Sanghyang Siksa Kandang Karesian (1440 Syaka/1518 M)

Sanghyang Siksa Kandang Karesian (dalam Aksara Sunda ditulis ᮞᮀᮠᮡᮀ ᮞᮤᮊ᮪ᮞ ᮊᮔ᮪ᮓᮀ ᮊᮛᮨᮞᮤᮃᮔ᮪) merupakan naskah didaktik berbentuk prosa, yang memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas kepada pembacanya. 
Sanghyang Siksa Kandang Karesian merupakan “Buku berisi aturan untuk menjadi resi (orang bijaksana atau suci)”.
Teksnya terdapat dalam dua naskah yang disimpan di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta yaitu pada nomor koleksi L 630 dan L 624.
Penyebutan judul teks ini dikemukakan pertama kali oleh Atja & Danasasmita tahun 1981 dalam penelitiannya terhadap naskah L 630. Mereka memberikan judul Sanghyang Siksakanda ng Karesian.
Kemudian dalam edisi tahun 1985 dan 1987 judulnya disebutkan sebagai Sanghyang Siksakandang Karesian. 
Dalam pengantar suntingan naskah 630 tahun 1987 (hlm. 5) dijelaskan mengenai perubahan judul "siksakandang" yang sebelumnya disebut "siksakanda ng" (ng dipisahkan) oleh Atja & Danasasmita (1981) tidak mengakibatkan pergeseran atau perubahan arti. 
Penggabungan tersebut selain untuk kepraktisan penulisan dan pembacaan, juga mengambil analogi dengan kata-kata lain seperti; rahyangtang, ikang, tegang, dan tang yang ng-nya digabungkan kepada kata induknya.
Penyebutan kedua judul demikian tampaknya tetap digunakan dalam penelitian-penelitian berikutnya yang merujuk pada naskah ini.
Pertimbangan pemilihan bentuk lain terhadap judul ini adalah kata "siksa" dan "kandang" yang dipisahkan, seperti yang dikemukakan oleh Aditia Gunawan berdasarkan keterangan dalam naskah Sanghyang Sasana Maha Guru.
Hal demikian mengacu pada adanya tiga konsep siksa (ajaran) dalam teks Sunda Kuno, yaitu siksa kandang, siksa kurung, dan siksa dapur. 
Berdasarkan itulah Ilham Nurwansah yang mengkaji naskah lontar L 624 menyebut naskah ini dengan judul Sanghyang Siksa Kandang Karesian. Judul ini pula yang digunakan oleh Aditia Gunawan & Arlo Grifiths dalam artikelnya.
Naskah L 630 disimpan dalam peti (laci kabinet) nomor 16, terdiri dari 30 lembar daun gebang, ditulis dengan tinta hitam menggunakan aksara Buda model Jawa Barat.
Naskah ini bertanggal nora catur sagara wulan (0-4-4-1), yaitu tahun 1440 Syaka atau 1518 Masehi. Sejauh ini, naskah L 630 merupakan naskah Sunda Kuno tertua yang mencantumkan tahun penulisannya.
Naskah 630 merupakan bagian dari koleksi yang diberikan oleh Raden Saleh untuk BGKW, sekarang disimpan di Perpustakaan Nasional RI. Tidak ada keterangan pasti darimana Raden Saleh mendapatkan naskah ini, namun K.F. Holle menduga naskah ini mungkin berasal dari Galuh di Priangan Timur.
Naskah ini pertama kali diungkapkan oleh K.F. Holle dalam sebuah artikel berujudul "Lontar Handschriften afkomstig uit Soenda-landen" yang terbit dalam jurnal Tijdschrift voor Taal-, Land- en Volkenkunde (TBG) edisi XVI.
Ia mengdentifikasinya sebagai MSB (Manuschript Soenda B) dengan kesimpulan bahwa penulis MSB berbeda dengan MSA (belakangan diketahui sebagai naskah Amanat Galunggung); memiliki nilai yang sangat tinggi, karena di dalamnya termuat ajaran mengenai kehidupan rumah-tangga yang harus ditaati oleh segenap golongan masyarakat Sunda jaman dahulu; dalam abad ke-16, di daerah Sunda masih berlangsung penulisan naskah-naskah Hinduístis.
 Sejak publikasi tulisan itu naskah ini telah menarik minat para peneliti lainnya. Edisi lengkapnya yang disertai terjemahan, pengantar, komentar dan glosari ditulis dalam kertas stensil pertama kali diumumkan oleh Atja dan Danasasmita (1981).
Kemudian, diterbitkan kembali dalam bentuk buku oleh Danasasmita dkk. tahun 1985 dan 1987.
Naskah lainnya, yaitu L 624 dalam peti kabinet nomor 69 didapatkan dari pemberian Bupati Bandung Wiranatakusumah IV (1846-1874) kepada BGKW sekitar paruh kedua abad ke-19.
Berbeda dengan L 630, naskah L 624 ditulis pada daun lontar berukuran 36,2 x 3,2 cm. Jumlah lempirnya 20 (40 halaman) yang ditulis rekto-verso (depan-belakang) dan mengandung empat baris tulisan pada setiap halamannya. 
Sebagian lempiran lontar dari naskah ini tampaknya tercecer di kropak lain, yaitu dalam kode 1** dalam peti 88 bersama naskah lontar beraksara Bali dan aksara Buda model Merapi-Merbabu.
Naskah ini menggunakan bahasa dan aksara Sunda kuno, tanpa tahun penulisan, tetapi ada keterangan bahwa naskah ini ditulis di Nusakrata.


--------------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Berikut isi dari 'Sanghyang Siksa Kandang Karesian':
I

Ndah nihan warahakna sang sadu, de sang mamet hayu. Hana sanghyang siksakandang karesian ngaranya, kayatnakna wong sakabeh. Nihan ujar sang sadu ngagelarkeun sanghyang siksakandang karesian.
Ya inilah (ajaran) yang akan disampaikan oleh sang budiman kepada mereka yang (berupaya) mencari kebahagiaan. Ada (pun ajaran ini) bernama sanghyang siksakandang karesian (dan dipersembahkan) untuk semua orang (agar selalu memegang) kewaspadaan. Inilah ujar sang budiman memaparkan sanghyang siksakandang karesian.

Ini sanghyang dasa kreta kundangeun urang reya. Asing nu dek na(n)jeurkeun sasana kreta pakeuneun heubeul hirup, heubeul nyewa na, jadiyan kuras. jadiyan tahun, deugdeug ta(n)jeur jaya prang, Nyewana na urang reya.
Inilah (ajaran yang disebut) sanghyang dasa kreta (sepuluh unsur kesejahteraan) untuk pegangan orang banyak. Siapapun yang hendak menegakkan sarana kesejahteraan agar dapat lama hidup, lama tinggal (di dunia). Berhasil dalam peternakan, berhasil dalam pertanian, (serta) selalu unggul dalam perang, sumbernya terletak pada (pikiran dan perilaku) orang banyak.

Ini byakta sanghyang dasa kreta ngaranya, kalangkang dasa sila, maya-maya sanghyang dasa marga, kapretyaksaan dasa indriya na keun ngretakeun bumi lamba di bumi tan parek.
Inilah kenyataan yang disebut sanghyang dasa kreta. (yang tercermin dalam) Bayang-bayang dasa sila, (adapun bayang-bayang dasa sila merupakan) bayang-bayang yang samar dari sanghyang dasa marga (sebagai) perwujudan sepuluh indera untuk menyejahterakan dunia kehidupan di dunia yang luas.

Ini pakeun urang ngretakeun bumi lamba, caang jalan, panjang tajur, paka pridana, linyih pipir, caang buruan. Anggeus ma imah kaeusi, leuit kaeusi, paranje kaeusi, huma kaomean, sadapan karaksa, palana ta hurip, sowe waras, nyewana sama wong (sa)rat. Sangkilang di lamba, trena taru lata galuma, hejo lembok tumuwuh sarba pala wo(h)wohan, dadi na hujan, landung tahun, tumuwuh daek, maka hurip na urang reya. Inya eta sanghyang sasana kreta di lamba ngarana.
Ini (jalan) untuk kita menyejahterakan dunia kehidupan, terang jalan, subur tanaman, cukup sandang, bersih halaman belakang, bersih halaman rumah. Bila berhasil (melaksanakan ajaran ini, maka) rumah (akan) terisi, lumbung (akan) terisi. kandang ayam (akan) terisi, ladang (akan) terurus, sadapan (akan) terpelihara, (sehingga kita akan) lama hidup (dan) selalu sehat. sumbernya terletak pada manusia sedunia. Seluruh penopang kehidupan (seperti halnya); Rumput, pohon-pohonan, (tumbuhan) rambat, (dan) semak, (akan menjadi) hijau. Segala macam buah-buahan (akan) tumbuh subur (karena) banyak turun hujan, pepohonan tinggi karena subur tumbuhnya (dan akan) memberikan kehidupan kepada orang banyak. Ya itulah sarana kesejahteraan dalam kehidupan namanya.

Ini sanghyang dasa kreta nu dipajarkeun kalangkang sanghyang dasa sila, ya maya-maya sanghyang dasa marga ta, kapretyaksaan na dasa indriya. Ini byakta: ceuli ulah barang denge mo ma nu sieup didenge kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na iunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama ti pang-reungeu. Mata ulah barang deuleu mo ma nu sieup dideuleu kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama ning deuleu. Kuril ulah dipake gulang-gasehan, ku panas ku tiis, kenana dora bancana, sangkan nemu mala na Iunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti kulit. Letah ulah salah nu dirasakeun kenana dora bancana, sangkan urang nemu mala na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh tuama bijilna ti letah. Irung ulah salah ambeu kenana dora bancana. sangkan urang nemu mala na lunas papa.
Ini sanghyang dasa kreta yang disebutkan (yang tercermin dalam) bayang-bayang dasa sila, (adapun bayang-bayang dasa sila merupakan) bayang-bayang yang samar dari sanghyang dasa marga (sebagai) perwujudan sepuluh indera. Inilah kenyataannya. Telinga jangan (digunakan untuk) mendengarkan yang tidak layak didengar karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, (inilah) penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun kalau telinga terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam pendengaran. Mata jangan (digunakan untuk) sembarang melihat yang tidak layak dipandang karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, (inilah) penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila mata terpelihara, kita akan mendapat keutamaan dalam penglihatan. Kulit jangan digelisahkan karena panas ataupun dingin sebab menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; tetapi kalau kulit terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kulit. Lidah jangan salah kecap karena menjadi pintu bencana, (jika hal itu dilakukan maka akan menjadi) penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila lidah terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari lidah. Hidung jangan (digunakan untuk) salah cium karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan.

II

naraka; hengan lamun kapehayu ma sinengguh utama bijilna ti irung. Sungut ulah barang carek kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamun kapahayu ma sinengguh utama bijihna ti sungut. Leungeun mulah barang cokot kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahavu ma sinengguh utama bijilna ti leungeun. Suku ulah barang tincak kenana dora bancana na lunas papa naraka; hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti suku. Payu ulah dipake keter kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama bijilna ti payu, Baga purusa ulah dipake kancoleh kenana dora bancana na lunas papa naraka. hengan lamunna kapahayu ma sinengguh utama dijilna ti baga lawan purusa, Ya ta sinangguh dasa kreta ngara(n)na. Anggeus kapahayu ma dora sapuluh, rampes twahna urang reya Maka nguni twah sang dewa ratu.
neraka: namun bila hidung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari hidung. Mulut jangan (digunakan untuk) sembarang bicara karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila mulut terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari mulut. Tangan jangan (digunakan untuk) sembarang ambil karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tangan terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tangan. Kaki jangan (digunakan untuk) sembarang melangkah karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, penyebab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila kaki terpelihara. kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari kaki. Tumbung (lubang dubur) jangan dipakai untuk hubungan seksual sejenis karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana di dasar kenistaan neraka; namun bila tumbung terpelihara, kita akan mendapat keutamaan yang berasal dari tumbung. Baga-purusa (baga : kemaluan wanita, purusa : kemaluan laki-laki) jangan dipakai berjinah, karena (jika hal itu dilakukan maka akan) menjadi pintu bencana, penyabab kita mendapat celaka di dasar kenistaan neraka; namun bila baga-purusa terpelihara, kita akan memperoleh keutamaan dari baga dan purusa, Ya itulah yang disebut dasa kreta. Kalau sudah terpelihara pintu (nafsu) yang sepuluh, sempurnalah perbuatan orang banyak. Demikian pula perbuatan sang raja.

Nihan sinangguh dasa prebakti ngaranya. Anak bakti di bapa, ewe bakti di laki. hulun bakti di pacandaan, sisya bakti di guru, wang tani bakti di wado. wado bakti di mantri, mantri bakti di nu nangganan. nu nangganan bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata, dewata bakti di hyang. Ya ta sinangguh dasa prebak-
Inilah yang disebut dengan dasa prebakti. (yaitu) Anak tunduk kepada bapak; isteri tunduk kepada suami; hamba tunduk kepada majikan siswa tunduk kepada guru; petani tunduk kepada wado (prajurit yang memimpin para petani melakukan kerja bakti untuk raja yang sedang berkuasa); wado tunduk kepada mantri, mantri tunduk kepada nu nangganan; nu nangganan tunduk kepada mangkubumi; mangkubumi tunduk kepada raja; raja tunduk kepada dewata; dewata tunduk kepada hyang. Ya itulah yang disebut dengan dasa prebak-

III

ti ngara(n)na. (ti) Ini na lakukeuneun. talatah sang sadu jati. Hong kara name sewaya. senibah ing hulun di sanghyang panca tatagata. Panca ngaran ing lima, tata ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga, Ya eta ma ngaran ing sabda, gata ma ngaran ing raga. Ya eta ma pahayuan sareanana. Panca aksara guru-guru ning janma. Panca aksara ma byakta nu katongton kawreton, kacaksuh ku indriya. Guru ma pananyaan na urang reya. Nya mana dingaranan guru ing janma. Sang moha sa(ng) geusna aya bwana.
ti namanya. Inilah yang harus dilaksanakan, amanat (yang disampaikan oleh) sang budiman sejati. Puji dan sembahku kepada Siwa, hormatku kepada sanghyang panca tatagata. Panca berarti lima, tata berarti ucap, gata berarti raga. Ya, itulah yang memberikan kebaikan kepada semuanya. Panca aksara (lima huruf yaitu: na, ma, si, wa, ya yang masing-masing dianggap identik dengan: Isora, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa) adalah guru manusia. Panca aksara itu kenyataan yang terlihat, terasa dan tersaksikan oleh indera kita. Guru itu tempat bertanya orang banyak, Karena itu dinamakan guru manusia. Kebodohan itu baru ada setelah adanya dunia.

Ini byaktana. Ngaranya ya panca byapara. Sanghyang pretiwi, apah, teja, bayu mwang akasa. Carek sang sadu maha purusa. eta keh drebya urang. Kangken pretiwi kulit, kangken apah darah ciduh, kangken teja panon, kangken bayu tulang, kangken akasa kapala. Iya pretiwi di sarira ngaranya. Nya mana dikangkenkeun ku nu mawa bumi. Ya mangupati pra rama, resi, prabu, disi mwang tarahan.
Ini kenyataanya. Namanya ya panca byapara (lima anasir pelindung/pembungkus) yaitu Sanghyang pretiwi (tanah), air, cahaya, angin dan angkasa. Ujar sang budiman manusia besar: itu semua milik kita. Adapun yang diibaratkan tanah adalah kulit, yang diibaratkan air adalah darah dan ludah, yang diibaratkan cahaya adalah mata, yang diibaratkan angin adalah tulang, yang diibaratkan angkasa adalah kepala. Itulah yang disebut pretiwi yang ada dalam tubuh. Ya, diibaratkan oleh penguasa bumi. Ya, menjelma menjadi para rama, resi, ratu, disi dan tarahan.

Ini panca putra: pretiwi Sang Mangukuhan, apah Sang Katungmaralah, teja Sang Karungkalah, bayu Sang Sandanggreba, akasa Sang Wretikandayun. Ini panca kusika: Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri, Sang Patanjala di Panjulan.
Ini yang disebut dengan panca putera (lima orang putera Sang Kandiawan yang dianggap penjelmaan panca kusika yaitu lima orang resi murid Siwa dalam mitologi Hindu) yaitu pretiwi adalah Sang Mangukuhan, air adalah Sang Katungmaralah, cahaya adalah Sang Karungkalah, angin adalah Sang Sandanggreba, angkasa adalah Sang Wretikandayun (pendiri Kerajaan Galuh), Ini yang disebut dengan panca kusika: Sang Kusika di Gunung, Sang Garga di Rumbut, Sang Mesti di Mahameru, Sang Purusa di Madiri. (dan) Sang Patanjala di Panjulan,

Lamun pahi kaopeksa sanghyang wuku lima (dina) bwana, boa halimpu ikang desa kabeh. Desa kabeh ngaranya: ppurba, daksina, pasima, utara, madya. Purba, timur, kahanan Hyang Isora, putih rupanya; daksina, kidul, (kahanan Hyang Brahma, mirah rupanya; Pasima, kulon) kahanan Hyang Mahadewa, kuning (rupanya);
Kalau terpahami semua (tentang) sanghyang wuku (ruas atau penggalan) lima di bumi tentu (akan) menyenangkan (melihat keadaan) semua tempat. Tempat itu disebut: purba, daksina, pasima, utara, madya. Purba yaitu timur, tempat Hiyang Isora, warnanya putih. Daksina yaitu selatan, tempat Hiyang Brahma, warnanya merah. Pasima yaitu barat, tempat Hiyang Mahadewa, warnanya kuning.

IV

utara, lor, kahanan Hyang Wisnu, hireng rupanya; madya, tengah, kahanan Hyang Siwah, (aneka) warna rupanya. Nya mana sakitu sanghyang wuku lima dina bwana.
Utara yaitu utara, tempat Hiyang Wisnu, warnanya hitam. Madya yaitu tengah, tempat Hiyang Siwa, warnanya aneka macam. Ya sekian itulah wuku lima di bumi.

Ini wuku lima di maha pandita. Sandi ma karasa si tutur, tapa ma karasa si langlang, lungguh ma karasa si pageuh, pretyaksa ma karasa si asembawa, kaleupaseun ma karasa madumi tan kaduman, manghingetan tanpa hinga(n). Sakitu wuku lima di maha pandita.
Ini wuku lima (yang dimiliki oleh) pendeta yang agung. Rahasia itu terasa dalam bertutur, tapa itu terasa di saat berkelana, duduk itu terasa dalam keteguhan, kepastian itu terasa dalam kemustahilan, kelepasan itu terasa dalam memberi tanpa diberi, mengingat (eling) tanpa batas. Demikianlah wuku lima pada maha pendeta.

Nihan pawwitan ning kreta, sya sang dewata lima. Pahingawakan ngaran di maneh, pahi mireungeuh rua di manen. Hengan lamunna mo karasa ma kadyangga ning wilut tumemu wilutnya, bener tumemu benernya, Kitu keh eta, ku twah ning janma mana kreta, ku twah ning janma mana na layu.
Ini modal kesejahteraan yaitu mereka sang dewata lima (Iswara, Brahma, Mahadewa, Wisnu dan Siwa). Semua (dewata memiliki karakter yang) mewakili namanya sendiri; semua melihat rupanya sendiri. Namun kalau tidak terasa ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya, lurus bertemu dengan lurusnya. Demikianlah karena perbuatan maka manusia akan sejahtera, karena perbuatan maka manusia akan sentosa.

Ini karma ning hulun, saka jalan urang hulun, Karma ma ngaranya pibudieun, ti(ng)kah paripolah saka jalan ngaranya. Maka takut maka jarot, maka atong maka teuang di tingkah di pitwaheun, di ulah di pisabdaan,
Ini pekerjaan abdi yang harus dijalankan untuk sarana kita mengabdi. Pekerjaan itu disebut bakal budi, tingkah laku dan perbuatan itu namanya jalan. (abdi) hendaknya takut, berhati-hati (?), hormat dan sopan dalam tingkah. dalam perbuatan, dalam tingkah laku dan perkataan,

Maka nguni lamun hareupeun sang dewa ratu pun. Maka satya di kahulunan, maka lokat dasa kalesa, boa ruat mala mali papa, kapanggih ning kasorgaan. Lamun teu(ng)teuing ngawakan karma ning hulun, kitu eta leuwih madan usya ditindih ukir, ditapa di luhur gunung kena palarang ditapa dina luhur gajah, hunur si(ng)ha; deukeut maha bancana.
Demikian pula bila berada di hadapan sang raja. Tetaplah setia dalam pengabdian, (karena abdi yang melaksanakannya) akan pulih dari dasa kalesa (sepuluh noda, yaitu dosa yang bersumber kepada ketidakmampuan memelihara dasa indera), pasti terhapus dosa dan hilang penderitaan, (dan) bersua dengan kebahagiaan. Bila benar-benar melaksanakan tugas sebagai abdi, yang demikian itu lebih memadai dari hasrat setinggi bukit, bertapa di puncak gunung karena terlarang bertapa di atas gajah atau moncong singa; mudah mendapat bencana besar.

Ini twah ing janma pigunacun na urang reya. Ulah mo turut sang hyang siksakan-
Ini perilaku manusia yang akan berguna bagi orang banyak. Turutlah (ajaran) sanghyang siksakan-

V

dang karesian. Jaga rang dek luput ing na pancaga/n/ti, sangsara. Mulah carut mulah sarereh, mulah nyangcarutkeun maneh. Kalingana nyangcarutkeun maneh ma ngaranya: nu aya dipajar hanteu, nu hanteu dipajar waya, nu inya dipajar lain, nu lain dipajar inya. Nya karah (he)dapna ma kira-kira. Budi-budi ngajerum, mijaheutan, eta byaktana nyangcarutkeun maneh ngara(n)na.
dang karesian. Waspadalah agar kita terluput dari pancagati (lima penyakit : serakah, kebodohan, kejahatan, takabur dan keangkuhan) agar tidak sengsara. Jangan khianat jangan culas, jangan mengkhianati diri sendiri. Yang disebut dengan mengkhianati diri sendiri yaitu: yang ada dikatakan bukan, yang bukan dikatakan benar. Ya begitulah, tekadnya penuh dengan muslihat. Perbuatan memfitnah, menyakiti hati (orang lain), itulah kenyataannya yang disebut mengkhianati diri sendiri.

Nyangcarutkeun sakalih ma ngara(n)na: mipit mo amit, ngala mo menta, ngajuput mo sadu. Maka nguni tu: tunumpu, maling, ngetal, ngabegal; sing sawatek cekap carut, ya nyangcarutkeun sakalih ngara(n)na.
Yang disebut mengkhianati orang lain adalah: memetik (milik orang) tanpa izin, mengambil tanpa meminta, memungut tanpa memberi tahu. Demikian pula: merampas, mencuri, merampok, menodong; segala macam perbuatan khianat. ya mengkhianati orang lain namanya.

Sanguni tu: meor, ngodok, nyepet, ngarebut, ngarorogoh, papan jingan. Maka nguni ngotok ngowo di pamajikan, di panghulu tandang. Maka nguni di tohaan di maneh, Itu leuwih mulah dipiguna dipitwah ku urang hulun. Ulah mo pake na sabda atong teuang guru basa, bakti susila di pada janma, di kula kandang baraya.
Demikian pula: merangkum (mengambil barang milik orang dengan kedua telapak tangan), memasukkan tangan (untuk mengambil barang milik orang), mencomot, merebut, merogoh, menggerayangi rumah orang, Begitu juga terus menerus tinggal di rumah majikan, rumah penguasa atau pada raja. Hal demikian lebih-lebih jangan dilakukan, tidak boleh diperbuat oleh seorang abdi. Jangan lupa menggunakan ucap yang hormat, sopan dan mantap, bakti dan susila kepada sesama manusia, kepada sanak keluarga.

Maka nguni di tohaan urang. Suku ma pake disila, leungeun ma pake umum, Jaga rang pacarek deung menak deung gu(s)ti deung bu-haya ing kalih deung estri larangan maka nguni deung tohaan urang. Jaga rang dipiguhakeun mulah surah di tineung urang, sanguni salah tembal, kajeueung semu mo suka ku tohaan urang. Ulah, pamali; bisi urug beunang ditapa, hilang beunang cakal bakal, bisi leungit batri hese, kapangguh ku sanghyang jagat sangsara, batigra-
Demikianlah adab yang seharusnya kita lakukan kepada raja kita. Kaki itu untuk bersila dan tangan untuk menyembah. Hati-hatilah kita berbincang dengan bangsawan, dengan majikan pemilik tanah, dengan kedua orang tua, dengan wanita larangan (wanita yang telah bertunangan dan telah menerima tanda pinangan). Begitu pula dengan raja kita. Bila kepada kita diberikan kepercayaan untuk memegang suatu rahasia, jangan munafik pikiran kita, demikian pula (jangan) salah dalam menjawab, jika raja sedang tidak senang maka kita dapat melihatnya dari roman mukanya. Jangan, pemali! (jika hal itu dilakukan, maka) nanti gugur hasil kita bertapa, hilang pula jasa nenek moyang, vegitu pula hasil jerih payah kita akan lenyap, kalau hal itu sampai terjadi, maka kita akan tertimpa kesengsaraan, (dan) diusir

VI

han ku sang dewa ratu. Lamun hamo satya di tohaan urang, a(ng)geus ma jaga rang waya di kagering, jaga rang palay, jaga rang ireug, duga-duga majar maneh teu(ng)teuing amat. Mana dipajar satya dikahulunan; hengan jaga rang ceta ma mulah luhya, mulah kuciwa, mulah ng(n)tong dipiwarang, mulah hiri mulah dengki deung deungeun sakahulunan. Maka nguni nyeueung nu meunang pudyan, meunang parekan, nyeueung nu dineneh ku tohaan, teka dek nyetnyot tineung urang. Haywa, pamali !. Kapamalyanna karah: jadi neluh bareuh hate. Hamo beunang gitambaan, jampe mo matih, paksa mo mretyaksa, ja hanteu kturutan ku sanghyang siksakandang karesian.
oleh sang raja. Kalau kita tak setia kepada raja, bila suatu saat kemudian kita menderita sakit, tubuh menjadi lemah karena tak bertenaga atau merasa bingung (sedangkan raja tidak memperhatikan karena kita berbuat salah) kita akan terang-terangan mengatakan bahwa (raja) itu keterlaluan. Karena itu belajarlah setia kepada raja, tetapi bila kita bertindak, jangan mengeluh, jangan kecewa, jangan enggan diperintah, jangan iri, jangan dengki kepada kawan semajikan. Demikianlah pula bila melihat orang yang mendapat pujian, mendapat selir, melihat yang dikasihi oleh raja, (semua itu janganlah kemudian) hendak menggoyahkan kesetiaan kita. Jangan, pemali! Akibat buruknya ialah kita menjadi murung dan sakit hati. (hal semacam ini) tak akan dapat diobati, jampi tak akan mempan, dan niat tak akan terlaksana karena tidak dibenarkan oleh sanghyang siksakandang karesian.

Kitu jaga rang nangganan, mulah kira-kira digelangan. Jaga rang kagelangan, mulah mo bakti di nu nangganan kena itu tanda sang dewa ratu.
Demikianlah bila kita menjadi anggota pasukan, janganlah sampai mendapat marah. Kalaupun kita mendapat marah jangan sampai tidak berbakti kepada yang memerintah karena (pemimpin pasukan adalah) pejabat tinggi negara (yang ditugaskan oleh) sang raja.

Jaga rang keuna panyuruhan, mulah mo raksa sanghyang siksakandang karesian, pakeun urang satya di piwarangan. Hengan lamur. nu ngalor ngidul ngulon ngetan, geus ma mulah siwok ca(n)te, mulah simur cante, mulah simar cante, mulah darma cante. Ya ta sinangguh sanghyang catur yatna ngaranya.
Bila kita mendapat perintah (dari atasan), jangan melupakan sanghyang siksakandang karesian. Agar kita tetap setia kepada tugas. Namun kalau ada yang (diperintah untuk pergi) ke utara, selatan, barat dan timur, janganlah siwok cante, jangan simur cante, jangan simar cante, jangan darma cante. Ya itulah yang disebut catur yatna (empat kewaspadaan).

Ini kalingana. Siwok cante ma ngara(n)na kawujukan ku hakan inum. Simur cante ma ngara(n)na salima hamilu ngaramakeun nu maling, nu ngarebut, nu meor. Ya salah dongdonan ngaranya. Simar cante ma ngara(n)na ngala dagangan mas pirak lalambaran hanteu di-
Inilah keterangannya. Yang disebut dengan siwok cante adalah tergoda oleh makan-minum. Yang disebut simur cante adalah ikut perbuatan orang yang mencuri, merebut dan merangkum. Itulah yang dinamakan salah langkah, yang disebut simar cante adalah mengambil dagangan mas dan perak berlembar-lembar tanpa di-

VII

titah ku nu miwarang. Ya salah sadeya(n) ngara(n)na. Darma cante ma ngara(n)na daranan di kaceuceub tohaan urang. Disuruh nyokot ngadarat matyan nu tan yogya ku tohaan gumanti ya ngiseusan, kena wageuy, kena kula kadang, kena baraya. Eta ulah dipiguna ku urang hulun. Bogoh di kaceuceub, ceuceub di kabogoh, Itu tan yogya dipitwah ku urang hulun,
suruh yang empunya barang. Ya salah jualan namanya. Yang disebut darma cante ialah membantu (pihak) yang dibenci oleh raja kita. (misalnya) disuruh mengambil (menangkap) atau pergi membunuh orang yang durhaka oleh raja namun berganti jadi memberi hati kepada orang yang hendak ditangkap karena ragu-ragu, karena terikat rasa kekeluargaan, atau karena hubungan persaudaraan. Hal itu jangan dilakukan oleh seorang abdi. Suka terhadap sesuatu yang dibenci (oleh raja), sebaliknya benci terhadap sesuatu yang disukai (oleh raja). Hal itu tidak layak kita perbuat selaku seorang abdi,

Ini pakeun urang nurut ka tohaan, pakeun urang panjang di-pihulun. pakeun urang hsebeul diasa ku tohaan urang. Turut sangyang siksakandang karesian! Bireungeuh na panghulu tandang. Lamun nyeuseul tohaan, milu rang nyeuseul deui deung tohaan. Lamun muji tohaan, milu urang muji deui deung tohaan. Lamun hamo ma milu muji milu meda deung tohaan tosta cingcing tegang urang bakti ka tohaan.
Ini harus dilaksanakan jika kita berniat untuk menurut kepada raja, supaya kita lama dijadikan abdi, agar kita lama diaku oleh raja kita. Ikuti nasihat sanghyang siksakandang karesian! (jika kita hendak berbuat sesuatu, lihatlah situasi dan kondisi sang penguasa. Kalau raja marah kitapun harus ikut marah bersama raja. Kalau raja memuji kitapun harus ikut memuji bersama raja. Kalau tidak ikut memuji atau mencela bersama raja, itulah tanda bahwa kita mungkir dari pengabdian kita kepada raja.

Jaga rang leumpang ngalasan, baju simbut Lamun hamo deung tohaan, iseuskeun na siksakandang karesian. Siksaan(a)na ta ulah dek ngundeur ka huma beet sakalih ka kebon sakalih. Hamo ma beunang urang laku sadu.
Kalau kita (diperintah untuk) pergi ke hutan. janganlah lupa untuk membawa baju dan selimut. Kalau (keberangkatan kita) tidak bersama raja, perhatikan (peraturan) dalam siksakandang karesian. Peraturannya yaitu: jangan memetik sayur di ladang kecil milik orang lain, juga di kebun orang lain. Akan sia-sia hasil kita beramal baik.

Salang keboan ning alas, kayu batri nangtu, bwah beunang nga-rara(ng)gean, tanggeuhkeun suluh, turuban supa, cangreudan tewwan, odeng, nyeru-
(adapun) batas kebun dengan hutan biasanya adalah kayu yang ditandai dengan tali, pohon buah yang ditandai dengan ranting, kayu bakar yang disandarkan, cendawan yang ditutupi, sarang tiwuan, odeng, lebah

VIII

an, engang, ulam, parakan, sing sawatek babayan, ulah urang barang ala. Sanguni nurunkeun sadapan sakalih, ulah eta dipiguna kenana puhun ning dosa, tamikal ning papa kalesa.
engang, ulat kayu, parakan (bagian sungai tempat menangkap ikan dengan cara mengeringkannya sebagian) atau apapun yang telah diberi simpul babayan (tali bergantung sebagai ciri pemilikan) tidak boleh diambil. Demikian pula menurunkan hasil sadapan orang lain jangan sekali-kali dilakukan karena merupakan sumber dosa dan pangkal kenistaan dan noda.

Jaga rang nemu jalan, gede beet, bangat dicangcut dipangadwa sugan urang pajeueung deung gusti deung mantri. Ulah mo pangidalkeun pangadokokongkeun. Lamun bujangga brahmana, wikuhaji mangkubumi, anak ratu, beunghar kokoro, maka nguni gutuloka, ulah mo pahi panggidalkeun kena itu guru sang prebu.
Kalau kita menemukan jalan, besar atau kecil, segeralah bercangcut dan berpangadwa (sejenis pakaian yang terdiri atas dua bagian) sebab mungkin kita berpapasan dengan gusti atau mantri. (maka) kita harus berada di sebelah kiri jalan dan berjongkok. Bila (bertemu dengan) pujangga, brahmana, raja pendeta, mangkubumi, putera raja, kaya atau miskin, demikian pula bila bersua dengan guruloka, kita harus berada di sebelah kirinya karena dia itu guru sang maharaja.

Ingetkeun na siksakandang karesian, deung iseuskeun na haloan. Ulah ngeri(ng)keun estri larangan sakalih, rara hulanjar sakalih, bisi keuna ku haloan si panghawanan, Maka nguni ngarowang tangan, sapanglungguhan di catang, di bale, patutunggalan, haloan si panglungguhan ngara(n)na. Patanjeur-tanjeur di pipir, di buruan, patu-tunggalan, haloan si pana/h/taran ngara(n)na.
Ingat-ingat nasihat dalam siksakandang karesian dan perhatikan dalam godaan. Jangan berjalan mengiringi semua wanita larangan dan semua rara hulanjar (janda belum beranak, janda perawan) agar tidak terkena godaan di perjalanan. Demikian pula memegang tangannya, duduk bersama-sama di atas catang, di balai-balai hanya berdua saja, karena hal itu akan menimbulkan godaan di tempat duduk. Berdiri di belakang rumah atau di halaman berdua saja, hal itu akan menimbulkan godaan yang disebut godaan di tempat berdiri.

Nembalan nu batuk, nu ngadehem, nu ngareuhak, maka nguni embuing; kalih ngawih, ya lembu akalang ngaranya. Nyanda di (u)rut sanghyang kalih deuuk di tihang, di kayu, di batu, nyeueung inya anggeus diri disilihan nyanda, ngara(n)na lembu anggasin. Itu kehna ingetkeuneun lamun dek luput ti naraka,
(demikian pula bila kita) menyahut orang batuk, mendeham, membuang dahak, demikian pula menyahut ibu-ibu yang menyanyi, (merupakan kesalahan yang) disebut lembu memasuki gelanggang. Bersandar pada tiang atau bekas duduk orang suci, pada kayu, atau pada batu, padahal kita melihatnya dan setelah mereka pergi kita menggantikannya bersandar di situ, (juga merupakan kesalahan yang) disebut lembu menantang. Itu semua perlu diingat kalau ingin terluput dari neraka,

Sa/ng/nguni sapanginepan, sapamajikan, satepas, sabale deung sanghyang kalih, deung estri larangan sakalih ngara(n)na kebo sapinahan. Nya kehna ingetkeuneun,
Demikian pula (jika bermalam dalam) satu penginapan, satu tempat-tinggal, seberanda, sebalai-balai dengan semua orang suci, semua wanita larangan, (juga merupakan kesalahan yang) dinamakan kerbau sepemakanan. Ya semuanya perlu diingat,

IX

sinangguh ulah pamali ngara(n)na. (disebut.perbuatan pemali namanya.) Itu haywa ulah dek (di)turut ku hulun sakalih. Lamun urang dek maan inya ma maka majar ka panghulu tandang. Lamun dipicaya ma samayakeun, ku geringna ku paehna ku leungitna. poron mati sareyanana, eta baan. Hamo tu aya na pidosaeun ja kolot na samaya ni(r)ni na agama. Hamo ma dipicaya, ulah! Lamun keudeu ma dek maan inya, gering ma nulung, paeh leungit ma ngagantyan sakadeugdeugna. Sa/ng/mangkana kayatnakna!
semua itu jangan sekali-kali ditiru oleh abdi semuanya. Kalau kita hendak membawa (raja yang sedang sakit) maka berbicaralah kepada penguasa. Kalau disetujui, rundingkanlah perihal sakitnya, matinya, hilangnya barang bawaannya, kuburannya semua, bawalah! Tidak akan menjadikan aturan. Kalau (ternyata) tidak disetujui, jangan berkeras hendak membawa dia, karena bila ia sakit harus diurus, bila mati atau barang-barang bawaannya hilang harus mengganti sendiri menurut kemampuan, karena itu hati-hatilah!

Nihan muwah. Jaga rang kadatangan ku same pangurang dasa, calagara, upeti panggeureus reuma maka suka geui(ng) urang, maka rasa kadatangan ku kula kadang, ku baraya, ku adi lanceuk anak mitra suan kaponakan. Sakitu eta kangken Ngan lamun aya panghaat urang, kicap inum si(m)but cawet suka drebya.
Ini lagi. Kalau kita kedatangan pemungut pajak dalam bentuk dasa (pajak tenaga perorangan), calagara (pajak tenaga kolektif), pemungut upeti, panggeureus reuma (hasil lebih atau hasil cuma-cuma tanpa usaha di bekas ladang), tunjukkanlah rasa suka dalam tingkah kita, anggaplah seperti kedatangan sanak-keluarga, saudara, adik, kakak, anak, sahabat, suan atau keponakan. Demikianlah ibaratnya. Namun bila ada rasa sayang pada kita, sediakanlah makanan, minuman, selimut, kain yang kita miliki.

Maka rasa puja nyanggraha ka hyang ka dewata, Anggeus ma jaga rang dipigunakeun ka gaga ka sawah ka serang ageung, ngikis, marigi, ngandang, ngaburang, marak, mu(n)day, ngadodoger, mangpayang. nyair bi(n)cang; sing sawatek guna tohaan, ulah sungsut, ulah surah, ulah purik deung giringsing, pahi sukakeun sareyanana.
Resapkanlah puja dan berlindung kepada hiyang dan dewata. Bila kita diperintah bekerja ke ladang, ke sawah, ke serang ageung (sawah atau ladang yang padinya digunakan untuk kepentingan upacara umum, atau sawah ladang pejabat), ngikis (memelihara saluran air), menggali saluran, mengandangkan ternak, memasang ranjau tajam, membendung sebahagian alur sungai untuk menangkap ikan, menjala, menarik jaring, memasang jaring, menangguk ikan, merentang jaring; segala pekerjaan untuk kepentingan raja, jangan marah-marah. jangan munafik, jangan resah dan uring-uringan, kerjakanlah dengan senang hati semuanya.

Maka rasa guna urang. Ngan lamun urang pulang ka dayeuh, ulah ngising di pi(ng)gir jalan, di sisi imah di tungtung caangna. bisi kaambeu ku menak ku gusti. Sunguni tu(ng)ku nu rongah-rongah bisi kasumpah kapadakeun ambu bapa pangguruan, kapapas ka nu karolot ku twah urang gagabah. Ngan lamun
Resapkanlah tugas kita. Namun bila kita pulang ke kota, jangan berak di pinggir jalan atau di pinggir rumah di ujung bagian yang tak berumput, agar tidak tercium oleh menak dan gusti. Timbuni tungku yang berlubang-lubang supaya tidak dikutuk dan disalahkan ibu-bapak dan perguruan, disesali oleh orang-orang tua karena perbuatan kita yang ceroboh. Namun kalau

X

(carek) sanghyang siksa, ngising ma tujuh lengkah ti jalan, kiih ma tilu lengkah ti jalan. Boa mo nemu picarekeun sakalih ja urang nyaho di ulah pamali. Kaulah ma duka, pamali ma paeh, deung jeungjeueung gagawar, pucuk tambalung, sugan tampyan dalem, kandang larang(an), bale larangan. Maka nguni ngalangsinang, mapag ngaliwat ratu macangkrama kena itu paranti dosa, Jaga rang asup dalem, maka rea lieuk, sugan ngarumpak nebuk nembung megat jajarah. Jaga urang deuuk, ulah salah hareup, maka rampes disila. Deung sugan urang dibaan lemek ku tohaan, tineungkeun picarek urang. Asing seueup, maka suka ka tohaan.
menurut sanghyang siksa, berak harus tujuh langkah dari jalan, kencing harus tiga langkah dari jalan. Pasti tidak akan dimarahi orang lain karena kita mengetahui perbuatan yang terlarang. Kalau dikerjakan akan mendatangkan sedih. Yang terlarang itu dapat mengakibatkan kematian; dan (dalam kota itu) perhatikanlah tempat hukuman(?). ujung kayu penjepit tangan hukuman, mungkin pemandian keraton, kandang larangan, rumah larangan. Demikian pula memintas jalan, menghampiri atau melewati rombongan raja yang sedang bercengkerama, karena semua itu merupakan perbuatan dosa. Bila kita masuk ke keraton, maka baik-baiklah melihat, jangan sampai melanggar, mendorong, mengganggu atau memutus jajaran (orang-orang yang duduk). Bila kita duduk jangan salah menghadap, baik-baiklah bersila. Dan sekiranya kita diajak bicara oleh raja, pikirkanlah betul-betul bicara kita. Harus layak supaya menyenangkan raja.

