Prasasti Sanghyang Tapak, 952syaka(1030 M);

Prasasti Sanghyang Tapak (juga dikenal sebagai Prasasti Jayabupati atau Prasasti Cicatih) merupakan sebuah prasasti kuno dengan tarikh tahun 952 syaka (1030 M), yang terdiri dari 40 baris tulisan yang ditulis di permukaan 4 buah batu.
Keempat batu prasasti ini ditemukan di tepi Sungai Cicatih, Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat. Dan tiga diantaranya ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan. 
Prasasti ini ditulis dalam aksara Kawi. Kini keempat batu prasasti ini disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta, dengan kode D 73 (Cicatih), D 96, D 97, dan D 98.
Isi tiga prasasti pertama (menurut Pleyte) yang telah dialihbahasakan:
D 73: //O// Swasti shakawarsatita 952 karttikamasa tithi dwadashi shuklapa-ksa// 
ha. ka. ra. wara tambir. iri- ka diwasha nira prahajyan sunda ma-haraja shri jayabhupati jayamana- hen wisnumurtti samarawijaya shaka-labhuwanamandaleswaranindita harogowardhana wikra-mottunggadewa//
ma-//
D 96: gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda//
mwang tan hanani baryya baryya shila/) irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah// 
Makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu// 
i sor makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken pra-sasti pagepageh//
mangmang sapatha//
D 97: sumpah denira prahajyan sunda. lwirnya nihan//
Dan berikut artinya:
"...Selamat dan sejahtera. Pada tahun Saka 952, bulan Kartika pada hari ke-12th bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, Wuku Tambir. Hari ini adalah hari dimana raja kerajaan Sunda, Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandaleswaranindita Haro Gowardhana Wikramottunggadewa, membuat tanda tapak di bagian timur Sanghiyang Tapak. Dibuat oleh Sri Jayabupati raja kerajaan Sunda. Tidak ada seorangpun yang boleh melanggar aturan ini. Di bagian sungai ini tidak boleh menangkap ikan, di kawasan pemujaan Sanghyang Tapak dekat hulu sungai. Jauh hingga ke batas Sanghyang Tapak yang ditandai dua pohon besar. Demikanlah tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah kerajaan Sunda...".
Piagam persumpahan raja ditulis di atas prasasti keempat (D 98). Terdiri atas 20 baris, sumpah ini memanggil semua kekuatan gaib, dewata (hyang) dari langit dan bumi untuk membantu menjaga dan melindungi mandat sang raja. 
Siapa saja yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh segenap makhluk halus, mati dengan cara yang mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, ususnya dihancurkan, dan dada dibelah dua.
Prasasti ini ditutup dengan kalimat, "I wruhhanta kamung hyang kabeh"(Oh ketahuilah kamu sekalian hyang).
Penanggalan prasasti Sanghyang Tapak menunjukkan tanggal 11 Oktober 1030 M. Menurut naskah Pustaka Nusantara, Parwa III Sarga 1, Sri Jayabupati berkuasa selama 12 tahun (952-964 Saka; 1030-1042 M). Hal yang menarik dari tulisan prasasti ini adalah gaya penulisannya yang menunjukkan kemiripan dengan prasasti-prasasti di Jawa Timur. Tidak hanya aksara, bahasa, serta gaya bahasanya, bahkan gelar kebesaran sang raja sangat mirip dengan nama gelar bangsawan di istana Dharmawangsa. Sri Jayabupati dalam Carita Parahyangan disebut sebagai Prabu Detya Maharaja. Dia adalah raja Kerajaan Sunda ke-20 setelah Tarusbawa.

-----------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar