271-1368M)(9) di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu(1275-1286M)(10) untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya(1183–1347M)(11) di Jambi.
Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penakhlukan militer, akan tetapi belakangan diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa(1286M); Prasasti amogapasha{belakang arca;(1346M)}(12) sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Setelah itu, penyebutan kata Nusantara muncul lagi di awal tahun 1900-an, dimana merupakan awal pergerakan Indonesia. Kata tersebut terus digunakan oleh Ki Hajar Dewantara(1889-1959M) di setiap surat yang ia kirimkan ke rekan-rekannya sesama Bumiputera. "...Di sekolah ini aku bertemu dengan sahabat-sahabat dari Andalas, Sulawesi, Ambon, Timor, bahwa bukan hanya Pakualaman, tetapi seluruh Nusantara ini sedang menanti datangnya pembebas,” tulis Ki Hajar dalam surat yang ia tujukan kepada R.A Suhartinah, sebagaimana dikutip J.B Sudarmanto dalam buku berjudul 'Politik Bermartabat'(2011).(13)
'Nusantara' digunakan oleh Ki Hajar Dewantara untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Kata ini dipakai sebagai salah satu alternatif, karena tidak memiliki unsur bahasa asing (India). Alasan ini dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie(Hindia), yang menimbulkan banyak kerancuan dengan literatur berbahasa lain. Definisi ini jelas berbeda dari definisi pada abad ke-14. Pada tahap pengusulan ini, istilah itu 'bersaing' dengan alternatif lainnya, seperti 'Indonesië'(Indonesia) dan 'Insulinde'(berarti 'Hindia Kepulauan'). Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker(1820-1887M)(14).
Ketika akhirnya 'Indonesia' ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. Di Indonesia, ia dipakai sebagai sinonim bagi 'Indonesia', baik dalam pengertian antropo-geografik (beberapa iklan menggunakan makna ini) maupun politik (misalnya dalam konsep Wawasan Nusantara).
Literatur Eropa berbahasa Inggris (diikuti oleh literatur bahasa lain, kecuali Belanda) pada abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 menyebut wilayah kepulauan, mulai dari Sumatra hingga Kepulauan Rempah-rempah(Maluku) sebagai Malay Archipelago(Kepulauan Melayu). Istilah ini populer sebagai nama geografis setelah Alfred Russel Wallace(1823-1913M)(15), yang menggunakan istilah ini untuk karya monumentalnya. Pulau Papua (New Guinea) dan sekitarnya tidak dimasukkan dalam konsep 'Malay Archipelago' karena penduduk aslinya tidak dihuni oleh cabang ras Mongoloid sebagaimana Kepulauan Melayu dan secara kultural juga berbeda. Jelas bahwa konsep 'Kepulauan Melayu' bersifat antropogeografis(geografi budaya).
Belanda, sebagai pemilik koloni terbesar, lebih suka menggunakan istilah 'Kepulauan Hindia Timur' (Oost-Indische Archipel) atau tanpa embel-embel timur.
Ketika 'Nusantara' yang dipopulerkan kembali tidak dipakai sebagai nama politis, sebagai nama suatu bangsa baru, dan istilah ini tetap dipakai oleh orang Indonesia untuk mengacu pada wilayah Indonesia. Dinamika politik menjelang berakhirnya Perang Pasifik (berakhir 1945) memunculkan wacana wilayah Indonesia Raya yang juga mencakup Britania Malaya (kini Malaysia Barat) dan Kalimantan Utara. Istilah 'Nusantara' pun menjadi populer di kalangan warga Semenanjung Malaya, berikut semangat kesamaan latar belakang asal usul (Melayu) di antara penghuni Kepulauan dan Semenanjung.
Pada waktu negara Malaysia (1957) berdiri, semangat kebersamaan di bawah istilah 'Nusantara' tergantikan di Indonesia dengan permusuhan yang dibalut politik Konfrontasi oleh Soekarno. Ketika permusuhan berakhir, pengertian Nusantara di Malaysia tetap membawa semangat kesamaan rumpun. Sejak itu, pengertian 'Nusantara' bertumpang tindih dengan 'Kepulauan Melayu'.
Komentar
Posting Komentar