Prasasti Prapancasarapura adalah sebuah prasasti dari zaman Majapahit yang bertarikh 1337 M, yang ditemukan di Surabaya. Pembuatan prasasti yang ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno ini bertepatan dengan masa pemerintahan ratu Tribhuwanattunggadewi (1328-1350 M).
Bagian atas prasasti ini hilang, sehingga sebagian besar tulisan yang biasanya memuat unsur penanggalan tidak ada. Prasasti ini kemungkinan telah dipangkas dan akan dijadikan potongan balok-balok batu yang lebih kecil, karena bentuk patahannya yang merata.
Prasasti ini pertama kali diteliti oleh arkeolog N.J. Krom sekitar tahun 1900-an. Alih aksara prasasti ini pernah dilakukan oleh filolog J.L.A Brandes, meskipun belum secara lengkap.
Prasasti Prapancasarapura kini tersimpan di Museum Nasional Indonesia, dengan nomor inventaris D.38.
Ada tiga nama penting yang disebut prasasti itu, yakni Hayam Wuruk, Gajah Mada, dan Adityawarman. Hayam Wuruk, dalam prasasti itu disebut Ayam Wuruk, telah dinobatkan menjadi raja muda (rjakumra) dan mempunyai daerah lungguh di Jwana. Gelarnya adalah Rjasanagara.
Gajah Mada disebut Pu Gajah Mada, menjabat sebagai Rake Mapatih ring Majhapahit. Kelihatannya, karier Gajah Mada sudah menanjak masuk ke "lingkaran (ring) satu" yang dekat dengan pusat kekuasaan di Majapahit. Sebelumnya, menurut prasasti Palungan 1330 M, Gajah Mada masih menjabat sebagai Rake Mapatih ring Daha berkedudukan di Daha, daerah lungguh Rjadew Mahrjasa (Bhre Daha), adik Tribhuwanottunggadewi.
Selanjutnya nama Adityawarman disebut Aryyadewarja Pu ditya, menjabat sebagai Wddhamantri. Tokoh ini cukup menarik karena mungkin satu-satunya orang non-Jawa yang masuk "ring 1" pusat kekuasaan Majapahit. Begitu cerita Trigangga, ahli epigrafi dari Museum Nasional.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar