Prasasti Kota Kapur(608Syaka/686M); Kerajaan Sriwijaya(670–1025M)

Prasasti Kota Kapur ditemukan oleh J.K. van der Meulen, seorang Administratur di Sungai Selan pada bulan Desember 1892, ditemukan bersama dengan reruntuhan bangunan candi dan arca-arca Wisnu. Prasasti Kota Kapur ini unik, berbentuk seperti obelisk. 
Saat ini, Prasasti tersebut tersimpan di Museum Nasional dengan nomor inventory D.90
Bagian yang ditulisi ada pada seluruh sisinya yang ditulis dari atas ke bawah, jika prasasti diposisikan tegak berdiri maka pembacaan dimulai dari atas ke bawah sedangkan bila prasasti dalam keadaan tidur maka dibaca dari kiri ke kanan. 
Coedes (2014:65) menduga bahwa material batu prasasti ini didatangkan dari luar, karena jenis batunya tidak terdapat di Pulau Bangka.
Prasasti Kota Kapur merupakan tugu peringatan telah dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya. 
Isinya diawali dengan seruan kepada dewata yang melindungi Kadatuan Sriwijaya, dewata yang mengawali setiap mantra kutukan. Kemudian ancaman kepada para pemberontak, baik itu daerah yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya, atau orang yang bersekongkol dengan pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, yang
mendengarkan kata pemberontak, yang mengenal pemberontak, yang tidak hormat, yang tidak patuh dan setia kepada Datu Sriwijaya, dan pada mereka yang telah diangkat oleh Datu Sriwijaya sebagai Datu. Agar mereka yang telah disebutkan itu mati kena kutuk, dan akan segera dikirimkan ekspedisi di bawah pimpinan Datu Sriwijaya untuk dihukum bersama marga dan keluarganya.
Juga disebutkan ancaman akan terkena kutukan bagi mereka yang suka berbuat jahat seperti mengganggu ketentraman jiwa orang, membuat sakit, membuat gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, sarāmvat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya. 
Semoga perbuatan-perbuatan jahat itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang telah melakukan perbuatan jahat itu. Kutukan dan hukuman langsung ditujukan pula kepada mereka yang menghasut supaya merusak dan mereka yang merusak batu (prasasti) yang dipancangkan di tempat ini.
Selain kutukan, prasasti Kota Kapur ini juga mendoakan bagi siapa saja yang berbuat baik, patuh, dan setia kepada Datu Sriwijaya akan diberkahi. Marga dan keluarganya akan diberikan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebasan dari bencana, dan kelimpahan segalanya untuk semua negeri mereka. Baris-baris terakhir dari prasasti ini berisi keterangan bahwa suatu ekspedisi sedang dipersiapkan untuk menaklukkan ‘bhumi jawa’.
Adapun alih aksara naskah asli dari prasasti ini sebagai berikut:
Siddha titam hamba nvari i avai kandra kayet ni paihumpaan namuha ulu lavan tandrun luah makamatai tandrun luah vinunu paihumpaan hakairum muah kayet ni humpa unai tunai.
Umentern bhakti ni ulun haraki. 
unai tunai kita savanakta devata mahardika sannidhana. 
manraksa yan kadatuan çrivijaya. 
kita tuvi tandrun luah vanakta devata mulana yan parsumpahan. paravis.
kadadhi yan uran didalanna bhami paravis hanun. 
Samavuddhi lavan drohaka, manujari drohaka, niujari drohaka talu din drohaka.
tida ya.
Marppadah tida ya bhakti. 
tida yan tatvarjjawa diy aku. 
dngan diiyan nigalarku sanyasa datua. dhava vuathana uran inan nivunuh ya sumpah nisuruh tapik ya mulan parvvanda datu çriwi-jaya. 
Talu muah ya dnan gotrasantanana. tathapi savankna yan vuatna jahat. makalanit uran. makasuit. makagila. mantra gada visaprayoga. udu tuwa. tamval.
Sarambat. kasihan. vacikarana.ityevamadi. janan muah ya sidha. 
pulan ka iya muah yan dosana vuatna jahat inan tathapi nivunuh yan sumpah talu muah ya mulam yam manu-
ruh marjjahati. 
yan vatu nipratishta ini tuvi nivunuh ya sumpah talu, muah ya mulan. 
saranbhana uran drohaka tida bhakti tatvarjjava diy aku, dhava vua-
tna niwunuh ya sumpah ini gran kadachi iya bhakti tatvjjava diy aku. 
dngan di yam nigalarku sanyasa dattua. çanti muah kavuatana. 
dngan gotrasantanana.
Samrddha svasthi niroga nirupadrava subhiksa muah vanuana paravis chakravarsatita 608 din pratipada çuklapaksa vulan vaichaka. 
tatkalana Yan manman sumpah ini.
nipahat di velana yan vala çrivijaya kalivat manapik yan bhumi java tida bhakti ka çrivijaya.
Terjemahan dari prasasti tersebut adalah:
Keberhasilan ! (disertai mantra persumpahan yang tidak dipahami artinya)
Wahai sekalian dewata yang berkuasa, yang sedang berkumpul dan melindungi Kadātuan Śrīwijaya ini; kamu sekalian dewa-dewa yang mengawali permulaan segala sumpah !
Bilamana di pedalaman semua daerah yang berada di bawah Kadātuan ini akan ada orang yang memberon­tak yang bersekongkol dengan para pemberontak, yang berbicara dengan pemberontak, 
yang mendengarkan kata pemberontak;
yang mengenal pemberontak, 
yang tidak berperilaku hormat, 
yang tidak takluk, 
yang tidak setia pada saya dan pada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu; 
biar orang-orang yang menjadi pelaku perbuatan-perbuatan tersebut mati kena kutuk biar sebuah ekspedisi untuk melawannya seketika di bawah pimpinan datu atau beberapa datu Śrīwijaya, dan biar mereka dihukum bersama marga dan keluarganya. 
Lagipula biar semua perbuatannya yang jahat; seperti meng­ganggu:ketenteraman jiwa orang, membuat orang sakit, membuat orang gila, menggunakan mantra, racun, memakai racun upas dan tuba, ganja, saramwat, pekasih, memaksakan kehendaknya pada orang lain dan sebagainya, semoga perbuatan-perbuatan itu tidak berhasil dan menghantam mereka yang bersalah melakukan perbuatan jahat itu; 
biar pula mereka mati kena kutuk. Tambahan pula biar mereka yang menghasut orang supaya merusak, yang merusak batu yang diletakkan di tempat ini, mati juga kena kutuk; dan dihukum langsung.
Biar para pembunuh, pemberontak, mereka yang tak berbakti, yang tak setia pada saya, biar pelaku perbuatan tersebut
mati kena kutuk. 
Akan tetapi jika orang takluk setia kepada saya dan kepada mereka yang oleh saya diangkat sebagai datu, maka moga-moga usaha mereka diberkahi, juga marga dan keluarganya dengan keberhasilan, kesentosaan, kesehatan, kebebas­an dari bencana, kelimpahan segala­nya untuk semua negeri mereka ! 
Tahun Śyaka 608, hari pertama paruh terang bulan Waisakha (28 Februari 686 Masehi), pada saat itulah kutukan ini diucapkan; 
pemahatannya berlangsung ketika bala tentara Śrīwijaya baru berangkat untuk menyerang bhūmi jāwa yang tidak takluk kepada Śrīwijaya.
Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu yang berbentuk tugu bersegi-segi dengan ukuran tinggi 177 cm, lebar 32 cm pada bagian dasar, dan 19 cm pada bagian puncak.



-----------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar