Tata Kelola Pemerintahan Bali Kuno (sekitar abad ke 8-14 Masehi)

Kerajaan Bali berdiri pada sekitar abad ke-8 hingga abad ke-14. Pusat kerajaan ini ada di Pejeng atau Bedulu, Gianyar. Merujuk dari sejarah, Kerajaan Bali dipimpin oleh salah satu kelompok bangsawan dengan pimpinannya yang terkenal dengan nama Sri Kesari Warmadewa.
Secara umum, Tingkatan dalam struktur pemerintah pusat pada Bali Kuno dapat diuraikan sebagai berikut:
Pada posisi pertama diduduki oleh Raja yang merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. 
Selain itu, juga ada beberapa kerabat dekat raja seperti sanak-saudara beliau dan didukung oleh para pendeta. 
Lapisan kedua diduduki oleh para bangsawan yang terdiri atas orang-orang ahli dalam pemerintahan, tata negara, hukum, dan keprajuritan. Orang-orang tersebut bergelar Senāpati dan Samgat. 
Pejabat-pejabat tersebut bernaung dalam suatu lembaga yang disebut panglapuan, pasakmasan, palapknan, dan samohanda. Kemudian, sejak Raja Udayana (963-1011 M) berkuasa, lembaga itu disebut “pakira-kiran i jro makabehan”. 
Pada jaman berikutnya kedudukan para pendeta (Dang acaryya) baik dari pendeta Siwa maupun Buddha, berada atau menduduki lapisan kedua, disamping lapisan kekuasaan pertama. Sehingga lembaga tersebut pada jaman itu beranggotakan para Senāpati, Samgat, dan Dang ācāryya. 
Lapisan ketiga diduduki oleh para pegawai kerajaan. Mereka diberikan gaji oleh Raja dan bertanggungjawab kepada para pejabat yang menduduki jabatan di "pakira-kiran i jro makabehan" atau langsung kepada Raja. Ruang lingkup kekuasaannya hanya mencakup salah satu bidang tertentu dalam kehidupan masyarakat. Pegawai tersebut antara lain yaitu Caksu, Nayaka, Pasukganti, Pamudi, Banjar, Panulisan, dan Manuratang, juru Gosali, Mabwathaji, Kabayan, Hulu, Adhikara, Tuha, Ser, dan Pakaser. 
Lapisan keempat diduduki oleh para Rama atau kepala desa. Ruang lingkup kekuasaanya hanya sebatas wilayah desanya atau wanua/banua. Lapisan ini difungsikan sebagai lapisan perantara, yakni antara ketiga lapisan sebelumnya dengan rakyat atau penduduk di desanya. Lapisan kelima diduduki oleh para tukang, petani dan buruh tani, pada masa Bali Kuno disebut anak wanua dan anak thani. Lapisan terbawah dan terakhir terdiri atas para budak yang disebut Hulun. 
Kadangkala para Hulun itu nilainya disamakan dengan benda mati dan dapat dipakai sebagai alat tukar atau alat beli, bahkan sebagai barang jaminan pengganti suatu benda (Astra 1997, 229-338).
Nama pejabat kerajaan banyak disebutkan dalam prasasti-prasasti pada masa Bali Kuno misalnya Nayaka, Samgat, Senapāti, dan lainnya. Mereka menduduki suatu jabatan dengan tugas tertentu pada suatu bidang atau wilayah tertentu pula. Pejabat-pejabat tersebut merupakan seperangkat fungsi pemerintahan yang satu sama lain saling berhubungan secara struktural fungsional atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan kerajaan. 
Salah satu jabatan pada masa Bali Kuno adalah Samgat merupakan akronim dari kata sang pamgat, yang berarti sang pemutus. Kata pamgat berasal dari kata pgat yang perarti putus (Astra 1977, 159). Kelompok Samgat pada awalnya merupakan jabatan pemerintahan di tingkat pusat. Jabatan tingkat pusat adalah jabatan yang wewenang tugasnya meliputi seluruh wilayah kerajaan. Jabatan ini juga merupakan suatu badan penasihat pusat yang bertugas membantu raja dalam berbagai bidang pemerintahan. Jabatan tingkat pusat yang merupakan golongan pejabat, berada di lapisan kekuasaan kedua pada sistem pemerintahan masa Bali Kuno (Parwati 1990, 30-42).
Pada masa selanjutnya jabatan kelompok 
Samgat berkembang juga pada pemerintah tingkat daerah. Jabatan pemerintah tingkat daerah merupakan jabatan yang pejabatnya berwenang dalam urusan suatu persoalan yang menyangkut wilayah lebih dari satu desa atau dapat juga mengatur suatu pemerintahan tingkat desa. Sebagian besar dari pejabat-pejabat yang disebutkan dalam prasasti Bali Kuno abad ke-9 sampai 11 Masehi digolongkan ke dalam kelompok ini. Pejabat-pejabat dalam kelompok ini bertanggungjawab langsung kepada taņda Rakryan (senāpati) yang berkedudukan di pusat (Parwati 1990, 43-46). 
Para Samgat menerima perintah raja yang disampaikan oleh Senāpati. 
Hal itu menunjukkan bahwa kedudukan para Samgat sebagai kelompok penguasa dalam bidang pemerintahan (the ruling class) berada setingkat di bawah Senāpati. 
Goris berpendapat bahwa susunan jabatan-jabatan di bawah Senāpati pada masa Bali Kuno secara hierarkis dari atas ke bawah terdiri atas (1) Samgat, (2) Ser, (3) Nayaka, (4) Caksu, (5) Sahaya, (6) Juru, (7) Hulu, dan(8) Tuha (Goris 1971, 24-25).
Golongan Samgat ini pertama kali terbaca 
dalam prasasti pada zaman Raja Tabanendra (877 Śyaka) disebutkan sebagai Samgat Juru Mangjahit Kajang. 
Setelah itu penggunaan 
jabatan Samgat tidak lagi ditemukan, hingga pada jaman Raja Udayana, penyebutan Samgat muncul kembali dengan golongan-golongan tertentu. Penggolongan tertentu untuk penyebutan Samgat dilakukan berdasarkan ranah keahliannya masing-masing. Contohnya pada masa Raja Udayana disebutkan salah satu golongan yakni Samgat Mañuratang Ajña yang berarti pejabat yang bertugas dalam bidang tulis-menulis di kerajaan atau dalam istilah kekinian dikenal dengan nama kesekretariatan atau sekretaris.


--------------------------------
Ditulis ulang dan disadur
Oleh: Bhre Polo
Sumber:
1. Ni Made Dewi Wahyuni, 'Petugas Pertapaan Pada Masa Bali Kuno Berdasarkan
Prasasti Abad Ke-9 Sampai 12 Masehi';Jurnal,  Alumni Program Studi Arkeologi, 
Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, 2016

Komentar