Perahu Palari ; Perahu Nusantara

Perahu Palari adalah jenis kapal layar Indonesia dari Sulawesi Selatan. Perahu ini terutama digunakan oleh orang-orang Desa Ara dan desa Desa Tanah Lemo, Bulukumba, untuk mengangkut barang dan orang. 
Kapal ini dilengkapi dengan sistem layar pinisi, yang sering yang membuatnya lebih dikenal sebagai "Pinisi", bukannya namanya. Di Singapura, palari dikenal sebagai "Kapal dagang Makassar" (Makassar trader).
Nama perahu ini berasal dari kata bahasa Indonesia / Melayu yaitu Pelari. Hal ini merujuk pada kenyataan bahwa kapal ini lebih gesit dan lebih cepat dari pendahulunya, padewakang.
Secara keseluruhan, Palari memiliki panjang sekitar 50-70 kaki (15,24-21,34 m), dengan garis air saat muatan ringan 34-43 kaki (10,36-13,1 m). 
Layar dibangun menggunakan kanvas ringan, sedangkan bagian atasnya adalah kain linen. Awaknya sekitar 7-8 orang, dan dikemudikan menggunakan kemudi samping ganda. Dalam kondisi yang menguntungkan, kecepatannya bisa mencapai 9-10 knot (16,7-18,5 km / jam). Sebuah kapal dengan garis air 30 kaki dapat membawa hampir 400 pikul (22,7-25 ton).
Pada palari tahun 1920-1930-an, para kru tidur di rak sempit yang digantung dengan tali di bawah geladak. 
Secara tradisional, kapten memiliki kabin buritan kecil dengan panjang 2 m dan tinggi 1 m, di bawah papan dek. Penumpang tertentu memiliki kabin sementara yang dibangun di geladak. Memasak dilakukan di perapian memasak dari tanah liat di kotak yang bisa dipindah-pindahkan setinggi sekitar 1-2 m. Mereka kadang-kadang memiliki seorang wanita di atas perahu sebagai juru masak, kadang-kadang dia adalah istri sang kapten. Toiletnya terletak di belakang, tergantung di atas buritan. Air disimpan di jeriken, drum, dan pot-pot, Serta para kru bertahan hidup dengan makan nasi.
Lambung palari dibangun dari jenis lambung dari Perahu Sulawesi, yaitu Pajala, yang merupakan perahu pantai yang tidak bergeladak dan biasanya memiliki tiang tripod Dengan membawa satu layar tanja besar. 
Perahu ini dibangun dengan carvel, dan seperti perahu melayu lainnya, yaitu berujung ganda (haluan dan buritan kapal tajam - memiliki linggi depan dan linggi belakang). 
Lambung Palari, dibangun dengan menambahkan papan lebih ke atas lambung pajala sekitar 2-3 kaki (61-91 cm), menambahkan dek buritan menggantung (disebut ambeng dalam bahasa Melayu), ditambah pembuatan geladak.
Dalam sejarah tentang Perahu Palari ini, "Lontaraq Patturioloang Gowa na Tallo" menyebutkan, I Mariogau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga (Raja Gowa ke-10 masa pemerintahan 1546-1565 M) yang pertama kali menyuruh membuat Perahu Palari dan raja ini pula yang memisahkan Jabatan Syahbandar dan Menteri Dalam Negeri. Dua jabatan yang sebelumnya di rangkap oleh Daeng Pamatte pada masa raja Gowa ke-IX Daeng Matanre Karaeng Mannguntungi, Tumapakrisik Kallongna Gallarang Loaya (1511-1546 M) yaitu sebagai Syahbandar sekaligus menteri Dalam Negeri kerajaan Gowa. 
Sejak pertama kali di buat, Perahu Palari mempunyai tujuan dan fungsi utama sebagai Kapal patroli di pesisir pantai dan pengawas perairan wilayah kekuasaan. 
Seiring waktu berjalan, Palari lebih banyak di manfaatkan sebagai Perahu Dagang untuk perdagangan antar pulau dan jarak jauh.
Kerajaan Gowa(1300–1960M) dan kerajaan Tallo (pertengahan abad 15-1760 M) yang nantinya beraliansi sebagai kerajaan Maritim, di mana pusat ibukotanya yang berada di pesisir pantai, sangat membutuhkan armada-armada kapal Perang guna mempermudah ekspansi perluasan wilayah-wilayah ke daerah lain.


----------------------------
Oleh: Bhre Polo
Sumber:

Komentar