Mpu Tantular yang hidup pada abad ke-14 Masehi di Majapahit adalah seorang pujangga ternama Sastra Jawa. Dia hidup pada pemerintahan raja Rājasanagara (Hayam Wuruk).
Dia masih saudara sang raja yaitu keponakannya (bhrātrātmaja dalam bahasa Kawi atau bahasa Sanskerta) dan menantu adik wanita sang raja.
Nama "Tantular" terdiri dari dua kata: tan ("tidak") dan tular ("tular" atau "terpengaruhi"). Artinya ia orangnya ialah "teguh".
Tantular adalah seorang penganut agama Buddha, tetapi ia orangnya terbuka terhadap agama lainnya, terutama agama Hindu-Siwa. Hal ini bisa terlihat pada dua kakawin atau syairnya yang ternama yaitu kakawin Arjunawijaya dan terutama kakawin Sutasoma. Bahkan salah satu bait dari kakawin Sutasoma ini diambil menjadi motto atau semboyan Republik Indonesia: "Bhinneka Tunggal Ika" atau berbeda-beda namun satu jua.
Selain itu, dalam beberapa pustaka lontar, dan ‘Silsilah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi’ [Seobandi, 1985], Mpu Tantular adalah:
a. ‘Silsilah Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi’ tulisan Ketoet Soebandi menguraikan bahwa: Mpu Bharadah [Mpu suci Pradah] berparyangan di Lemah Tulis –Pajarakan, Jawa Timur, mempunyai tiga orang putra yakni:
[1] Mpu Siwagandu menikah dengan putri Mpu Wiraraga,
[2] Ni Dyah Widawati,
[3] Mpu Bahula menikah dengan Dyah Ratna Manggali. Selanjutnya, pernikahan antara Mpu Bahula + Dyah Ratna Manggali, menurunkan lima putra yakni:
[1] Mpu Tantular-Mpu wiranatha,
[2] Ni Dwi Dwararika,
[3] Ni Dewi Adnyani,
[4] Ni Dewi Amartha Jiwa, dan
[5] Ni Dewi Amartha Manggali.
b. ‘Babad Arya Bang Waya Biya Pinatih’ [Punia, Ketut I Gusti, 1997:1] menguraikan bahwa: ‘Empu Bradah maputra kakalih, kaping luwur Empu Siwa Gandu kaping kalih Empu Bahula, maputra limang diri, kaping duwur Empu Tantular sane catur istri’. ‘Empu Bradah berputra dua orang, yang sulung Empu Siwa Gandu, kedua Empu Bahula, dan Empu Bahula berputra lima orang, dan yang sulung bernama Mpu Tantular, keempat adiknya perempuan’.
c. ‘Babad Arya Pinatih’ [Pusdok, 1998:3] menguraikan sebagai berikut:
"mwah mpu witadharma maputra tatiga, kang jyesta mpu lampita, naruju mpu adnyana, ping untat mpu pastika. Semalih mpu lampita aputra rong siki pingajeng mpu kuturan, kang ari sira mpu pradhah. Semalih mpu kuturan, agriya ring lemah tulis. Mwah sira mpu pradhah, lunga ka deha, kasungsung antuk jagate ring deha, aputra sawiji atetenger mpu bahula. Semalih mpu bahula aputra rong siki, kang jyesta atengeran mpu Tantular kang ari mpu candra".
Terjemahan bebas:
"Selanjutnya, Mpu Wita Dharma berputra tiga orang, yang pertama bernama Mpu Lampita, yang kedua bernama Mpu adnyana, dan yang ketiga bernama Mpu Pastika. Kemudian, Mpu Lampita berputra dua orang yang pertama bernama Mpu Kuturan adiknya bernama Mpu Pradhah. Lalu Mpu Kuturan berstana di Lemah Tulis. Kemudian Mpu Pradhah pergi ke daha, disembah oleh penduduk daha, berputra seorang bernama Mpu Bahula, dan Mpu Bahula berputra dua orang, yang pertama bernama Mpu Tantular adiknya bernama Mpu Candra".
Dari ketiga uraian tersebut di atas jelas bahwa: ‘Mpu Tantular adalah putra dari Mpu Bahula yang menikah dengan Dyah Ratna Manggali. Pernikahan keduanya melahirkan lima putra, yang tertua bernama Mpu Tantular adiknya bernama Mpu Candra.
---------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:
Komentar
Posting Komentar