Pelabuhan Kema, Sulawesi Utara ( tercatat abad 16 Masehi)

Kema adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara
yang selama ini dikenal sebagai pelabuhan oleh negara asing sejak abad ke-16 Masehi. Saat ini Kema terdiri dari tiga desa, Kema Satu, Kema Dua, dan Kema Tiga. 
Menurut file Kumaat (1996), Kapal Portugis tiba di Kema pada tahun 1546 Masehi dan awaknya menetap di sana. Mereka kemudian membangun benteng, tempat-tempat ibadah (gereja), dan penjara yang sampai saat ini masih terlihat. 
Kema berkembang menjadi pelabuhan yang banyak dikunjungi kapal niaga asing (Kumaat, 1996:37). 
Kema dalam bahasa Minahasa berasal dari kata "kima", artinya cangkang besar, sedangkan dari kata-Kata Spanyol, 'Quema', yang berarti nyala api, atau juga menyalakan. 
Hal tersebut dikaitkan dengan tindakan para pelaut Spanyol yang sering membuat masalah dengan membakar area tersebut. 
Gubernur Robertus Padtbrugge dalam memori penyerahan kantor pada tanggal 31 Agustus 1682 Masehi menyebut tempat ini sebagai "Kemas of grote Oesterbergen," yang artinya pegunungan besar yang menyerupai cangkang besar (Palar, 2009:165).
Mendekati abad ke-17 Masehi, Belanda sudah merebut Kema dan mengaturnya menjadi kota pelabuhan dan pusat pemerintahan lokal (Tim Penelitian, 2012: 142). 
Pelabuhan Kema berkembang sebagai ibu kota dari Pakasaan, Tonsea sejak era tersebut dari pemerintahan Xaverius Dotulong.  Xaverius Dotulong adalah anak dari Runtukahu Lumanauw yang tinggal di Kema dan merintis pembangunan tempat ini.
Dalam suratnya kepada Gubernur VOC di Ternate pada 3 Februari 1770 Masehi mengungkapkan bahwa ayahnya, I Runtukahu Lumanauw tinggal di Kema dan merintis perkembangannya (Nayati, 2012: 9). 
Dalam 1800-an Masehi, pelabuhan Kema lebih ramai daripada pelabuhan-pelabuhan di Manado, karena kondisi geografis pelabuhan Kema lebih aman dari gelombang laut dan bajak laut Filipina. Kapal Inggris dan Amerika secara teratur berlabuh Kema untuk berdagang dengan masyarakat lokal (Schouten, 1998: 56).
Nama Kema dikaitkan dengan konstruksi
dari pangkalan militer Spanyol ketika Bartholome de Soisa mendarat pada 1651 Masehi dan mendirikan pelabuhan di La Quimas. 
Penduduk setempat menyebutnya dengan maadon atau kawuudan. Orang Spanyol
benteng itu terletak di muara Sungai Kema, Belanda menyebutnya Spanyaads gat atau Spanyol Liang. 
Hendrik Berton untuk mengenang 3 Agustus 1767 Masehi, menggambarkan Kema, selain sebagai pelabuhan untuk musim Barat juga ibu kota Tonsea (Kawilarang, 2007). Kondisi Kema saat ini merupakan desa nelayan yang padat penduduk.



----------------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber: 
1. Translate jurnal...Irfanuddin Wahid Marzuki, 'RISE AND FALL OF KEMA PORT IN SULAWESI SEA TRADE ROUTES DURING COLONIAL PERIOD: BASED ON INFRASTRUCTURE DATA'; Balai Arkeologi Yogyakarta; Received: 29/01/2018; revisions: 06/03 - 14/05/2018; accepted: 03/06/2018; Published online: 31/07/2018

Komentar