Deung maka ilik-ilik dina turutaneun: mantri gusti kaasa-asa, bayangkara nu marek, pangalasan, juru lukis, pande dang, pande mas, pande gelang, pande wesi, guru wida(ng). medu, wayang, kumbang gending, tapukan, banyolan, pahuma, panyadap, panyawah, panyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, pajurit, pamanah, pam(a)rahg, pangurang dasa calagara, rare angon, pacelengan, pakotokan, palika, preteuleum, sing sawatek guna, Aya ma satya di guna di kahulunan. Eta kehna turutaneun kena eta ngawakan tapa di nagara.
Dan perhatikanlah perilaku mereka yang dapat ditiru: mantri, gusti yang terkemuka, bayangkara Pasukan pengawal raja) yang sedang menghadap, pangalasan. juru lukis, pandai besi, ahli kulit, dalang wayang, pembuat gamelan, pemain sandiwara, pelawak, penggarap ladang. Penyadap, pennggarap sawah, penyapu, bela mati, juru moha, barat katiga, prajurit, pemanah, pemarang, petugas dasa dan anak gembala, juru selam dan segala macam pekerjaan. Semua setia kepada tugas untuk raja, itu semua patut ditiru sebab mereka melakukan tapa dalam negara.

Aya ma na urang nu kaseuseul ku tohaan, eta keh ulah dituru(t) twah bisi urang kaseuseul deui. Ini babandingna, upama janma leu(m)pang ngala-
Jika ada seseorang di antara kita yang dimarahi oleh raja, perbuatannya itu semua jangan ditiru, karena nanti kitapun akan mendapat marah pula. Ini perbandingannya; kalau orang pergi ke hu-

XI

san nincak cucuk, tincak keh deui ku urang, sarua sakit/an/na. Nya mana aya ma na urang nu kapuji, «i cangcingan, si langsitan, maka predana, emet imeut rajeun leukeun satya di guna tohaan. Eta ma turut twahna deung gunana, boa urang kapuji deui.
tan menginjak duri, lalu kitapun penginjaknya, terasa sama sakitnya. Bila ada di antara kita yang terpuji: cekatan, terampil, penuh keutamaan, cermat, teliti. rajin, tekun, setia kepada tugas dari raja. Yang demikian itu perlu ditiru perbuatan dan kemahirannya. pasti kitapun akan mendapat pujian pula.

Aya ma/na/ janma rampes ruana, rampes ti(ng)kahna, rampes twahna, turut saageungna kena eta sinangguh janma utama ngara(n)na. Aya ma janma goreng ruana. ireug ti(ng)kahna, rampes twahna, itu ma milah diturut ti(ng)kahna dara sok jeueung rwana. Turut ma twahna. Aya janma goreng rwana. ireug tingkahna, goreng twahna, itu ma caru(t) ning bumi, silih diri na urang sabwana, ngara(n)na calang ning janma. itu kehna ingetkeuneun, hala-hayu goreng-rampes ala guru.
Bila ada orang baik penampilannya, baik tingkahnya, baik perbuatannya, tirulah seluruhnya karena yang demikian itu disebut manusia utama. Bila ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya, tetapi baik perbuatannya. yang demikian itu jangan ditiru tingkahnya, dan perhatikan penampilannya. Tirulah perbuatannya. Kalau ada orang yang buruk penampilannya, pandir tingkahnya dan buruk pula perbuatannya, yang demikian itu noda dunia, menjadi pengganti (tumbal) kita seluruh dunia, namanya kebusukan manusia. Itu semua patut diingat, sengsara dan bahagia, buruk dan baik, tergantung kepada guru.

Ini pengetna, Aya ma janma paeh maling, paeh papanjingan, paeh ngabegal, paeh meor, sing sawatek cekap carut, eta jeueung kena ulah diturutan. Ya eta kangken guru nista ngara(n)na.
Ini tandanya. Ada orang mati waktu mencuri, mati ketika menggerayangi rumah orang, mati waktu menodong, mati waktu merangkum, dan segala macam perbuatan khianat, semua itu harus diperhatikan karena jangan dijadikan contoh. Ya itulah yang disebut guru nista.

Aya ta deui. Lamun urang nyeueung nu ngawayang, ngadenge-keun nu ma(n)tun, nemu siksaan tina carita, ya kangken guru panggung ngara(n)na. Lamun urang nemu siksaan rampes ti nu maca ya kangken guru tangtu ngara(n)na. Lamun mireungeuh beunang nu kuriak ma: ukir-ukiran, paparahatan.
Ada lagi. Kalau kita menonton wayang, mendengarkan juru pantun, Ialu menemukan pelajaran dari kisahnya. itu disebut guru panggung. Bila kita menemukan pelajaran yang baik dari membaca ya disebut guru tangtu. Kalau melihat hasil pekerjaan besar seperti: ukir-ukiran, hasil pahatan,

XII

papadungan, tutulisan, sui nanya ka nu diguna, temu ku rasa sorangan ku beunangna ilik di guna sakalih ya kangken guru wreti ngara(n)na. Nemu agama ti anak, ya kangken guru rare ngara(n)na. Nemu darma ti aki ma ya kangken guru kaki ngara(n)na. Nemu darma ti lanceuk ma ya kangken guru kakang ngara(n)na. Nemu darma ti toa ma ya kangken guru ua ngara(n)na.
(papadungan/papasan kayu?), lukisan, enggan bertanya kepada pembuatnya namun dapat dipahami oleh rasa sendiri hasil mengamati karya orang lain, ya disebut guru wreti. Mendapat ilmu dari anak. disebut guru rare. Mendapat pelajaran dari kakek, disebut guru kaki. Mendapat pelajaran dari kakak, disebut guru kakang. Mendapat palajaran dari toa, disebut guru ua.

Nemu darma ti geusan leumpang di lembur di geusan ngawengi, di geusan eureun, di geusan majik ma ya kangken guru hawan ngara(n)na. Nemu darma ti indung ti bapa ya kangken guru kamulan ngara(n)na. Maka nguni lamun hatur ka mahapandita ya kangken guru utama, ya kangken guru mulya, ya kangken guru premana, ya kangken guru kaupadesaan. Ya sinangguh catur utama ngara(n)na.
Mendapat pelajaran di tempat bepergian, di kampung di tempat bermalam, di tempat berhenti, di tempat menumpang, disebut guru hawan. Mendapat pelajaran dari ibu dan bapak, disebut guru kamulan. Demikian pula kalau berguru kepada maha pendeta, disebut guru utama, ya disebut guru mulya, guru premana, ya guru kaupadesaan. Itulah yang disebut dengan catur utama (empat keutamaan).

Nya mana kitu, lamun a(ng)geus di karma ning akarma, di twah ning atwah, a(ng)geus pahi kaiilikan nu gopel nu rampes, nu hala nu hayu. Kitu lamun aya nu muji urang, suita, maka geuing urang, gumanti pulangkeun ka nu muji, pakeun urang mo kapentingan ku pamuji sakalih. Lamun urang daek dipuji ma kadyangga ning galah dawa sinambungan tuna, rasa atoh ku pamuji.
Karena itu bila telah selesai menunaikan semua kewajiban dan pekerjaan, periksalah kembali mana yang jelek mana yang bagus, mana yang buruk mana yang baik. Begiiulah bila ada yang memuji kita, hendaknya segan dan sadarlah kita, ganti kembalikan kepada yang memuji supaya kita tidak mementingkan pujian orang lain. Kalau kita senang dipuji, ibarat galah panjang disambung dengan ranting (belalai) karena merasa senang oleh pujian.

A(ng)geus ma dipake hangkara ja ngarasa maneh aya di imah maneh, ku hakan ku inum, ku suka ku boga, ku pakarang, teka dipake anggeuhan. Eta kangken galah dawa ta. Eta Kangken pare hapa ta ngara(n)na.
Setelah itu akan menjadi takabur karena merasa diri berkecukupan di rumah sendiri dengan makanan, minuman, kesenangan, kenikmatan dan perabotan, lalu dijadikan andalan. Itu disebut galah panjang. Itu ibarat padi hampa namanya.

XIII

Kitu, lamun aya nu meda urang, aku sapameda sakalih. Nya mana kadyangganing galah cedek tinugelan teka. Upamana urang kudil, eta kangken cai pamandyan. Upamana urang kurit kangken datang nu ngaminyakan. Upamana urang ponyo kangkn datang nu mere kejo. Upamana urang henaang kangken (datang nu) mawakeun aroteun. Upamana urang handeueul kangken (datang) nu mere seupaheun. Ya sinangguh panca parisuda ngara(n)na. Eta kangken galah cedek tinugelan.
Begitulah, kalau ada yang mencela (mengkritik) kepada kita, terimalah kritik orang lain itu. Yang demikian itu ibarat galah sodok dipotong runcing. Ibarat kita sedang kumal, celaan itu bagaikan air pemandian; ibarat kita sedang menderita kekeringan kulit, bagaikan datang orang yang meminyaki, ibarat kita sedang lapar, bagaikan datang yang memberi nasi; ibarat kita sedang dahaga, bagaikan datang orang yang mengantarkan minuman; ibarat kita sedang kesal hati, bagaikan datang orang yang memberi sirih pinang. Itulah yang disebut panca parisuda (lima penawar); ibarat galah pendek dipatahkan.

Lamun maka suka rasa urang, kangken pare beurat sangga. Boa maka hurip na urang reya. Ya katemu wwit ning suka lawan enak. Salang nu ngupat, ala panyaraman. Aya twah urang ma eureunan. Hanteu twah urang ma ungang ambu-bapa. Kalingana janma ngara-(n)na. Ya sinangguh paramar/ra/ta wisesa, ya kangken dewa mangjanma ngara(n)na. Nya sang puma sarira, nya wwit ning hayu, ya puhun ning bener.
Bila kita merasa bahagia, ibarat padi berat isi. pasti sejahteralah orang banyak, karena bertemu dengan sumber kesenangan dan kenikmatan, (yaitu) tahan celaan dan mengambil nasihat orang lain. Bila sedang sibuk tundalah sementara, (lebih-lebih) bila sedang tidak ada pekerjaan, untuk menjenguk ibu-bapak. Itulah yang disebut manusia sejati; yang disebut keutamaan tertinggi: ibarat dewa berwujud manusia namanya; berpribadi sempurna. benih kebajikan dan pohon kebenaran.

Ini pangimbuh ning twah pakeun mo tiwas kala manghurip, pa-keun wastu di imah di maneh. Emet, imeut. rajeun, leukcen, paka predana, morogol-rogol, purusa ning sa, widagda, hapitan. kara wa-leya, cangcingan, langsitan. Jaga ‘rang ngajadikeun gaga-sawh, tihap ulah sangsara. Jaga rang nyieun kebo/a/n, tihap mulah ngu(n)deur ka huma beet sakalih, ka huma lega sakalih. Hamo ma beunang urang laku sadu. Cocooan ulah tihap meuli mulah tihap nukeur. Pakarang ulah tihap nginjeum.
Ini pelengkap perbuatan, agar tidak gagal dalam hidup. agar rumah tangga kita penuh berkah, (yaitu) cermat. teliti, rajin. tekun. cukup sandang, bersemangat, berpribadi pahlawan, bijaksana, berani berkurban, dermawan, cekatan, terampil. Bila kita membuat sawah. untuk sekedar tidak sengsara; bila kita membuat kebun, untuk sekedar tidak mengambil sayur-sayuran di ladang kecil milik orang lain atau ke ladang luas milik orang lain, sebab tak akan dapat memintanya: memelihara ternak tidak sekedar tidak membeli atau menukar (barter), (memiliki) perkakas untuk sekedar dapat dipergunakan, tidak perlu meminjam;

XIV

Simbut-cawet mulah kasarataan, hakan-inum ulah kakurangan, anak-ewe pituturan sugan dipajar durbala siksa. Yatnakeun sanghyang siksakandang karesian.
selimut dan pakaian tidak boleh kekurangan; makan dan minum tidak boleh kekurangan; nasihatilah anak dan isteri supaya tidak dikatakan merusak kesusilaan. Perhatikanlah sanghyang siksakandang karesian.

Jaga rang hees tamba ui(n)duh, nginum twa/h/k tamba hanaang, nyatu tamba ponvo, ulah urang kajo(ng)jonan. Yatnakeun maring ku hanteu. Sa/ng/nguni tu ku anak-ewe, mulah dek paliketan sugan hamo sapitwaheun. Rampes ma beunang urang nyaraman teka nurut na panyaraman, eta keh anak urang ewe urang ngara(n)na.
Hendaknya kita tidur sekedar penghilang kantuk, minum tuak pun sekedar penghilang haus, makan sekedar penghilang lapar, janganlah kita berlebih-lebihan. Ingatlah bila suatu saat kita tidak memiliki apa-apa. Demikian pula (mengenai) kejujuran anak-isteri. jangan bersikap pembeli hati supaya tidak hanya tampaknya saja berbuat. Bila kita berhasil mengajarinya dan menuruti nasihat, itulah anak kita, isteri kita.

Hanteu ma nurut na pamagahan, eta sarua deungeun sakalih. Ngan lamun keudeu, ewe-anak geus ma medeng diaku ku urang. Boa urang kabobotan, boa reujeung sasab ka naraka, leungit batri rang ngabakta, hilang beunang cakal-bakal.
Bila tidak menuruti nasihat, mereka itu sama saja dengan orang lain. Namun bila tetap bandel, isteri dan anak yang demikian, sudahlah jangan kita aku. Pasti kita mendapat beban. pasti tersesat masuk neraka, musnah hasil amal kita, hilang pahala leluhur.

Ini warah sang darma pitutur, sugan ura(ng) tanpa hedap mreo-peksah samutatah. Paesan teh ta susuriyem, jambangan eusi ning bayu ma hening, tah desana tah nora buksah. Kalingana ta, sri ma ngaranya omas. Kitu na omas, lamun hamo dila(n)ja pelek rupana, lamun kalanja ma cenang, rampes ja kaopeksa.
Ini ajaran sang darma pitutur, agar hidup kita tidak tanpa tekad memelihara hasrat. Alat hias itu sisir, bejana berisi air itu jernih, tampak (dasar) tempatnya dan tampak tanpa busa. Dikatakan: seri itu namanya emas, Adapun emas. bila tidak digosok suram warnanya, kalau digosok cemerlang indah sebab terpelihara.

Kitu keh upama urang janma ini. Lamun nurut sanghyang siksa, kapahayu rasana di urang kadyangga ning bener tumemu benernya. Kitu, lamun hamo nurut sanghyang siksa kreta kadyangga ning wilut tumemu wilutnya. Paesan ma ngaranya eunteung. Kitu na eunteung, lamun hamo kawaas, samar kalangkang urang. Lamun kawaas ma puguh rua
Demikianlah tamsil kita manusia ini. Kalau mentaati sanghyang siksa, sejahteralah perasaan kita ibarat lurus bertemu dengan lurusnya. Bila tidak mentaati sanghyang siksa kreta ibarat bengkok bertemu dengan bengkoknya. Alat hias itu cermin. Adapun cermin, bila tidak terlihat, samarlah bayangan kita. Bila terlihat akan jelaslah rupa

XV

urang dina jero eunteung eta.) Kitu keh janma ini, bisa nurut upacara sakalih. Rampes ma boa kalihasan ku rasa di maneh. Lamun hamo ma bisa nurut pamagahan, punggunp tata ngara(n)na.
Begitulah manusia yang hdup di dalam cermin ini, apa yang kita lihat di dalam cermin dapat meniru perilaku orang lain. Bila sempurna pasti terikuti oleh perasaan kita. Kalau tidak akan bisa menuruti nasihat, membelakangi aturan namanya.

Jambangan ma ngara(n)na pamuruyan. Kangken cai hening ma hedap urang kreha. Ya mana kitu, mana na waas, teger rame a(m)bek. Desa ma ngaranya dayeuh, Na dayeuh, lamun kosong. hanetu turutaneunana. Kitu na sabda, lamun hamo kaeusi carut ngara(n)na. Hengan lamun kaeusian ma na kahanan, eta keh na turutaneun. Kitu keh na sabda. Mana kaeusian, mana dipajar bener laksana.
Jembangan itu disebut tempat bercermin. Yang dapat dianggap air bening itu ialah budi kita yang baik. Oleh sebab itu maka lihatlah agar pikiran kita tetap hidup. Negeri itu disebut kota. Adapun kota, bila kosong tak ada yang patut ditiru. Demikian pula perkataan, bila tidak berisi. dusta namanya. Tetapi bila bersih dan pada tempatnya, itu semuanya patut ditiru, Demikianlah semua perkataan. Bila terisi, maka dikatakan benar-benar terbukti.

Kitu keh urang janma ini. Lamun dek nyaho di puhun suka lawan enak ma ingetkeun saur sang darma pitutur. Ini silokana:
tadaga carita hangsa
gajendra carita banem
matsyanem carita sagarem
puspanem carita bangbarem
Demikianlah kita manusia ini. Bila ingin tahu sumber kesenangan dan kenikmatan. ingat-ingatlah kata sang darma pitutur. Inilah selokanya:
telaga dikisahkan angsa
gajah mengisahkan hutan
ikan mengisahkan laut
bunga dikisahkan kumbang

Kalinganya, kitu ja rang dek ceta, ulah salah geusan nanya. La-mun hayang nyaho di tanian herang, talaga banyu atis ma hangsa tanya. Kalingana ma aya janma atisti ring apraniti. herang tineung. rame ambek, nya(ng)kah, kangken hangga dina talaga herang.
Maksudnya, demikianlah bila kita akan bertindak, janganlah salah mencari tempat bertanya. Bila ingin tahu tentang taman yang jernih, telaga berair sejuk tanyalah angsa. Umpamanya ada orang menekuni pedoman hidup, jernih pikiran, hidup hasratnya, bergelora, dapat diibaratkan angsa yang berada di telaga bening.

Hayang nyaho di j(e)ro ning laut ma. matsya tanya. Kalingana ma upama hayang nyaho di hedap sang dewa ratu deung di hedap mahapandita. Hayang nyaho di Iwir ning leuweung ma gajah tanya. Ini ka-lingana. Kangken Iwir ta ma nyaho di tineung nu reya. Kangken gajah ta ma nyaho di bebedas sang
Bila ingin tahu isi laut bertanyalah kepada ikan. Ibaratnya orang ingin tahu tentang budi maka bertanyalah kepada raja dan mahapendeta. Bila ingin tahu tentang isi hutan bertanyalah kepada gajah, Ini maksudnya. Yang diibaratkan isi ialah tahu keinginan orang banyak. Yang diibaratkan gajah ialah tahu tentang kekuatan sang

XVI


dewa ratu (Raja). Bila ingin tahu tentang harum dan manisnya bunga, bertanyalah kepada kumbang. Maksudnya yang diibaratkan kumbang itu ialah orang dapat pergi mengembara. tahu perilaku orang lain. Yang diibaratkan harum bunga ialah manusia yang sempurna tingkah lakunya, manis tutur katanya selalu tampak tersenyum penuh kebahagiaan. Maksudnya janganlah salah memilih tempat bertanya.

Hayang nyaho di sakweh ning carita ma: Damarjati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakarma. Ramayana, Adiparwa, Korawasarma, Bimasorga, Rangga Lawe, Boma, Sumana, Kala Purbaka, Jarini, Tantri; sing sawatek carita ma memen tanya.
Bila ingin tahu semua ceritera seperti: Damarjati, Sanghyang Bayu, Jayasena, Sedamana, Pu Jayakarma, Ramayana, Adiparwa. Korawasarma, Bimasorga, Rangga Lawe, Boma, Sumana. Kala Purbaka, Jarini, Tantri; ya segala macam ceritera bertanyalah kepada dalang.

Hayang nyaho di sakweh ning kawih ma: kawih bwatuha. kawih panjang, kawih lalanguan. kawih panyaraman, kawih sisi(n)diran, kawih pengpeledan, bongbong kaso, pererane, porod eurih, kawih babahanan, kawih ba(ng)barongan, kawih tangtung, kawih sasa(m)batan, kawih igel-igelan; sing sawatek kawih ma, paraguna tanya.
Bila ingin tahu segala macam lagu, seperti: kawih bwatuha, kawih panjang, kawih lalanguan. kawih panyaraman, kawih sisindiran, kawih pengpeledan, bongbongkaso, pererane, porod eurih, kawih babahanan, kawih bangbarongan, kawih tangtung, kawih sasambatan, kawih igel-gelan: segala macam lagu, bertanyalah kepada paraguna (ahli karawitan).

Hayang nyaho di pamaceuh ma: ceta maceuh, ceta nirus, tata-pukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun le(m)bur, ngadu lesung, asup kana lantar, ngadu nini;sing sawatek (ka)ulinan ma, hempul tanya.
Bila ingin tahu permainan, seperti: ceta maceuh. ceta nirus, tatapukan, babarongan, babakutrakan, ubang-ubangan, neureuy panca, munikeun lembur, ngadu lesung. asup kana lantar, ngadu nini: segala macam permainan, bertanyalah kepada empul.

Hayang nyaho di pantun ma: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; prepantun tanya.
Bila ingin tahu tentang pantun, seperti: Langgalarang, Banyakcatra, Siliwangi, Haturwangi; bertanyalah kepada juru pantun.

Sa(r(wa Iwir/a/ ning tulis ma: pupunjengan, hihinggulan, kekem-bangan, alas-alasan, urang-urangan, memetahan, sisirangan, ta-
Bila ingin tahu tentang segala macam lukisan, seperti: pupunjengan, hihinggulan, kekembangan, alas-alasan. urang-urangan, memetahan, sisirangan, ta-

XVII

ruk hata, kembang tarate; sing sawatek tulis ma, lukis tanya. Sa(r)wa Iwir/a/ ning teuteupaan ma telu ganggaman palain. Ganggaman di sang prabu ma: pedang, abet, pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa pina/h/ka dewanya, ja paranti maehan sagala. Ganggaman sang wong tani ma: kujang, baliung, patik, kored, sadap. Detya pina/h/ka dewanya, ja paranti ngala kikicapeun iinumeun. Ganggamam sang pandita ma: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa pina/h/ka dewanya, ja itu paranti kumeureut sagala. Nya mana teluna ganggaman palain deui di sang prebu, di sang wong tani, di sang pandita. Kitu lamun urang hayang nyaho di sarean(ana), eta ma panday tanya.
ruk hata, kembang tarate: segala macam lukisan, bertanyalah kepada pelukis. Bila ingin tahu tentang segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang. baliung. patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi.

Sa(r)wa Iwir/a/ ning ukir ma: dinanagakeun, dibarongkeun, ditiru paksi, ditiru were, ditiru singha; sing sawatek ukir-ukiran ma, ma-rangguy tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam ukiran ialah: naga-nagaan, barong-barongan. ukiran burung. ukiran kera, ukiran singa; segala macam ukiran, bertanyalah kepada maranggi (ahli ukir).

Sa(r)wa Iwir/a/ ning oolahan ma: nyupar-nyapir rara ma(n)di, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruruum, amis-amis; sing sawatek kaolahan, hareup catra tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam masakan, seperti: nyupar-nyapir, rara mandi, nyocobek, nyopong koneng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, papanggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruum diamis-amis; segala macam masakan, bertanyalah kepada hareup catra (juru masak).

Sa(r)wa Iwir/a/ ning boeh ma: kembang mu(n)cang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi-pasi, kalangkang ayakan, poleng re(ng)ganis, jaya(n)ti, cecempaan, paparan a-
Bila ingin mengetahui segala macam kain. seperti: kembang muncang, gagang senggang, sameleg, seumat sahurun, anyam cayut, sigeji, pasi, kalangkang ayakan, poleng rengganis, jayanti, cecempaan, paparana-

XVIII

kan, mangin haris sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh, gaganjar, lusian besar, kampuh jaya(n)ti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten; sing sawatek boboehan ma pangeuyeuk tanya.
kan, mangin haris, sili ganti, boeh siang, bebernatan, papakanan, surat awi, parigi nyengsoh. gaganjar, lusian besar, kampuh jayanti, hujan riris, boeh alus, ragen panganten; segala macam kain, bertanyalah kepada pangeuyeuk (ahli tekstil).

Lamun hayang nyaho di agama parigama ma: acara eleh ku adigama, adigama eleh ku gurugama, gurugama eleh ku tuhagama, tuhagama eleh ku satmata, satmata eleh ku surakloka, surakloka eleh ku niraweerah. Utama janma wahye dosa. Wahye dosa utama janma; sing sawatek agama parigama ma pratanda tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam agama dan parigama: acara tunduk kepada adigama, adigama tunduk kepada gurugama, gurugama tunduk kepada tuhagama, tuhagama tunduk kepada satmata, satmata tunduk kepada surakloka, surakloka tunduk kepada nirawerah. Manusia utama bebas dari dosa, Bebas dari dosa ciri manusia utama; segala hal mengenai agama dan parigama bertanyalah kepada pratanda.

Sugan hayang nyaho di tingkah prang ma: makarabihwa, katra-bihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka. braja panjara. asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngali(ng)ga manik. lemah mrewasa, adipati, prebu sakti, pake prajurit, tapak sawetrik; sang hulujurit tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam tentang perilaku perang, seperti: makarabihwa, katrabihwa, lisangbihwa, singhabihwa, garudabihwa, cakrabihwa, suci muka, braja panjara, asu maliput, merak simpir, gagak sangkur, luwak maturut, kidang sumeka, babah buhaya, ngalingga manik. lemah mrewasa, adipati, prebu sakti, pake prajurit, tapak sawetrik; bertanyalah kepada panglima perang.

Hayang nyaho di sakweh ning aji mantra ma: jampa-jampa. geugeui(ng), susuratan. sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, su-sudaan. huriphuripan, tu(n)duk iyem, pararasen, pasakwan:.sing sa-watek aji ma sang brahmana tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam mantra, seperti: jampa-jampa, geugeuing. susuratan, sasaranaan, kaseangan, pawayagahan, puspaan, susudaan, hurip-huripan, tunduk iyem, pararasen, pasakwan; segala macam ajian bertanyalah kepada brahmana.

Hayang nyaho di puja di sanggar ma: patah puja daun, gelar palayang, puja kembang. nya(m)pingan lingga, ngomean sanghyang, sing sawatek muja ma ja(ng)gan tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam tentang puja dan sanggar, seperti: patah puja daun, gelar palayang, puja kembang, nyampingan lingga, ngomean sanghyang: segala macam hal mengenai memuja bertanyalah kepada janggan (biarawan).

Hayang nyaho di dawuh nalika ma: bu-
Bila ingin mengetahui segala macam tentang perhitungan waktu, seperti: bu-

XIX

lan gempa, tahun tanpa te(ng)gek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala ma(n)deg, bumi kape(n)dem, bumi grempa; sing sawatek nyaho di carek /ma/ nu beuheula, bujangga tanya.
lan gempa, tahun tanpa tenggek, tanpa sirah, sakala lumaku, sakala mandeg. bumi kapendem, bumi grempa: segala macam pengetahuan warisan leluhur, bertanyalah kepada bujangga.

Hayang nyaho di darmasiksa, siksakandang, pasuktapa, padenaan, maha pawitra, siksa guru, dasa sila, tato bwana, tato sarira, tato ajnyana ma; sing sawatek eusi pustaka. sang pandita tanya. Maka nguni kasorgaan di sakala kaprabuan, kamulyaan, kamul-yaan, kautamaan, kapremanaan, kawisesaan; ratu tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam tentang darmasiksa. siksakandang, pasuktapa, padenaan. maha pawitra, siksa guru, dasa sila, tato bwana. tato sarira, tato ajnyana; segala macam isi pustaka, bertanyalah kepada pendeta, Demikian pulah bila ingin mengetahui segala macam tentang kesempurnaan di seluruh kerajaan, kemulyaan, keutamaan, kewaspadaan, keagungan, bertanyalah kepada raja.

Hayang nyaho dipatitis bumi ma: ngampihkeun bumi, masinikeun na urang sajagat, parin pasini, ngadengdeng, maraspade, ngukur, nyaruakeun, nyipat, midana, lamun luhur dipidatar, ancol dipakpak; sing sawatek ampih-ampih ma mangkubumi tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam tentang cara-cara mengukur tanah, seperti : mengatur tempat, membagi-bagikan kepada seluruh rakyat, memberi tanda batas, meratakan, membersihkan lahan, mengukur, menyamakan, meluruskan, .mengatur. bila tinggi didatarkan, bila rendah diratakan; segala macam pengaturan tempat. bertanyalah kepada mangkubumi.

