Kakawin Sutasoma (Sekitar abad ke 14 Masehi)

Kakawin Sutasoma adalah sebuah kakawin dalam bahasa Jawa Kuno. Kakawin ini termasyhur, sebab setengah bait dari kakawin ini menjadi motto nasional Indonesia: Bhinneka Tunggal Ika (Bab 139.5).
Motto atau semboyan Indonesia tidaklah tanpa sebab diambil dari kitab kakawin ini. Kakawin ini mengenai sebuah cerita epis dengan pangeran Sutasoma sebagai protagonisnya. 
Amanat kitab ini mengajarkan toleransi antar agama, terutama antar agama Hindu-Siwa dan Buddha. Kakawin ini digubah oleh Empu Tantular pada abad ke-14 Masehi.
Penurunan Kakawin Sutasoma
Kakawin Sutasoma diturunkan sampai saat ini dalam bentuk naskah tulisan tangan, baik dalam bentuk lontar maupun kertas. Hampir semua naskah kakawin ini berasal dari pulau Bali. Namun ternyata ada satu naskah yang berasal dari pulau Jawa dan memuat sebuah fragmen awal kakawin ini dan berasal dari apa yang disebut "Koleksi Merapi-Merbabu". Koleksi Merapi-Merbabu ini merupakan kumpulan naskah-naskah kuno yang berasal dari daerah sekitar pegunungan Merapi dan Merbabu di Jawa Tengah. Dengan ini bisa dipastikan bahwa teks ini memang benar-benar berasal dari pulau Jawa dan bukan pulau Bali.
Penerbitan Kakawin Sutasoma
Kakawin Sutasoma telah diterbitkan dan diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Soewito Santoso. Suntingan teksnya diterbitkan pada tahun 1975.
Selain itu di Bali banyak pula terbitan suntingan teks. Salah satu contohnya yang terbaru adalah suntingan yang diterbitkan oleh "Dinas Pendidikan provinsi Bali" (1993). Namun suntingan teks ini dalam aksara Bali dan terjemahan adalah dalam bahasa Bali.
Antara tahun 1959 - 1961 pernah diusahakan penerbitan teks sebuah naskah yang diiringi dengan terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh I Gusti Bagus Sugriwa.
Pada tahun 2009 terbit terjemahan baru dalam bahasa Indonesia beserta teks aslinya dalam bahasa Jawa Kuno. Suntingan teks dan terjemahan diusahakan oleh Dwi Woro R. Mastuti dan Hastho Bramantyo.
Ringkasan Kakawin Sutasoma
Menurut dr. WK.Dharma, Kitab Sutasoma merupakan karya Mpu Tantular. Adapun ringkasan dari kitab Sutasoma ini adalah sebagai berikut :
Dikisahkan Sanghyang Buddha yang menitis pada putra Prabu Mahaketu, raja Hastina, yang bernama Raden Sotasoma. 
Setelah dewasa dia sangat rajin beribadah, cinta akan agama Buddha (Mahayana). Dia tidak mau dikawinkan dan dinobatkan menjadi raja. 
Pada suatu malam dia meloloskan diri dari kerajaan, pintu-pintu yang sedang tertutup dengan sendirinya menjadi terbuka untuk memberi jalan keluar pada prabu Sutasoma. 
Di dalam perjalanannya, Sutasoma tiba pada sebuah candi yang terletak di dalam hutan. Dia berhenti di candi tersebut dan mengadakan samadhi. 
Kemudian meneruskan perjalanan dan mendaki pegunungan Himalaya dengan diantar oleh beberapa orang pendeta. Mereka tiba si sebuah pertapaan.
Diceritakan bahwa para pertapa yang melaksanakan samadhi di pertapaan itu sering mendapat gangguan dari seorang raja raksasa, yang gemar menyantap daging manusia dan bernama Purusada, akhirnya menjadi raksasa penghuni hutan. Tenyata Purusada menderita luka di kakinya dan tak kunjung sembuh.
Para pendeta meminta agar Sutasoma bersedia membunuh Purusada, akan tetapi permintaan tersebut ditolaknya. 
Dalam melanjutkan perjalanannya, ia mendapat serangan dari raksasa berkepala gajah dan seekor naga. Namun keduanya dapat dia dikalahkan. 
Ketika sampai disebuah tebing, ia melihat seekor macan betina yang sedang bersiap menyantap anaknya sendiri
Melihat kejadian tersebut, Sutasoma menawarkan diri sebagai pengganti. Maka dihisaplah darahnya oleh macan, dan meninggallah Sutasoma. 
Namun setelah melihat mayat Sutasoma
Kemudian datanglah Batara Indra untuk menghidupkan kembali Sutasoma. 
Setelah kejadian tersebut, Sutasoma bersamadhi di dalam sebuah goa. Para dewa mencoba keteguhan tekad sang pertapa tersebut dengan pelbagai godaan. Namun dapat diatasi oleh Sutasoma.
Bahkan dalam melaksanakan samadhi, ia dapat menjelma menjadi Buddha Vairocana. 
Setelah pulih, kembali menjadi Sutasoma dan dirinya berniat untuk pulang ke negerinya. Di dalam perjalanan pulang, ia bertemu dengan bala tentara Purusada yang sedang dikejar oleh Prabu Dasabahu
Ternyata ratu ini masih saudara sepupunya sendiri dan ia pun diminta untuk pulang kembali ke negerinya. 
Setelah kepulangannya, Sutasoma dinikahkan dengan adik Prabu
Dasabahu. 
Setelah selesai perhelatan, ia pun melanjutkan perjalanan ke Hastina, ia kemudian dinobatkan sebagai raja dan bergelar Prabu Sutasoma.
Pada waktu itu, raksasa Purusada yang bernazar akan mempersembahkan seratus manusia untuk menjadi santapan Batara Kala, bilamana luka di kakinya dapat disembuhkan. 
Ketika itu, Purusada dapat menawan sembilan puluh sembilan orang raja yang akan dipersembahkan pada Batara Kala. 
Untuk memperoleh raja ke seratus, Purusada lalu menyamar sebagai seorang pendeta tua yang kemudia berhasil menawan Raja Widarba. Kemudian jumlah ke seratus tawanan tersebut dipersembahkan pada Batara Kala. 
Namun persembahan tersebut ditolak oleh
Batara Kala. Karena menginginkan daging Prabu Sutasoma. 
Setelah mengetahui duduk persoalan, Prabu Sutasoma bersedia menjadi santapan Batara Kala, asalkan keseratus tawanan lainnya dibebaskan. Kerelaan ini sangat berkenan di hati Batara Kala, bahkan Purusada menjadi terharu. Purusada kemudian bertobat dan berjanji tidak akan makin daging lagi.


------------------+------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar