Prasasti Camundi (juga disebut Prasasti Camunda) adalah sebuah prasasti dari Kerajaan Singhasari, yang ditemukan di desa Ardimulyo, kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur.
Lokasi penemuan prasasti ini hanya berjarak 2 km dari Candi Singasari. Prasasti ini ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuno, dan dipahatkan di bagian belakang arca Dewi Camundi (juga disebut Dewi Camunda).
Aksaranya tegak dan agak persegi, dan bentuknya berliku, sebagaimana aksara zaman Singhasari-Majapahit.
Penanggalan (sengkala) prasasti ini menyebutkan 14 Krsnapaksa bulan Caitra 1214 Syaka, yang menurut pembacaan L. Ch. Damais sama dengan 17 April 1292M. Dalam prasasti disebutkan nama Sri Maharaja Digwijaya ring Sakalaloka, yang menurutnya merupakan gelar dari Sri Kertanagara, raja terakhir Singhasari.
Saat ini, prasasti ini tersimpan di Museum Trowulan di Mojokerto, Jawa Timur.
Prasasti ini ditemukan dalam keadaan pecah berkeping-keping, kemudian dapat disatukan meski ada beberapa keping yang hilang, serta dipindahkan ke pelataran barat Candi Singasari. Keberadaan prasasti ini pertama kali dibahas oleh J. Blom tahun 1939 dalam The Antiquities of Singasari.
Prasasti ini dituliskan di bagian belakang arca Dewi Camundi (sebagai sakti Dewa Siwa), yang awalnya ditemukan di desa Ardimulyo tahun 1927 dan diberitakan pada O.V. (Oudheidkundige Verslag, laporan arkeologi Hindia Belanda) tahun 1928. Nama Dewi Camundi tertulis pada bagian belakang arca.
Bagian muka arca menggambarkan keluarga Dewa Siwa, dengan relief Dewi Camundi berukuran besar di bagian tengah yang digambarkan dalam sifat ugra/saura (marah), di kanan bawah relief Dewa Siwa Bhairawa, di kiri bawah relief Dewa Ganesha anak bungsu Dewa Siwa, di kanan atas relief fragmentaris seorang dewi yang mengendarai ikan (Dewi Varahi?), dan di kiri atas relief dewi yang rusak sehingga sulit teridentifikasi. Dewi Camundi digambarkan duduk di atas asana (singgasana) berupa mayat terlentang, dan hiasan tengkorak kepala banyak dikenakan oleh Dewi Camundi, Siwa Bhairawa, dan Ganesha.
ALIH aksara dalam prasasti tersebut adalah sbb.:
(nama) scamuṇḍyāi
//O// Swasti śakawarṣātīta. 1214
caitramāsa. tithi. caturdaśi kŗṣṇapakṣa. (tu. wa.)
wŗ. wāra. julung pujut. paścimastha grahacāra. aśwīnī nakṣatra. aświdewa
tā. māhendramaṇḍala. prītiyoga. wairājyamuhūrtta. śākunīkaraṇa. me
sarāśī. // tatkāla kapratiṣṭhān pāduka bhaṭārī maka tĕwĕk huwus
śrī mahārāja digwijaya ring sakalaloka mawuyū yi sakala dwīpantara
// śubham bhawatu //
Terjemahan isi prasasti tersebut adalah sbb.:
Hormat untuk Camundi
Selamat tahun Saka telah berjalan 1214
Bulan Caitra tanggal 4 paruh gelap
Pada wuku Julungpujut, perbintangan di barat, bulan Aswin
Mandala mahendradewata, yoga priti, jam Wairajya, karana Sakuni
Tanda zodiak kambing jantan, tatkala didirikan sebuah arca paduka bhatari, setelah
Sri Maharaja menang di seluruh wilayah dan menundukkan semua pulau-pulau lain
Semoga mendapat kemakmuran.
Penafsiran dari prasasti tersebut, R. Goris (1928) melakukan pembacaan awal, namun belum lengkap. Pembacaan tersebut kemudian dilengkapi oleh Stutterheim, di mana pada awalnya sengkala tahun dibaca 1254 Syaka (1332 M). Ini menyebabkan timbul penafsiran bahwa arca Dewi Camundi melambangkan Tribhuwanatunggadewi, sedangkan kalimat "...mawuyu yi sakala dwipantara..." ketika itu dibaca "...mawuyu yi sadeng..." sehingga dihubungkan dengan Peristiwa Sadeng. J.L. Moens menduga arca Bhairawa menggambarkan Gajah Mada, dan bahwa kemungkinan Tribhuwanatunggadewi bigami dengan Cakradara dan Gajah Mada.
Damais dan Boechari memastikan bahwa tahun dibaca 1214 Syaka (1292 M), yaitu di masa Kertanegara, sedangkan kalimat "...mawuyu yi sakala dwipantara..." dan arca Dewi Camundi adalah untuk memperingati keberhasilannya menjadi raja penguasa di seluruh Nusantara.
---------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:
Komentar
Posting Komentar