Lamun hayang nyaho di sakweh ning labuhan ma, maka nguni: gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo, karang nunggung, tunggara, barat daya; sing sawatek saba di laut ma, lalayaran, puhawang tanya.
Bila ingin mengetahui segala macam tentang semua pelabuhan, demikian pula: gosong, gorong, kabua, ryak mokprok, ryak maling, alun agung, tanjung, hujung, nusa, pulo. karang nunggung, tunggara, barat daya: segala macam tempat di laut, pelayaran, bertanyalah kepada puhawang (nakhoda).

Hayang nyaho di sawatek arega ma: telu sayuta, telu saketi, telu salaksa. telu sariwu, telu satak, telu saratus, telu sapuluh, maka nguni karobelah, katelubelah, kapatbelah, kalimabelah, kanembelah, kapitubelah, kawolubelah; sing sawatek arega ma citri-
Bila ingin mengetahui segala macam tentang harga, seperti: tiga juta, tiga ratus-ribu, tiga puluh ribu, tiga ribu, enam ratus, tiga ratus, tiga puluh, demikian pula kedua belas, ketiga belas, keempat belas, kelima belas, keenam belas. ketujuh belas, kedelapan belas: segala macam harga bertanyalah kepada citri-

XX

k byapari tanya. (k byapari
orang terpelajar/pandai).

Hayang nyaho di sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita. kal/e/pa carita; sing sawatek nata-nata para dewata kabeh, sang wiku paraloka tanya,
Bila ingin mengetahui segala macam tentang sandi, tapa, lungguh, pratyaksa. putus tangkes, kaleupaseun, tata hyang, tata dewata, rasa carita, kalpa carita: segala macam mengenai penyebutan para dewata semuanya, bertanyalah kepada wiku paraloka.

Aya ma nu urang dek ceta, ulah salah geusan nanya. Lamun dek nyaho di carek para nusa ma: carek Cina, Keling, Parasi, Mesir, Samudra, Banggala, Makasar, Pahang, Kala(n)ten, Bangka, Buwun, Beten. Tulangbawang, Sela, Pasay, Parayaman, Nagara Dekan, Dinah, Andeles, Tego, Maloko, Badan, Pego, Malangkabo, Mekah, Buretet, Lawe, Saksak, Se(m)bawa, Bali, Jenggi, Sabini, Ngogan, Kanangen, Kumering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, /Bali/. Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; sing sawatek para nusa ma sang jurubasa darmamurcaya tanya.
Bila kita hendak bertindak, jangan salah mencari tempat bertanya. Bila ingin mengetahui segala macam bahasa negara-negara lain, seperti: bahasa Cina, Keling, Parsi, Mesir, Samudra, Banggala, Makasar, Pahang, Kelantan, Bangka, Buwun, Beten, Tulangbawang, Sela, Pasay, Negara Dekan, Madinah, Andalas, Tego, Maluku, Badan, Pego, Minangkabau, Mekah, Buretet, Lawe, Sasak, Sumbawa, Bali, Jenggi, Sabini; Ogan, Kanangen, Momering, Simpang Tiga, Gumantung, Manumbi, Babu, Nyiri, Sapari, Patukangan, Surabaya, Lampung, Jambudipa, Seran, Gedah, Solot, Solodong, Indragiri, Tanjung Pura, Sakampung, Cempa, Baluk, Jawa; segala macam (bahasa) negara-negara lain, bertanyalah kepada juru basa darmamurcaya.

Eta kehna kanyahokeuneun di tuhuna di yogyana. Aya ma nu majar mo nya(h)o, eta nu mo satya di guna di maneh, mo teuing di carek dewata urang. Tan /n/awurung inanti dening kawah lamun guna mo dipiguna, lamun twah mo dipitwah, sahinga ning guna kreta kena itu tangtu hyang tangtu dewata.
Itu semua patut diketahui tepatnya dan perlunya. Bila ada yang mengatakan tidak perlu tahu; itulah yang tidak akan setia kepada keahlian dirinya, mengabaikan ajaran leluhur kita. Pasti ditunggu oleh neraka bila keahlian tidak dimanfaatkan, bila kewajiban tidak dipenuhi, untuk mencapai kebajikan dan kesejahteraan karena semua itu ketentuan dari hyang dan dewata.

Sakala batara jagat basa ngretakeun bumi niskala. Basana: Brahma, Wisnu, Isora, Mahadewa, Siwa-
Suara panguasa alam waktu menyempurnakan mayapada. Ujarnya: Brahma, Wisnu, isora, Mahadewa, Siwa-

XXI

bakti ka Batara! Basana: Indra, Yama, Baruna, Kowera, Besawarma, bakti ka Batara! Basana: Kusika, Garga, Mestri, Purusa, Pata(n)jala, bakti ka Batara: Sing para dewata kabeh pada bakti ka Batara Seda Niskala. Pahi manggihkeun si tuhu lawan preityaksa.
h, baktilah kepada Batara! Ujarnya: Indra. Yama, Baruna, Kowara, Besawarma, baktilah kepada Batara! Ujarnya: Kusika, Garga, Mestri, Purusa, Patanjala, baktilah kepada Batara! Maka para dewata semua berbakti kepada Batara Seda Niskala (Batara Seda Niskala adalah istilah Hyang yang disanskertakan dan berarti Tuhan Yang Maha Gaib) Semua menemukan “Yang Hak” dan “Yang Wujud”.

Ini na parmanggihkeuneun dina sakala, tangtu batara di bwana pakeun pageuh jadi manik sakurungan, pakeuneun teja sabumi. Hulun bakti di tohaan, ewe bakti di laki, anak bakti di bapa, sisya bakti di guru, mantri bakti di mangkubumi, mangkubumi bakti di ratu, ratu bakti di dewata. Disuruh neguhkeun di sarira, matitiskeun bayu sabda hedap. Lamun itu hamo kapiguna kapitwah ku na janma kanista madya utama pada ditibakeun kana kawah si tambrah gomuka. Wijayajana janma kawisesa ku dewata pun.
Ini yang harus ditemukan dalam sabda, ketentuan Batara di dunia agar teguh menjadi “Permata di dalam sangkar”, untuk cahaya seluruh dunia, Hamba tunduk kepada majikan, istri tunduk kepada suami, anak tunduk kepada bapak, siswa tunduk kepada guru, mantri tunduk kepada nu nangganan, nu nangganan tunduk kepada mangkubumi, mangkubumi tunduk kepada raja, raja tunduk kepada dewata. Kita harus memperteguh diri, menertibkan hasrat, ucap dan budi. Bila hal itu tidak diterapkan dan dilakukan oleh orang-orang dari golongan rendah, menengah dan tinggi semua akan dijerumuskan ke dalam neraka Si Tambra Go(h)muka. Karena keunggulan ilmu manusia terungguli oleh dewata.

Saur sang darma pitutur mujarakeun sabda sang rumuhun. Aya deui babandingna. Kitu upamana urang leumpang ka Jawa, hamo nurut carekna deungeun carana, mangu rasa urang. Anggeus ma urang pulang deui ka Sunda, hanteu bisa carek Jawa, asa hanteu datang nyaba. Poos tukuna beunang tandang ja hanteu bisa nurut care(k)na.
Kata sang darma pitutur mengajarkan ucap para leluhur. Ada lagi perbandingannya. Demikianlah umpamanya kita pergi ke Jawa, namun tidak mengikuti bahasa dan adatnya, maka akan termangu-mangu perasaan kita. Setelah kita kembali ke Sunda, tidak dapat berbicara bahasa Jawa, seperti yang bukan pulang dari rantau. Percuma hasil jerih payahnya sebab tidak bisa berbicara bahasanya.

Kitu urang ianma ini. Ha(ng)ger turun ti niskala hanteu katemu cara dewata, geura-geura dek mangjanma ja ireug tingkahna, hanteu bisa nurut twah nu nyaho. Aya kapitwah ta nu mo satya, nu tan yogya: lumekas manggawe hala: papanjingan, bubunyan, kapiadi, ka-pilanceuk. Nya mana wadon ngarasa lalaki la-
Demikianlah kita manusia ini. Tetap turun dari alam gaib tidak menemukan jalan kedewataan, ingin cepat-cepat menjelma karena pandir kelakuannya, tidak dapat meniru perbuatan orang yang mengetahui. Malahan yang ditiru itu orang yang tidak setia, yang tidak layak, cepat berbuat kejahatan: menyelinap ke rumah perempuan, lalu main serong dengan orang yang terhitung adik atau kakak. Lalu perempuan merasai pria yang bu-

XXII

in salakina, tan yogya ngara(n)na. Lalaki ngarasa wadon lain eusi imahna, tan yogya ngara(n)na. WSnang ditibakeun kana kawah si mregawijaya. Janma ngawisesakeun nu salah,
kan suaminya, tidak layak namanya. Laki-laki merasai wanita yang bukan istrinya, tidak layak namanya. Boleh dijerumuskan ke dalam neraka si mregawijaya. (sebagai) manusia yang mengutamakan perbuatan yang salah.

Ini silokana twah janma salah: burangkak, marende, mariris, wi-rang. Ya ta catur buta ngara(n)na. Kalingana burangkak ma ngaranya gila. Nu kangken maka gila ta ma twah janma: dengi. tungi, torong, gasong, campelak sabda, gopel twah, panas hate, tan yogya ngara(n)na, Nya keh nu kangken maka gila ta twah janma sakitu. Jadina ta raksasa, durgi, durga, kala, buta, geusan ta di mala ning lemah.
Inilah ungkapan perbuatan manusia yang salah: burangkak, marende, mariris. wirang. Yang disebut catur buta (empat hal yang mengerikan). Maksudnya burangkak berarti mengerikan. Yang dianggap mengerikan yaitu kelakuan manusia yang ketus, tak mau menyapa sesama orang. bicara sambil marah dan membentak, bicara sambil membelalak, bicara kasar dengan nada menghina, buruk kelakuan, berhati panas, tidak layak namanya. Ya itulah yang dianggap mengerikan perbuatan manusia semacam itu. Tak ubahnya seperti raksasa, durgi. durga, kala, buta, layaknya menempati tanah-tanah yang kotor.

Mala ning Iemah ngara(n)na: sodong, sarongge, cadas gantung. mu(ng)kal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nu(ng)gang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan, Iemah sahar. dangdang wariyan, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalo(m)beran. jaryan, sema; sawatek lemah kasingsal.
Yang disebut tanah-tanah yang kotor ialah: sodong, sarongge, cadas gantung, mungkal pategang, lebak, rancak, kebakan badak, catang nunggang, catang nonggeng, garunggungan, garenggengan. lemah sahar, dangdang warian, hunyur, lemah laki, pitunahan celeng, kalomberan, jaryan, kuburan; golongan tanah terbuang.

Sakitu kajadian nu keudeu di twah nu gopel; ja twah ning janma nu mere gila ta. Jadina ta sawatek maha gila, ja hanteu nurut sanghyang sasana kreta, ja ngarumpak sanghyang siksakandang karesian. Nya mana jadi maha gila ya ta kalinga ning burangkak ngara(n)na. Marande ma ngara(n)na dibeka tiis nya karah panah. Diheman-keun, dikarunyaan, diipuk, dineneh, dibere suka-boga hulun-kuring: nya karah kirakirakeuneu(n)ana; byakta keuna ku na kapapaan eusi tegal si pantana, sayajnyana lohna.
Demikianlah kejadiannya bagi yang berkeras berbuat buruk; karena perbuatan manusia yang bertingkah menakutkan orang lain kejadiannya tergolong kepada maha gila, karena tidak mengikuti sanghyang sasanakreta, karena melanggar sanghyang siksakandang karesian. Maka menjadi maha gila itulah yang dimaksud dengan burangkak. Marende berarti diduga dingin nyatanya panas. Dimanjakan, dikasihani, dibujuk, disayangi, diberi kesenangan dan kenikmatan, diberi hamba kaula; demikianlah direncanakannya. Nyatanya terkena oleh isi tegal si pantana (sumber kehancuran), yang mengalirkan kurban.) Timur makapalap (Dari Timur bersenjatakan

XXIII

kandaga. Saketi wong kena i rika. Ti kidul ma gunung watu. Pareng sarewu wong papa i rika. Ti barat yaksa geni-muka. Tan keuna wruhan wong kwehnya papa i rika. Ti kaler kadi walang sinudukan, pareng satus wong papa i rika. Ti tengah gagak si antana lawan sang senayaksa. Sewu-sewu wong papa i rika. Ya kapapa(n) ning marende ngara(n)na.
pedang. Seratus ribu orang terkena di sana. Dari Selatan gunung Batu. Berbarengan seribu orang nista di sana. Dari Barat raksasa bermuka api. Tidak terhitung jumlah orang nista di sana. Dari Utara seperti belalang ditusuki. Berbarengan seratus orang nista di sana. Dari tengah gagak si penghancur dengan sang senayaksa. Beribu-ribu orang nista di sana. Ya kenistaan karena marende namanya.

Mariris ma ngara(n)na camah, jiji manan tahi, camah manan wangke a(m)beu. Kitu keh twah janma cacarokot. barang cokot. A(ng)geus ma barang ala hamo menta, maling, numpu, meor, ngarebut; song sawatek curaweda ka nu bener.
Mariris berarti jijik, lebih jijik dari tahi, lebih jijik dari bangkai busuk. Demikianlah perbuatan orang yang panjang tangan, suka mengambil barang milik orang. Memetik apa-apa tanpa meminta, mencuri, merampok, mengecoh, merampas; segala macam dusta terhadap kebenaran.

Paeh ma atmana papa. Sariwu saratus tahun keuna ku sapa batara. tangeh mana jadi janma. Aya jadina ta kotor: janggel, hileud tahun, piteuk, titi(ng)gi, jambelong, limus sakeureut, mear, pacet, lentah, lohong. gorong; sawatek dipake jiji ku na urang reya. Ya ta sinangguh mariris ngara(n)na.
Bila mati ruhnya sengsara. Seribu seratus tahun terkena kutuk Batara, jauh dari kemungkinan menjadi manusia. Kalau menjelma menjadi binatang kotor. seperti: janggel, ulat tahun. piteuk, titinggi, jambelong, limus sakeureut, mear, pacet, lintah. lohong, gorong; segala macam yang dianggap jijik oleh orang banyak. Itulah yang disebut mariris.

