Prasasti Pucangan(963 Syaka/1042 M); Kerajaan Kahuripan (1009-1042M)

Prasasti Pucangan merupakan sebuah prasasti yang berbahasa Sanskerta dan Jawa Kuno, berasal dari tahun 963 Syaka atau 1042 Masehi. Prasasti ini peninggalan zaman pemerintahan Airlangga, Yaitu Kerajaan Kahuripan (1009-1042M), yang menjelaskan tentang beberapa peristiwa serta silsilah keluarga raja secara berurutan. 
Penamaan prasasti ini berdasarkan kata "Pucangan" yang ditemukan pada prasasti tersebut, yang menceritakan adanya perintah membangun pertapaan di Pucangan, sebuah tempat di sekitar Gunung Penanggungan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
Prasasti ini disebut juga dengan nama Calcutta Stone. Sekarang prasasti ini disimpan di Museum India di Kolkata (Calcutta), India.
Prasasti Pucangan terdiri dari dua prasasti berbeda yang dipahat pada sebuah batu, di sisi depan menggunakan bahasa Jawa Kuno dan di sisi belakang menggunakan bahasa Sanskerta, tetapi kedua prasasti tersebut ditulis dalam aksara Kawi (Jawa Kuno). Prasasti ini berbentuk blok berpuncak runcing serta pada bagian alas prasasti berbentuk bunga teratai.
Prasasti ini ditemukan pada masa Thomas Stamford Raffles menjadi Letnan Gubernur pemerintahan kolonial Inggris di Batavia. Pada tahun 1812, Raffles menyerahkan prasasti itu kepada atasannya, Gubernur Jenderal Inggris di India, Lord Minto. Prasasti itu lalu disimpan dan menjadi bagian dari rumah keluarga Minto di Kolkata. Ketika keluarga Lord Minto pulang ke Hawick Skotlandia, prasasti ini tidak turut dibawa, melainkan disimpan di museum di Kolkata, India.
Alih aksara prasasti bahasa Sanskerta (Witasari, 2009) adalah sbb.:
//svasti// tribhir api guṇair upeto nŗņāvvidhāne sthitau tathā pralaye aguņa iti yaḥ prasiddhas tasmai dhātre namassatatam
agaṇivikramaguruņā praņamaya mānassurādhipena sadā api yas trivikramaitiprathito loke namastasmai
yas sthāṇur apy atitara apy avepsitārthaprado guṇair jagatām kalpadrumam atanum adhaḥ karoti tasmai śivāya namaḥ
kīrtyā khaṇḍita yā dhiyā karuṇ[ā]yā yas strīparatva[m] dadhac ca āp[a] karșaṇataś ca yaḥ praṇihitantībraṅkalaṅkaṅkare yaś ca asac carite parāṅmukhat[ā]ya śūro rathe bhīrutām svaja[i]rdoșān bhajate guṇais sa jayātadeirlaṅganāmānṛpaḥ
āsīn nirjitabhūribūdharagaṇo bhūpālacūḍāmaṇiḥ prakhyāto bhuvanatraye pi mahatā śauryyeṇa siṃhopamaḥ yeno rvīsucira[m]dhṛtāmitaphalālakṣmīś cano gatvarī sa śrī kīrt[ī] valānvito yavapatiś śrīśānatuṅgāh vayaḥ
tasya atmajā akaluşamanāsavāsaramyā hamsī yathā sugatapakşa sadābhavad dhā rājahaṃsamud[ā]m eva vivarddhayantī śrī iśanātungavijayeti rarāja rājñī
Alih bahasa prasasti bahasa Sanskerta (Witasari, 2009) adalah sbb.:
Selamat! Hormat selalu baginya, yang diberkati dengan ketiga guna ketika takdir (milik) para manusia telah ditetapkan, hingga ketika kehancuran telah diatur, demikian bagi Pencipta (Brahma) tidak memiliki guṇa.
Hormat baginya, demikianlah triwikrama (tiga langkah, Wisnu) yang dikenal di dunia oleh langkah(nya) yang besar tanpa perhitungan, juga selalu hormat oleh pikiran raja para dewa (Indra)
Hormat bagi Śiwa, ia adalah sthanu yang melebihi pohon pengharapan yang besar milik dunia, juga menurunkan anugerah kesejahteraan yang sangat didambakan dengan segala guṇa
Memanglah dia raja yang bernama Airlanga, seorang pahlawan yang telah menghancurkan di atas kereta perang dengan kemasyhuran ketika berperang. Dia telah menempatkan keunggulan wanita dengan pemahaman belas kasih, ketika memimpin ia berpaling membelakangi keburukan dan bersungguh-sungguh menghapus noda buruk di tangan, dia diberkati dengan segala guṇa karena rasa takut oleh dosa-dosanya sendiri.
Adalah ia, bagaikan puncak perhiasan milik pelindung dunia yang sangat terkenal di tiga dunia, menaklukan pasukan yang berlimpah bagaikan gunung, kejayaan oleh tindakan kepahlawanan yang seperti singa. Sejak dahulu kala berbagai macam kesejahteraan berupa hadiah yang tak terhitung telah dimiliki bumi menuju pada kesenangan, dialah Śrī Īśānatuṅga, paduka yang mulia yang memiliki kembali kemasyhuran raja Jawa
Anak perempuannya pengikut Buddha, ibarat angsa betina yang berada pada telaga Manasa yang suci sebuah tempat kediaman yang disenangi, yang selalu memberikan keharuman pada raja yang bagaikan angsa (jantan). Demikianlah, menjadi makmurlah ratu Śrī Īśānatuṅgawijaya, dia memerintah sebagai ratu.


-------------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber: 

Komentar