Prasasti Canggu Prasasti Canggu Diterbitkan oleh Raja Hayam Wuruk.
Isi prasasti canggu bercerita tentang aturan di beragam pelintasan di sekitar sungai Bengawan Solo dan Brantas, yang menjadi tempat pelintasan orang, hewan ternak, alat transportasi dan lain sebagainya.
Di awal penemuannya, menurut beberapa sumber, prasasti ini sebenarnya terdapat 11 Lempeng (Copperplates), akan tetapi Lempeng 2, 4, 6, 7, 8, 11 belum diketemukan. Terakhit terdiri dari 5 lempeng tembaga, namun kini tersisa 1 dengan bertuliskan angka tahun Syaka 1280 Bulan Srawana, Tanggal 1 Paruh terang, Hari Haryang Umanis/Legi, Saniscara/Sabtu, Wuku Madangkungan, atau 07 Juli 1358 Masehi.
Prasasti Canggu ini pernah dialih aksara kan oleh Ferry Charter (Trowulan I & VII).
Berikut alih aksara dari prasasti ini:
Prasasti Canggu:
"...kapangkwa denikang anāmbingi sayawadwipamandala. i mabawur i godog (?) i rumasan. i canggu. i randu gowok. i wahas i nagara. i
sarba…"
terjemahan :
….. agar disimpan oleh petugas penyeberangan di seluruh Mandala Jawa, terutama (nama-nama desa penyeberangan) Mabuwur, Godog, Rumasan, Canggu, Randu Gowok, Wahas, Nagara, Sarba..."
Pada kalimat selanjutnya dalam bagian prasasti Canggu:
"... makādi mahādwija. i pingsornyājñā pāduka çri mahārāja. kumonakěn ikanang
anambangi sayawadwipamandala. makādi pañji marggabhaya. makasikasir ajaran
rata. sthatita. munggwi canggu pagawayakna sang hyang ājñāhaji praçasti.
rājasanagaralañcana. munggwe salah sikining tāmra. riptopala. kapangkwa
denikang anāmbingi sayawadwipamandala..."
terjemahan:
"...Adapun isi pertulisan perintah Raja itu, setelah diturunkan kepada para
pegawai rendah, ialah supaya segala orang disegenap mandala Pulau Jawa
diseberangkan, terutama sekali Panji Marggabhaya yang bertempat tinggal di Canggu harus melaksanakan pertulisan perintah Raja menjadi piagam perunggu bertanda lencana Rajasanegara dan digariskan atas piagam perunggu atau di atas batu. Piagam itu harus dipegang teguh oleh semua orang yang menambang penyeberangan disegenap mandala Pulau Jawa..."
Pada kalimat selanjutnya dalam bagian prasasti Canggu:
"...kuněng asing awakanya, swāmigata. lungha sangke swāminya. tan bwatana
ktekang anambangy angěntasakěn sangkeng nadítira yadin sādhu prawrěttinyang anamambangi. kalut sangkeng astacora, muwah yan hana stri karěm asing awakanya.
kasambut ta ya denda nganambangi tan sanggahěn strisanggrahana kteka
nganambangy angěntasakěn anambut iriya. muwah yan hana wwang kapūrwwarěnan tinambang aweh ta yeng anambangy asing awakani pawehanya. yadyapin olihanyanyaya. ikang pawehnya. tan dosana tekang anambangi tan sanggahěn anganggapi dusta.
muwah ri sdenganikang anambangi amwata padatining akalang.
dagangan asing awakanya.
karěm pwekang dagangan. tan bwatana tekang anambangi, ndatan wehana ta ya tambangan yan cirnekang dagangan muwah..."
terjemahan:
"...walaupun bagaimana kedudukannya: baik ditinggal suaminya atau
meninggalkan suami, maka tidaklah dibolehkan tukang penambang menyeberangkan mereka dari sisi sungai ke sisi yang lain, apabila tingkah laku tukang penambang itu senonoh adanya. Hal demikian berlaku juga bagi delapan jenis pencurian. Selanjutnya apabila ada seorang wanita tenggelam ke dalam air, walaupun bagaimana juga kedudukannya, maka penambang tersebut diperbolehkan memegang badannya pada saat membawa ke seberang.
Selanjutnya apabila di antara orang yang diseberangkan itu ada yang belum melunaskan hutangnya, maka mereka diharuskan supaya menjaminkan tubuhnya, jikalau perbuatan itu berakibat aniaya, maka perlakuan itu menjadi ganti penyeberangan dan terhadap tukang penambang perbuatan itu tidaklah dimasukkan ke dalam tindak kejahatan, dan mereka itu tidak dipandang bersalah dan menjalankan kejahatan.
Selanjutnya apabila pada saat menyeberangkan kepadanya ditunjukkan suatu beban, bagaimanapun jenisnya bila barang itu jatuh ke dalam air,
maka tukang penambang itu tidak bertanggung jawab atas peristiwa itu, dan mereka tidak berkewajiban membayar barang yang hilang pada saat penambang tersebut..."
Prasasti Canggu lempeng IXa baris ke-5 sampai 6 dengan bunyi:
“panji marggabhya, mwang panjayangraksāji. kyajaran rāgi sthāpita munggwi trung.
manghanaken tā pamūjāngken sārini puspanyānghaturakén sambah ri sang hyang ājñā haji praçasti. 400, ring sarahi mijil angkěn pūrnnamaning āsāda...”
terjemahan:
“...Panji Marggabhaya, Panji Angraksaji, dan Ki Ajaran Ragi yang bertempat tinggal di Terung maka mereka mengirimkan bunga cukai pada tiap-tiap pemujaan sebagai tanda kehormatan memuliakan Pertulisan Perintah Raja, yaitu: 400 mata uang masing-masing orang yang harus dibayar pada tiap-tiap hari terang bulan Asada (bulan keempat)…”.
--------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:
1. Mohammad Yamin, Tatanegara Majapahit Parwa II. Jakarta:Yayasan Prapantja, 1962.
Komentar
Posting Komentar