Wirang ma ngara(n)na: mumul tuhu, mumul bener, mumul yogya, mumul duga-duga, mumul bema. Lamun carut ma: harema, harems(a), bogoh, gawok. Lamun paeh ma eta atmana ma(ng)gihkeun papa, wot gonggang, cukang cueut, batu kacakup. Kajadikeun ma ka bwana jadi watek maha gila: warak, macan, wuhaya, ula /m/ageung; sawatek maka gila janma. Ya ta ma wirang ngara(n)na. Sakitu ma catur buta,
Wirang berarti: tidak mau jujur. tidak mau benar, tidak mau layak. tidak mau terus terang, tidak mau berusaha. Bila memiliki sifat tercela seperti mengancam, membunuh, madat (ketagihan), tak mau kapok. Bila mati ruhnya mengalami sengsara di jembatan goyang (lapuk), titian tua, batu tertutup. Bila menjelma ke dunia menjadi golongan makhluk yang menakutkan, seperti: badak, harimau, buaya, ular besar; segala macam hewan yang menakutkan manusia. Itulah yang disebut wirang. Sekianlah tentang catur buta.

Ini ma upama janma tandang ka Cina. Heubeul mangkuk di Cina, nyaho di karma Cina, di ti(ng)kah Cina, di polah Ci-
Ini mengumpamakan seseorang pergi ke Cina. Lama tinggal di Cina, paham tentang perilaku orang Cina,ber tingkahlaku seperti Cina, berulah seperti Ci-

XXIV

na, di kararampesan Cina. Katemu na cara telu: kanista, madya, utama. Pahi nyaho di sabda sang prabu, sang rama, sang resi, bisa matitiskeun bayu, sabda, heddap. Nya mana nya ho di geui(ng), di upageui(ng), di parigeui(ng); ya ta tri geui(ng) ngara(n)na.
na, keberesan Cina. Dapat memahami bahasa ketiga golongannya: yang rendah. sedang, tinggi. Lalu memahami sabda sang prabu, sang rama. sang resi, bila dapat mengendalikan keinginan, tutur kata, dan budi. Maka yang demikian itu mengetahui tentang geuing. upageuing. parigeuing; yaitu yang disebut trigeuing.

Geui(ng) ma bisa ngicap bisa ngicup dina kasukaan. Ya geui(ng) ngara(n)na. Upageui(ng) ma ngara(n)na bisa nyandang bisa nganggo, bisa babasahan, bisa dibusana, Ya upageui(ng) ngara(n)na. Parigeui(ng) ma ngara(n)na bisa nitah bisa miwarang ja sabda arum wawangi. Nya mana hanteu surah nu dipiwarang ja katuju nu beunang milabuh siloka.
Geuing ialah dapat makan dan dapat minum dalam kesenangan. Itulah arti geuing. Upageuing berarti dapat bersandang. dapat berpakaian, dapat berganti pakaian (selama yang lain dicuci), dapat berbusana. Itulah arti upageuing. Parigeuing berarti dapat memerintah. dapat menyuruh, karena tuturnya manis dan ramah. Sehingga tidak merasa segan orang yang disuruh karena terkena oleh hasil menyelami seloka.

Lamun ka beet ma basana: utun, eten, orok, anak ing, adi ing. Ka kolot ma basana: lanceuk ing, suan ing, euceu ing, aki ing. Pangwastu nama sumanger teu(ng)teuing amat Sakitu na dasa pasantra, geus ma: guna, rama, hook, pesok, asih, karunya, mupreruk, ngulas, nyecep, ngala angeen. Nya mana suka bungah padang caang nu dipiwarang. Ya ta Sinangguh parigeui(ing) ngara(n)na.
Kepada yang masih muda panggillah dengan sebutan: utun (buyut). eten (upik), orok (bayi), anaking (anakku), adi ing (adikku). kepada yang tua panggillah dengan sebutan: lanceuk ing (kakakku). suan ing (uaku). euceu ing (kakak perempuanku), aki ing (kakekku). Sebutan semacam ini dilakukan karena menyebut nama berkesan keterlaluan. Demikianlah (yang disebut) dasa pasantra (sepululi penenang hati), yaitu bijaksana, ramah, sayang, memikat hati. kasih. iba membujuk, memuji, membesarkan hati, mengambil bati. Maka senang. gembira, dan cerahlah orang yang dperintah. Itulah yang disebut parigeuing.

Ini silokana: mas, pirak, komala, hinten, ya ta sanghyang catur yogya ngara(n)na. Ini kalingana. Mas ma ngaranya sabda tuhu tepet byakta panca aksara. Pirak ma ngaranya ambek kreta yogya rahayu! Komala ma ngaranya geui(ng) na padang caang lega loganda. Hinten ma ngaranya cangcing ceuri semu imut rame ambek. Ya ta sinangguh catur yogya ngaranya.
Inilah selokanya: emas, perak, permata, intan. yang disebut catur yogya (empat hal yang terpuji). Maksudnya adalah Emas berarti ucapan yang jujur. tepat, nyata panca aksara. Perak berarti hati yang tenteram, baik. bahagia. Permata berarti hidup dalam keadaan cerah. puas, leluasa. Intan berarti mudah tertawa. murah senyum, baik hati. Itulah yang disebut catur yogya.

Ya ta janma bijil ti nirmala ning lemah, pahoman, pabutelan, pamujaan, l(e)mah maneuh, candi,
Ada orang yang kemuliaannya muncul dari kesuciannya (seperti): pancak saji (rumah sajen), pabutelan, pemujaan. rumah adat, candi

XXV

prasada, lingga linggih, batu gangsa, lemah biningba ginavve wongwongan, sasapuan. Sakitu, saukur lemah kasucikeun, cai kasucikeun, kapawitrakeun. Nya keh janma rahayu, janma rampes, ya janma kreta,
kuil, palinggihan, sanggar hyang (Bali: Sulinggih), batu perunggu. tempat arca, lalu membuat orang-orangan dan membersihkannya. Demikianlah seluruh permukaan tanah terurus, air dapat disucikan, diberkati. Itulah manusia bahagia, manusia sempurna. ya manusia sejahtera.

Nu kangken bijil ti nirmala ning lemah ma ngara(n)na, inget di sanghyang siksa, mikuku(h) talatah ambu bapa aki lawan buyut, nyaho di siksaan mahapandita, mageuhkeun ujar ing kreta. Ini carita baheula nu nanjeurkeun sanghyang sasana kreta: Rahyangtang Dewaraja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta ti M(e)dang, Rahyangta ri Menir. Ya ta sinangguh catur kreta ngara(n)na.
Yang dianggap muncul dari kesucian tanah yaitu, ingat kepada sanghyang siksa. berpegang teguh kepada ajaran ibu. bapak, kakek, dan buyut. mengetahui peraturan bagi maha pendeta, mengukuhkan kata-kata kesentosaan. Menurut cerita zaman dahulu yang menegakkan sanghyang sasanakreta itu ialah: Rahyangta Dewa Raja, Rahyangta Rawunglangit, Rahyangta di Medang, Rahyangta di Menis. Itulah yang disebut catur kreta.

Nya mana kitu ayeuna na janma inget di sanghyang darma(wi)-sesa, nyaho di karaseyan ning janma. Ya ta sinangguh janma rahaseya ngara(n)na, Lamun pati ma eta atmana manggihkeun sorga rahayu. Manggih rahina tanpa balik peteng, suka tanpa balik duka, sorga tanpa balik papa, enak tanpa balik lara, hayu tanpa balik hala, nohan tanpa balik wogan, mokta tanpa balik byakta, nis tanpa balik hana, hyang tanpa balik dewa. Ya ta sinangguh parama lenyep ngara(n)na.
Oleh karena itu, sekarang manusia ingat kepada sanghyang darmawisesa sebagai cara untuk mengetahui kerahasiaan manusia. Itulah yang disebut manusia (yang paham) rahasia. Orang semacam ini bila mati maka sukmanya akan menemukan sorga kebahagiaan. Mengalami siang tanpa malam, merasakan suka tanpa duka, memperoleh kemulyaan tanpa kenistaan, senang tanpa penderitaan, indah tanpa buruk, gaib tanpa wujud, menjadi hyang tanpa menjadi dewa kembali. Itulah yang disebut parama lenyep (kesadaran utama).

Kitu keh janma ayeuna. Upama urang mandi, cai pitemu urang hengan ta na cai dwa piliheun(a)na; nu keruh deungeun nu herang. Kitu keh twah janma. Dwa nu kapaknakeun: nu goce deungeun nu rampes. Kitu keh janma. mana na kapahayu ku twah nu mahayu inya. Nya mana janma mana hala ku twahna mana hayu ku twahna.
Demikianlah manusia sekarang. Bila kita mandi, air yang kita temukan hanya ada dua pilihan yaitu air yang keruh dan yang jernih. Demikian pula perbuatan manusia. Dua macam yang dilakukan: yang buruk dan yang baik. Begitulah manusia, mendapat susah karena perbuatan yang menyusahkan dirinya sendiri. Begitulah manusia, mendapat ke-bahagiaan karena perbuatan yang membahagiakan dirinya sendiri. Ya manusia itu susah karena ulahnya senang karena ulahnya.

Kitu keh cai mana dipajar dwa piliheun ma. Banyu
Begitulah air itu maka disebut ada dua macam pilihannya. Air

XXVI

asrep lawan hening ma inya sanghyang darmawisesa, Nya nu dilakukeun ku mahapandita. Nu banyu ha(ng)ker lawan letuh ma inya na rasa carita nu dilakukeun ku na sang wiku lokika paramar/a/ta kabeh. Nya kadyangga ning centana lawan acentana. Nu centana ma wruh menget tutur tanpa balik lupa; ya ta wwit ning janma rahayu. ya tangkal ning bumi kreta. Nu acentana ma ikang lupa hyang, moha tar kahanan tutur: ya tar.gkal ning sanghara, punun ning kaliyuga, .beuti ning jalir, vvwit ning linyok; ya sangkan janma ka naraka. Ulan eta dipitemen ku nu dek berier ma.
tawar dan bening adalah sanghyang darmawisesa. Itulah yang dilakukan oleh sang maha pendeta. Air suram dan keruh ialah pada rasa dan kelakuan yang dilakukan oleh sang wiku, masyarakat dan orang yang berkedudukan semuanya. Ya ibarat centana (kesadaran) dengan acentana (ketidaksadaran). Yang sadar itu tahu bagaimana cara mengingat nasihat agar tak pernah melupakannya; itulah awal manusia bahagia, pokok dunia yang sejahtera. Yang tidak sadar ialah yang lupa kepada hyang, bingung, tidak ada nasihat yang diingatnya, ya itulah benih pokok kehancuran  zaman akhir. urnbi keingkaran, benih kebohongan: penyebab manusia masuk neraka. Janganlah hal itu dikukuhi oleh mereka yang ingin benar.

Ini ujar sang sadu basana mahayu drebyana. Ini tri-tangtu di bumi. Bayu kita pina/h/ka prebu, sabda kita pina/h/ka rama. h(e)dap kita pina/hka resi. Ya tritangtu di bumi, ya kangken pineguh ning bwana ngara(n)na.
Ini nasihat sang budiman waktu menyentosakan pribadinya. Inilah tiga ketentuan di dunia. Kesentosaan kita ibarat raja, ucapan kita ibarat rama, budi kita ibarat resi. Itulah tiga ketentuan yang berlaku di dunia, tritangtu ini disebut peneguh dunia.

Ini triwarga di lamba. Wisnu kangken prabu, Brahma kangken rama, Isora kangken resi. Nya mana tritan(g)tu pineguh ning bwana. triwarga hurip ning jagat. Ya sinangguh tritan(g)tu di nu reya ngaranya.
Ini triwarga dalam kehidupan. Wisnu ibarat prabu, Brahma ibarat rama, Isora ibarat resi. Karena itulah tritangtu menjadi peneguh dunia, triwarga menjadi kehidupan di dunia. Ya disebut tritangtu (tiga ketentuan atau tiga kepastian) yang namanya akan disebut oleh orang banyak.

Teguhkeun pageuhkeun sahingga ning tuhu, pepet byakta warta manah. Mana kreta na bwana, mana hayu ikang ja(ga)t, kena twah ning janma kapahayu.
Kukuhkan, kuatkan, batas-batas kebenaran, penuhi dengan kenyataan dan sikap baik dalam jiwa. Maka kamu akan menjadi seseorang yang dapat menyentosakan dunia. Bila sudah demikian, maka menjadi sejahtera kehidupan ini, karena perbuatan manusia yang serba baik.

