Mpu Bharada (sekitar abad ke 11 Masehi)

Mpu Bharada atau Arya Bharada adalah pendeta sakti agama Buddha yang menjadi guru Airlangga.
Nama Mpu Bharada muncul dalam Serat Calon Arang sebagai tokoh yang berhasil mengalahkan musuh Airlangga, yaitu Calon Arang, seorang janda sakti dari desa Girah.
Menurut data yang terdapat di 'Tetenger Mpu Bharada', Kediri, Mpu Baharada adalah bungsu dari lima bersaudara, putera dari Mpu Lampita, pendeta Buddha yang mumpuni. Keempat kakaknya adalah Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Ghana, dan Mpu Kuturan. Jika kesemua kakaknya pergi ke Bali pada sekitar tahun 1000-an, maka Mpu Bharada tetap tinggal di Jawa. Ia mempunyai putra laki-laki bernama Mpu Bahula.
Dikisahkan pula, Airlangga berniat turun takhta menjadi pendeta, ia kemudian berguru pada Mpu Bharada. Kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Berhubung Airlangga juga putra sulung raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya di pulau itu.
Mpu Bharada dikirim ke Bali menyampaikan maksud tersebut. Dalam perjalanan menyeberang laut, Mpu Bharada cukup dengan menumpang sehelai daun. Sesampainya di Bali permintaan Airlangga yang disampaikan Mpu Bharada ditolak oleh Mpu Kuturan, yang berniat mengangkat cucunya sebagai raja Bali.
Berdasarkan fakta sejarah, raja Bali saat itu (1042 Masehi) adalah Anak Wungsu, adik Airlangga sendiri.
Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya demi perdamaian kedua putranya. 
Menurut Nagarakretagama, Mpu Bharada bertugas menetapkan batas antara kedua belahan negara.
Dikisahkan, Mpu Bharada terbang sambil mengucurkan air kendi. Ketika sampai dekat desa Palungan, jubah Mpu Bharada tersangkut ranting pohon asam. Ia marah dan mengutuk pohon asam itu menjadi kerdil. Oleh sebab itu, penduduk sekitar menamakan daerah itu Kamal Pandak, yang artinya "asem pendek".
Desa Kamal Pandak pada zaman Majapahit menjadi lokasi pendirian Prajnaparamitapuri, yaitu candi pendharmaan arwah Gayatri, istri Raden Wijaya.
Selesai menetapkan batas Kerajaan Kadiri dan Janggala berdasarkan cucuran air kendi, Mpu Bharada mengucapkan kutukan, barang siapa berani melanggar batas tersebut hidupnya akan mengalami kesialan. 
Menurut prasasti Mahaksobhya (Wurare) yang diterbitkan Kertanagara raja Singhasari tahun 1289 Masehi, kutukan Mpu Bharada sudah tawar berkat usaha Wisnuwardhana menyatukan kedua wilayah tersebut.
Nagarakretagama juga menyebutkan, Mpu Bharada adalah pendeta Buddha yang mendapat anugerah tanah desa Lemah Citra atau Lemah Tulis. Berita ini cukup unik karena ia bisa menjadi guru spiritual Airlangga yang menganut agama Hindu Wisnu.


------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar