A. Pendahuluan
Mesir Kuno adalah peradaban kuno di sebelah timur laut benua Afrika, yang berpusat di daerah hilir Sungai Nil, yakni kawasan yang kini menjadi wilayah negara Mesir.
Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir, sekitar tahun 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium.
Sejarah Mesir Kuno diwarnai dengan periode kerajaan-kerajaan yang stabil dan periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru.
Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukkan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemaik sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah Sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
B. Teologi
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Teologi Mesir kuno merujuk pada kepercayaan politeistik, yaitu kepercayaan kepada banyak dewa. Teologi Mesir kuno juga diwarnai dengan hubungan erat antara kehidupan manusia dan lingkungan alam. Orang Mesir kuno percaya bahwa kekuatan alam, seperti matahari, langit, bumi, dan Sungai yang merujuk pada Sungai Nil, adalah dewa atau tempat tinggal para dewa. Mereka percaya bahwa para dewa mengendalikan fenomena alam dan ada dalam unsur-unsur alam itu sendiri, selain mengaitkan fenomena alam yang berbeda dengan dewa-dewa.
Dewa-dewa tersebut diantaranya adalah:
· Matahari dipandang sebagai Tuhan bangsa Mesir yang pertama, sebelum adanya Tuhan yang lain.
· Sungai Nil dianggap suci dan dilambangkan sebagai Dewa Osiris.
· Horus adalah pelindung kerajaan.
· Isis adalah ibu dewi.
· Khnum adalah dewa pencipta yang membentuk manusia dari tanah liat.
Selain itu, terdapat pula sebuah nama yaitu Ma’at, yaitu dewi Mesir kuno yang melambangkan keadilan, keseimbangan, ketertiban, dan harmoni. Ma'at juga diartikan sebagai konsep kebenaran, hukum, moraltas, dan keadilan. Orang Mesir memuja Ma'at dengan menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, ketertiban, dan harmoni. Beberapa aspek tentang Dewi Ma’at yang dijadikan pedoman hidup orang Mesir, yaitu:
· Ma'at dipersonifikasi sebagai dewi yang mengatur musim, bintang, dan tindakan para makhluk dan dewa.
· Ma'at menyusun tatanan alam semesta dari kekacauan pada saat penciptaan.
· Ma'at berperan dalam menimbang kebaikan dan kejahatan roh di dunia bawah Duat.
· Ma'at dikaitkan dengan Osiris.
· Ma'at sering digambarkan sebagai dewi perempuan dengan hieroglif bulu di kepalanya.
· Ma'at dikaitkan dengan Thoth, dewa kebijaksanaan.
· Ma'at dikaitkan dengan raja Mesir, yang memainkan peran dewa matahari.
· Ma'at dikaitkan dengan firaun, yang dianggap sebagai wakil dewa yang ditunjuk untuk menjaga ketertiban.
F. Perekonomian & Perdagangan
Perekonomian Mesir Kuno berpusat pada pertanian yang bergantung pada Sungai Nil dan Peternakan. Sedangkan perdagangan dilakukan dengan negara-negara tetangga, seperti Anatolia dan lainnya.
Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang dimiliki seseorang.
Bangsa Mesir menanam Gandum Emmer dan Jelai, serta beberapa Gandum sereal lain, sebagai bahan Roti dan Bir. Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun Linen dan membuat pakaian.
Papirus/ alang-alang papirus (Cyperus papyrus) ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di permukaan tinggi, sehingga harus diairi manual, yaitu dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi daun Bawang Prey, Bawang Putih, Melon, Squash, Kacang, Selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi Wine.
Setelah pertanian, Mesir Kuno juga mengembangkan Peternakan. Selain Sapi, hewan ternak yang paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, serta ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya, bangsa Mesir Kuno menyimpan Domba, Kambing, dan Babi. Unggas seperti Bebek, Angsa, dan Merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan, agar semakin gemuk. Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan lilin.
Keledai dan Lembu digunakan sebagai hewan pekerja, sedangkan Lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual persembahan. Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta, meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gajah sempat dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah untuk merumput.
Anjing, Kucing, dan Monyet menjadi hewan peliharaan, sementara hewan-hewan seperti Singa yang diimpor dari jantung Afrika merupakan milik kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa yang menyimpan hewan di rumah mereka.
Selain Pertanian dan Peternakan, Mesir Kuno kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan Garam Natron dari Wadi Natrun (adalah sebuah lembah yang terletak di Buhayrah, Mesir) untuk mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum, dan diperlukan untuk membuat plester. Batuan yang mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai, dengan kondisi alam yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk mendapatkan sumber daya alam di sana.
Terdapat pula sebuah tambang emas luas di Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di wilayah ini. Wadi Hammamat (sebuah wadi atau sungai ephemeral di sebelah timur negara Mesir. Wadi ini terbentang di sepanjang Gurun Timur dari Kota Qift atau Koptos di Kegubernuran Qina sampai Kota Al Qusair di Kegubernuran Laut Merah) adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas.
Rijang (Batu Api) adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan untuk membuat perkakas seperti kapak. Rijang adalah potongan awal yang membuktikan adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat kekerasan serta daya tahan yang sedang, dan hal ini tetap bertahan bahkan setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama. Firaun Narmer memproduksi Tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari Byblos. Pada masa Dinasti Kelima, Mesir kuno dan Punt memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet. Mesir bergantung pada Anatolia untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru lazuardi, yang harus diimpor dari Afganistan. Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan Kreta, yang menyediakan minyak zaitun (selain barang-barang lainnya). Sebagai ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca dan benda-benda batu.
Dalam perdagangan, Bangsa Mesir Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga mereka menggunakan alat tukar berupa sistem Barter, yang, berupa karung Beras dan beberapa Deben (satuan berat yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai denominatornya. Pekerja dibayar menggunakan biji-bijian; dengan perhitungan, pekerja kasar biasanya hanya mendapat 5 karung (200 kg) biji-bijian per bulan, sementara mandor bisa mencapai 7 karung (250 kg) per bulan. Harga tidak berubah di seluruh wilayah negara dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus dihargai 5 Deben tembaga sementara sapi bernilai 140 Deben.
Pada abad ke 5 sebelum masehi, uang koin mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari logam mulia dibanding sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad kemudian uang koin mulai digunakan sebagai standar perdagangan.
G. Hasil Budaya
1. Kesusasteraan
a) Bahasa dan Tulisan
Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa Berber dan Semit. Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa Mesir telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada bahasa Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik.
Tulisan Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes. Huruf tulisan Mesir kuno disebut Hieroglif, yang merupakan tulisan pertama dan digunakan oleh orang Mesir kuno. Ciri dari huruf ini, terdiri dari sekitar 500 simbol, yang mewakili kata atau suara, dan berbentuk gambar manusia, hewan, atau benda, yang merupakan lambang tulisan, menyerupai gambar paku. Biasanya digunakan untuk prasasti-prasasti monumental, seperti yang ditemukan di kuil-kuil dan makam-makam besar.
b) Sastra
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan. Pekerjaan menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang juga menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan (disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium. Karya-karya literatur yang terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir, digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagaimana direpresentasikan dalam dokumen administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan Koptik. Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam. Genre ini dikenal sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha untuk menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan terkenal.
Kisah Sinuhe yang ditulis dalam bahasa Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai literatur Mesir klasik. Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai mahakarya dalam dunia literatur timur tengah.
Pada masa akhir Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan untuk menulis seperti yang terlihat pada Cerita Wenamun dan Instruksi Any. Cerita Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok dalam perjalanannya untuk membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa Demotik). Banyak cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan biasanya memiliki setting pada masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung seperti Ramses II.
2. Seni Rupa
a. Arsitektur
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun.
Mesir Kuno adalah peradaban kuno di sebelah timur laut benua Afrika, yang berpusat di daerah hilir Sungai Nil, yakni kawasan yang kini menjadi wilayah negara Mesir.
Peradaban ini dimulai dengan unifikasi Mesir Hulu dan Hilir, sekitar tahun 3150 SM, dan selanjutnya berkembang selama kurang lebih tiga milenium.
Sejarah Mesir Kuno diwarnai dengan periode kerajaan-kerajaan yang stabil dan periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai Periode Menengah. Mesir Kuno mencapai puncak kejayaannya pada masa Kerajaan Baru.
Selanjutnya, peradaban ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukkan oleh kekuatan-kekuatan asing pada periode akhir. Kekuasaan firaun secara resmi dianggap berakhir sekitar 31 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukkan dan menjadikan wilayah Mesir Ptolemaik sebagai bagian dari provinsi Romawi. Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, periode kekuasaan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara bertahap di lembah Sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya perkembangan peradaban merdeka Mesir.