Kitu keh, sang pandita pageuh di kapanditaan(a)na. kreta; sang wiku pageuh di kawikuan(a)na, kreta; sang manguyu pageuh di kamanguyuan(a)na, kreta; sang paliken pageuh di (ka)paliken(a)na. kreta; sang tetega pageuh di katetegaan(a)na, kreta; sang ameng pageuh di kaamengan(a)na, kreta; sang wasi pageuh di kawasian(a)na, kreta; sang ebon pageuh di kaebon(a)na, kreta; maka nguni sang walka pageuh di kawalkaa-
Demikianlah, bila pendeta teguh dalam kependetaannya, maka akan sejahtera; bila wiku teguh dalam kewikuannya, maka akan sejahtera; bila manguyu teguh dengan keahliannya menata gamelan, maka akan sejahtera; .bila paliken teguh pada keahlannya menghasilkan seni rupa, maka akan sejahtera; bila tetega teguh dalam tugasnya sebagai biarawan, maka akan sejahtera; bila ameng teguh dengan tugasnya sebagai pelayan biarawan, maka akan sejahtera; bila wasi teguh dengan tugasnya sebagai catrik (pengikut agama), maka akan sejahtera; bila ebon teguh dengan kewajibannya sebagai biarawati, maka akan sejahtera; Demikian pula bila walka (pertapa yang mengenakan pakaian kulit kayu) teguh dengan kewajibannya sebagai pertapa

XXVII

n(a)na, kreta; sang wong tani pageuh di katanian(a)na, kreta; sang euwah pageuh di kaeuwahan(a)na, kreta; Sang gusti pageuh di kagustian(a)na. kreta:.sang mantri pageuh dikamantrian(a)na, kreta; sang masang pageuh di kamasangan(a)na, kreta; sang bujangga pageuh di kabujanggaan(a)na. kreta. sang tarahan pageuh di katarahan(a)na, kreta; sang disi pageuh di kadisian(a)na, kre’ta; sang prebu pageuh di kaprebuan(a)na, kreta.
maka akan sejahtera; bila petani teguh dalam bercocok tanamnya, maka akan sejahtera; bila euwah(?) teguh dalam keeuwahannya, akan sejahtera; bila gusti  teguh dalam kedudukannya sebagai tuan tanah, maka akan sejahtera; bila masang(?) teguh dalam kemasangannya, akan sejahtera: bila bujangga teguh dalam keahliannya bersastra, maka akan sejahtera: bila tarahan teguh dalam pekerjaannya sebagai penarik perahu, maka akan sejahtera: bila disi teguh dengan keahliannya dalam mengatur siasat atau meramal, maka akan sejahtera; bila rama teguh dalam keramaannya, maka akan sejahtera; bila resi teguh dalam keresiannya, maka akan sejahtera; bila sang maharaja teguh dalam kemaharajaannya. maka akan sejahtera.

Nguni sang pandita kalawan sang dewa ratu pageuh ngretakeun ing bwana, nya mana kreta lor kidul kulon wetan sakasangga dening pretiwi sakakurung dening akasa; pahi manghurip ikang sarwo janma kabeh.
Demikian, bila pendeta dan raja sungguh-sungguh ingin menyejahterakan negara, maka sejahterakanlah mereka yang berada di Utara, Selatan, Barat dan Timur semua yang tersangga oleh bumi, semua yang ternaungi oleh langit; maka akan hidup sentosalah nernagai jenis makhluk semuanya.

Sarwo janma kabeh ngara(n)na: janma tumuwuh, janma triyak. janma wong, janma siwong, wastu siwong. Nya mana sakitu eta nu dipajar sarwo janma .kabeh ta.
Berbagai jenis makhluk secara keseluruhan yaitu: makhluk tumbuhan, makhluk hewan, janma wong, janma siwong, wastu siwong. Ya sekian itulah yang dikatakan serba makhluk seluruhnya.

Jan tumuwuh ma ngara(n)na: trena, taru, lata, galuma. Pahi manghurip hejo lembok natar dangkura; ya janma tumuwuh ngara(n)na.
Makhluk yang berupa tumbuhan yaitu: rumput, pohon, rambat, perdu. hamparan rumput semua hidup hijau subur; itulah yang disebut dengan makhluk tumbuhan.

Janma wong ma ngara(n)na: ruana janma kena ten hade yunina, Janma siwong ma. ngara(n)na: rampes yuni rampes bangsa kena acan nyaho di sanghyang darma.
Janma wong yaitu: hanya wujudnya saja seperti manusia karena tabiatnya tidak baik. Janma siwong yaitu: hanya baik tabiat. dan turunannya saja tetapi belum memahami ajaran yang disebut sanghyang darma.

Ini ma sugan hayang kalihasan ku eusi bwana. Reyana ta. Ini ngara(njna: kurija, ma/n/taja, bagaja, payuja.
Yang ini, barangkali ingin mengetahui mengenai jumlah isi dunia. Inilah yang disebut dengan: kurija, mataja, bagaja, payuja

Kurija ma ngara(n)na sawatek bijil ti sungut. Ma/n/taja ma nga-ra(n)na sawatek bijil ti panon. Bagaja ma ngara(n)na sawatek bijil ti baga. 
Kurija ialah segala yang keluar dari mulut. Mataja ialah segala yang keluar dari mata (mata tunas); Bagaja ialah segala yang keluar dari kemaluan (perempuan), 

XXVIII

Payuja ma ngara(n)na sawatek bijil ti tumbling. Ya sinangguh sanghyang catur mula ngara(n)na.
Payuja ialah segala yang keluar dari tumbung atau cungap. Itulah yang disebut sanghyang catur mula.

Ini guna janma di bwana: /u/ ngangka, nyigi, ngiket, nyigeung, ngamang, ngarombaong. Ngangka ma ngara(n)na angen-angen. Nyigi ma ngara(n)na uu(n)tayan, Ngiket ma ngara(n)na watek nalikeun. Nyigeung ma ngara(n)na meu(ng)peung meulah, ma(n)cir. midwakeun, ngadar, ngagitaka, ngukur, nyarwakeun. Ngarwang ma ngara(n)na sawatek ngalikeun. Ngarombong ma ngara(n)na sawatek heuleut-heuleut. Ya ta sinangguh sadguna ngara(n)na. Sakitu guna janma sarean(a).
Inilah kegunaan manusia di dunia: ngangka, nyigi, ngiket, nyigeung, ngaruang, ngarombong. Ngangka berarti cita-cita. Nyigi berarti untaian. Ngiket berarti segala jenis pekerjaan mengikat. Nyigeung berarti meluruskan, membelah, membagi, membagi dua, meratakan, mengetok, mengukur. menyamakan. Ngaruang berarti segala macam kerja menggali Ngarombong berarti segala jenis pekerjaan memenggal-menggal (memberi batas). Itulah yang disebut sadguna (enam kegunaan). Sekian kegunaan manusia semuanya.

Ini kahayang janma: /ru/ yun suda, yun suka, yun munggah, yun luput. Ini kalingana: yun suda, ma ngara(n)na hayang puma, mu-mul keuna ku saroa kasakit; yun suka ma ngara(n)na hayang beunghar, mumul katunan ku drabya: yun nuinggah ma ngara(n)na hayang sorga, mumul manggihkeun bwana; yun Iuput ma ngara(n)na hayang mokta, mumul /ka/ kabawa ku para sorga. Nya mana sakitu kahayang janma sareyan(a) Ini nu mandi ka cai. /ru/ Kalingana lanang wadon keudeu mala-wading. Sakitu eta reyana.
Inilah keinginan manusia: yun suda, yun suka, yun munggah, yun luput. 
Yang diaksud dengan yun suda ialah selalu ingin sempurna, tidak mau terkena oleh berbagai macam penyakit; yang diaksud dengan yun suka ialah ingin kaya, tidak mau ditinggalkan (kehilangan) harta; yang diaksud dengan yun munggah ialah ingin sorga, tidak mau menemui dunia: sedangkan yun luput bararti ingin moksa, tidak mau terbawa oleh penghuni sorga. Hal yang telah disebutkan tadi dapat diibaratkan seseorang yang pergi mandi. Maksudnya laki-laki dan perempuan harus terpisah. Demikianlah untuk semuanya.

Sabaraha dagangan dipakeun eta? Kalingana asak deung atah, goce deung rampes, beet deung gede. Sabaraha rasana? /u/ Kalingana lawana, kaduka, tirtka, amba, kasaya, madura. Lawana ma ngara(n)na pangset; kaduka ma ngara(n)na lada; tritka ma ngara(n)na pahit: amba ma ngara(n)na haseum; kasaya ma ngara(n)na pelem, madura ma ngara(n)na amis. Sakitu kara-sana ku na janma sarean(a)na,
Berapa macam barang dagangan yang dapat dipergunakan untuk hal itu? Sebenarnya hanya berkaitan dengan mentah dan matang, bagus dan jelek, kecil dan besar. Berapa macam rasanya? Sebenarnya (hanya) lawana, kaduka, tritka, amba, kasaya, madura. Lawana berarti asin; kaduka berarti pedas; tritka berarti pahit; amba berarti masam, kasaya berarti gurih; madura berarti manis. Hal inilah yang biasanya dapat dirasakan oleh orang banyak.

Ini pakeun urang mibogaan maneh, pakeun turun patiwah-tiwah ka anak,
Ini untuk kita memperoleh kekayaan, yang akan diwariskan semuanya kepada keturunan kita: kepada anak

XXIX

ka incu, ka umpi. ka cicip, ka muning, ka anggasantana, ka pratisantana, ka putuh wekas sakabeh; nu sieup dipikakolotan deung nu hamo sieup beunang cekap.
kepada cucu. kepada umpi, kepada cicip, kepada muning, kepada anggasantana, kepada pratisantana, kepada putuh wekas semua; yang pantas dan yang tidak pantas diwariskan di antara hasil usaha kita.

Hamo sieup dipikakolotan ngara(n)na pinah ing buta raksasa. Beunang bobotoh, beunang babalanjaan, hamo yogya dipikakolotan. Ngara(n)na wineh ing cipta ambara. Hengan pamere indung, pamere bapa, pamere pangguruan, wenang dipikakolotan. Ngara(n)na dewa rumaksa di urang.
Yang tidak layak untuk dijadikan pusaka disebut makanan raksasa. Hasil judi, hasil usaha perhiasan tidak layak dijadikan pusaka, Yang demikian disebut diberikan kepada langit. Tetapi pemberian ibu. pemberian bapak, pemberian perguruan, boleh dijadikan pusaka. Yang demikian disebut dewata pelindung diri.

Ladang pepelakan wenang dipikakolotan. Ngara(n)na mani bijil ti pretiwi. Ladang heuyeuk, ladang cocooan wenang dipikakolotan. Ngara(n)na mirah tiba ti akasa.
Hasil pertanian boleh dijadikan pusaka. Hasil pertanian seperti ini dapat disebut sebagai permata yang keluar dari bumi. Selain itu, hasil peliharaan, hasil ternak, boleh dijadikan pusaka. Disebutnya batu mirah yang jatuh dari langit.

Janma beunghar teka nebus wadon, teu nyaho indung-bapana, ualah dipikaritikan bisi urang kabawa salah. Aya deui nyaho di indung-bapana, syaran sangkan ahulun. Lamun twah indung-bapana rampes keneh na janma. ngara(n)na kapapanas ku twah kolot, (Eta) wenang dipikari/n/tikan. Hengan lamun ku carut ma ulah dipikaleuleuheungkeun. Ngara(n)na janma mider ing naraka.
Orang kaya yang sanggup menebus wanita untuk dijadikan hamba, yang tidak diketahui siapa ibu bapaknya janganlah dia dipekerjakan agar kita tidak terbawa salah. Ada lagi kita mengetahui ibu bapaknya, dan (perempuan itu) mencari tempat mengabdi. Bila sifat ibu bapaknya baik terhadap sesama orang, dan anaknya terbawa sifat orang tuanya. Boleh dipekerjakan. Tetapi bila ia sifatnya buruk janganlah dicoba-coba dipekerjakan. Disebutnya manusia sesat di neraka.

Aya deui ma janma /ng/rampes twahna, rampes susukna, rampes wwitna, ulah mo tebus. Hengan ulah tuluy dipisomah bisi hulun turuna(na). Ulah majikeun ka kula-kadang urang. Geus ma tanya, bawakeun seupaheun sewaka ka urang.
Ada lagi orang yang baik kelakuannya. baik alur turunannya. baik orang tuanya, (orang seperti ini parut kau tebus. Tetapi jangan lantas diperistri karena mungkin ia hamba turunan. Jangan pula dikawinkan kepada kerabat kita. Lebih baik pintalah, dan bawakan sirih pinang agar mengabdi kepada kita.

Sakitu tata jangjawokanana pakeun dapurna pulang ka jatina deui. Pake beuteung di-
Demikianlah resepnya agar keluarganya kembali seperti semula. Untuk mencegah di-

XXX

ri ti panjara, pakeun maur bangsa urang rampes pakeun beuteung ka pataka.
ri dari penjara, agar pamor keluarga kita baik untuk mencegah diri agar tidak mendapat aib.

Ini pakeun urang ngajajadikeun budak. Ulah hawara dipitotoh-keun nu ma mo /nu/ bener bitan urang. Kareyaan urang, lamun lengkeng bapa turun ka anak lalaki, lamun lengkeng indung turun ka anak wadon. Lamun pahi ma ti panca ti bumi ngara(n)na buta sumurup ing kali. Hanteu yogya mijodokeur. bocah; bisi kabawa salah. bisi kaparisedek nu ngajadikeun.
Ini untuk menjodohkan anak. Anak jangan terlalu cepat dijodohkan karena belum tentu tindakan kita tepat. Pada umumnya, bila terlalu kecil ibunya akan menurun kepada anak perempuan. Bila terlalu kecil bapaknya. akan menurun kepada anak laki-laki. Bila menurun dari semuanya dari suami dan istri disebut keburukan merasuk kejelekan. Jangan menjodohkan anak kecil. agar tidak berbuta kesalahan, agar tidak merepotkan yang menjodohkan.

Samangkana kayatnakeun talatah sang sadu. Saur sang darma pitutur mujarakeun sabda sang rumuhun, tutur twah paka sabda : Namo Siwaya! Namo Budaya! Namo Sidam Jiwa nalipurna!
Demikianlah pesan sang budiman, ujar sang darma pitutur dalam menguraikan ajaran para leluhur Yaitu ajaran perilaku yang menjadi pelajaran: Sembah kepada Siwa! Sembah kepada Buda! Sembah sepenuhnya kepada Jiwa Maha-sempurna!

Sang amaca maka suka, sang nurut ma ujar rahayu ngaregep cipta nirmala, yatna sang sewaka drama.
Semoga pembaca menjadi orang yang mengikuti ajaran kebajikan, memperhatikan cita-cita kesucian, dan mengikuti hukum-hukum pengabdian.

Ini kawuwusan siksakandang karesian ngaranya, ja na pustaka-nipun sang ngareungeu pun. Mula nibakeun sastra duk ing teja (di)wasa, huwus ing wulan katiga pun. Ini babar ing pustakanipun: nora catur sagara wulan.
Demikianlah yang dikatakan siksakandang karesian, semoga menjadi sumber pengetahuan bagi yang mendengarkan. Mulai menulis naskah waktu hari bersinar cerah. Selesai dalam bulan katiga, Ini (tahun) selesainya pustaka: nora (0) catur (4) sagara (4) wulan (1) =1440 Syaka (1518 M).

Komentar