Prasasti Katidan II/Prasasti Lumpang(1317 Syaka/1395 M); Kerajaan Majapahit (1293-1527 M)

Prasasti Katiden II atau Prasasti Lumpang dituliskan pada satu lempeng tembaga berukuran 35 x 9,5 cm. Aksara dan bahasanya Jawa Kuno. Di bagian depan bertulisan 6 baris dan bagian belakang 3 baris. 
Prasasti Katiden II ini dikeluarkan pada bulan pertama atau bulan Srawana tahun 1317 Syaka. Menurut perhitungan L. Ch. Damais jatuh antara tanggal 17 Juli sampai 15 Agustus 1395 M. 
Mengenai tempat prasasti ini disimpan masih belum diketahui dengan pasti, karena walaupun R.M.Ng. Poerbatjaraka menyebutkan bahwa Prasasti Katiden II merupakan koleksi museum di Malang dengan nomor R.M. 893. Akan tetapi pada saat itu diketahui di Malang belum ada museum.
R.M.Ng. Poerbatjaraka merupakan orang pertama yang membuat alih aksara prasasti ini dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Belanda dan dimuat dalam TBG 76 (1936). 
Kemudian Th.G.Th. Pigeaud menerjemahkannya ke bahasa Inggris dalam Java in the Fourteenth Century jilid III (1960-3) dan Muhammad Yamin menerjemahkannya ke bahasa Indonesia dalam Tatanegara Madjapahit jilid II (1962).
Dalam buku Tatanegara Madjapahit, Muhammad Yamin menyebut Prasasti Katiden sebagai Prasasti Malang. 
Adapun alih aksara Prasasti Katiden II ini adalah sebagai berikut:
Bagian depan [recto] berbunyi:
1. iku wruhane si para same salurah wetaning kawi sakuloning bañu, sawetaning bañu, pa-
2. ra waddhana, juru, buyut, makanguni pacatanda hi turen, yen ingong hamagêhakên ha-
3. ndikanira talampakanira paduka bhatara śri paramêśwara sira sang mokta ring wisnubhawana, handikani-
4. ra sira sang mokta ring krttabhuwana, dene kapurwastitine si para same ri katiden
5. kasawlas deśa, i rehe hangraksa halalang i gunung lêjar, luputa ri saprakara luputa
6. ring jalang palawang, taker turun, makanguni tahil sakalwiraning titisara luputa, makanguni
Bagian belakang [verso] berbunyi:
1. dening alas kakayu gaten hantiganing pasiran, tan ananing anglarangana hi rehi tan wnang
2. larangana, tan ananing aningkah-aningkuha, kang rajamudra yen uwus kawaca kagugona dene-
3. kang deça hi lumpang, titi ka 1, i śyaka 1317.
Salinan Prasasti Katiden bagian depan adalah sebagai berikut:
1. Pemberitahuan kepada seluruh penduduk lembah di timur Gunung Kawi, baik sebelah barat banu (sungai) maupun sebelah timur sungai,
2. diberitahukan kepada sekalian wedana, juru, buyut, dan juga pancatanda di Turen, bahwa telah diperkuat
3. perintah paduka bhatara sri Parameswara, yang wafat di Wisnubhawana, begitu pula perintah
4. Sri Paduka yang wafat di Kertabhuwana, berhubung dengan kedudukan warga penduduk Katiden,
5. yang meliputi sebelas desa. Karena mereka berkewajiban menjaga hutan alang-alang di Gunung Lejar, maka mereka haruslah dibebaskan dari apa pun, mereka akan dibebaskan
6. dari pajak rumah, pajak beras dan juga tugas, dari segala macam upeti mereka akan dibebaskan. juga /
Sisi bagian belakang:
1. mengenai hutan pohon gaten(kayu jati, Tectona grandis) dan telur penyu, tak ada seorang pun yang bisa melarang mereka, atas dasar bahwa mereka tidak
2. dilarang. Tidak ada yang harus menipu mereka dalam hal apapun. Demikianlah rajamudra-ku (perintah), ketika telah dibacakan akan disimpan oleh desa
3. di Lumpang. Tertanggal pada bulan pertama, 1317 Syaka(dibaca 1314 Syaka oleh Pigeaud).
Prasasti Katiden pada dasarnya merupakan pengumuman resmi dari raja Wikramawarddhana (menantu Hayam Wuruk) pada tahun 1317 Syaka atau 1395 M. 
Pengumuman ditujukan kepada dua pihak, pertama yaitu pacatanda yang berkuasa di Turen, yang selanjutnya disampaikan kepada pejabat-pejabat seperti wedana, juru, dan buyut. 
Kedua kepada masyarakat yang berdiam di sebelah timur Gunung Kawi, baik yang berada di seberang timur atau seberang barat sungai (bañu) yaitu Sungai Brantas sekarang. Satuan masyarakat tersebut diberi nama 'same Katiḍen'.
Kepada para 'same Katiḍen' diperintahkan melestarikan dan menjaga hutan alang-alang di lereng Gunung Lejar, agaknya supaya tidak terbakar. 
Untuk menjalankan tugas yang penting ini maka satuan daerah yang terdiri dari 11 desa tersebut dibebaskan dari pembayaran berbagai macam pajak seperti jalang, palawang (pajak rumah), dan titisara (uang upeti). 
Kepada mereka juga diberi hak untuk memungut hasil hutan dan hasil pantai selatan seperti mengumpulkan telur penyu.
Katiden yang disebut di dalam baris keempat dari Prasasti Katiden adalah nama wilayah (desa), yang dewasa ini masih dapat dijumpai sebagai Desa Ketindan yang terletak di sebelah barat kota Lawang. 
Sedangkan letak Gunung Lejar sampai saat ini belum diketahui. Akan tetapi di sekitar Gunung Kawi, terdapat dukuh Lajar (atau Nglajar) dan Kali Lajar yang mengalir di sebelah utara Gunung Kawi. Saat ini Dukuh Nglajar terletak di Desa Pandanrejo, Bumiaji, Kota Batu. Di daerah tersebut juga terdapat sebuah dukuh bernama Lajar Kedung. 


-----------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar