dr. Radjiman Wedyodiningrat

dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat (21 April 1879 – 20 September 1952) adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri Indonesia. 
Radjiman memiliki darah Gorontalo dari ibunya. Ayah dari dr. Radjiman bernama Sutodrono. Pamannya, Wahidin Soedirohoesodo, membiayai pendidikannya di Batavia.
Dia merupakan lulusan sekolah untuk pendidikan dokter pribumi di Batavia pada zaman kolonial Hindia Belanda, atau School tot Opleiding van Indicshe Artsen (STOVIA) pada Desember 1898.
Dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24 tahun. Ia juga pernah belajar di Belanda, Prancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula ia secara khusus belajar ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi ke depan di mana saat itu banyak ibu-ibu yang meninggal karena melahirkan. 
Karena keprofesionalannya, pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwana X di Kesunanan Surakarta Hadiningrat, dr. Radjiman diangkat sebagai dokter keraton, dan sempat berkarier serta mengabdikan diri di beberapa rumah sakit di Surakarta.Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Dusun Dirgo, Desa Kauman, Kecamatan Widodaren, Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. 
Rumah kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.
dr. Radjiman adalah anggota organisasi Boedi Oetomo, pada tahun 1945 terpilih untuk memimpin Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI). Pada tanggal 9 Agustus 1945, sehari setelah serangan bom atom Hiroshima dan Nagasaki, Radjiman bersama dengan tokoh nasionalis Soekarno dan Mohammad Hatta diterbangkan ke Saigon untuk bertemu dengan Marsekal Lapangan Hisaichi Terauchi, komandan Jepang dari Grup Angkatan Darat Ekspedisi Selatan. 
Pada tahun 1950, setelah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ia memimpin sidang pleno pertamanya. Dua tahun kemudian, Radjiman meninggal dan dimakamkan di Yogyakarta. 
dr. Radjiman dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2013 oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono. 

Komentar