B. Teologi
Kepercayaan terhadap kekuatan gaib dan adanya kehidupan setelah kematian dipegang secara turun temurun. Kuil-kuil diisi oleh dewa-dewa yang memiliki kekuatan supernatural dan menjadi tempat untuk meminta perlindungan, namun dewa-dewa tidak selalu dilihat sebagai sosok yang baik; orang mesir percaya dewa-dewa perlu diberi sesajen agar tidak mengeluarkan amarah. Struktur ini dapat berubah, tergantung siapa yang berkuasa ketika itu.
Teologi Mesir kuno merujuk pada kepercayaan politeistik, yaitu kepercayaan kepada banyak dewa. Teologi Mesir kuno juga diwarnai dengan hubungan erat antara kehidupan manusia dan lingkungan alam. Orang Mesir kuno percaya bahwa kekuatan alam, seperti matahari, langit, bumi, dan Sungai yang merujuk pada Sungai Nil, adalah dewa atau tempat tinggal para dewa. Mereka percaya bahwa para dewa mengendalikan fenomena alam dan ada dalam unsur-unsur alam itu sendiri, selain mengaitkan fenomena alam yang berbeda dengan dewa-dewa.
Dewa-dewa tersebut diantaranya adalah:
· Matahari dipandang sebagai Tuhan bangsa Mesir yang pertama, sebelum adanya Tuhan yang lain.
· Sungai Nil dianggap suci dan dilambangkan sebagai Dewa Osiris.
· Horus adalah pelindung kerajaan.
· Isis adalah ibu dewi.
· Khnum adalah dewa pencipta yang membentuk manusia dari tanah liat.
Selain itu, terdapat pula sebuah nama yaitu Ma’at, yaitu dewi Mesir kuno yang melambangkan keadilan, keseimbangan, ketertiban, dan harmoni. Ma'at juga diartikan sebagai konsep kebenaran, hukum, moraltas, dan keadilan. Orang Mesir memuja Ma'at dengan menjalani hidup sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, ketertiban, dan harmoni. Beberapa aspek tentang Dewi Ma’at yang dijadikan pedoman hidup orang Mesir, yaitu:
· Ma'at dipersonifikasi sebagai dewi yang mengatur musim, bintang, dan tindakan para makhluk dan dewa.
· Ma'at menyusun tatanan alam semesta dari kekacauan pada saat penciptaan.
· Ma'at berperan dalam menimbang kebaikan dan kejahatan roh di dunia bawah Duat.
· Ma'at dikaitkan dengan Osiris.
· Ma'at sering digambarkan sebagai dewi perempuan dengan hieroglif bulu di kepalanya.
· Ma'at dikaitkan dengan Thoth, dewa kebijaksanaan.
· Ma'at dikaitkan dengan raja Mesir, yang memainkan peran dewa matahari.
· Ma'at dikaitkan dengan firaun, yang dianggap sebagai wakil dewa yang ditunjuk untuk menjaga ketertiban.
Setelah Kerajaan Baru, peran firaun sebagai perantara spiritual mulai berkurang seiring dengan munculnya kebiasaan untuk memuja langsung tuhan, tanpa perantara. Di sisi lain, para imam mengembangkan sistem ramalan (oracle) untuk mengkomunikasikan langsung keinginan dewa kepada masyarakat.
C. Bukti Sejarah
Bukti-bukti sejarah Mesir kuno meliputi piramida, patung Sphinx, mumi, hieroglif, batu Rosetta, makam Tutankhamun, papirus, tinta hitam, dan peninggalan lainnya.
· Piramida
Mumi merupakan praktik pengawetan mayat yang telah ada sejak zaman awal peradaban Mesir.
D. Periodesasi
Periodesasi Mesir Kuno terbagi menjadi 3 periode sebelum mengalami dalam kekuasaan Timur Tengah, yaitu:
1. Mesir Periode Pra Sejarah
Periode ini dikenal juga dengan periode Pra Dinasti, yang berlangsung sebelum hingga 3100 SM.
2. Periode Mesir Kuno
a) Periode Dinasti Awal (Sekitar 3100–2686 SM)
b) Kerajaan Lama (Sekitar 2686–2181 SM)
c) Periode Menengah ke-1 (Sekitar 2181–2055 SM)
d) Kerajaan Pertengahan (Sekitar 2055–1650 SM)
e) Periode Menengah ke-2 (Sekitar 1650–1550 SM)
f) Kerajaan Baru (Sekitar 1550–1069 SM)
g) Periode Menengah ke-3 (Sekitar 1069–664 SM)
h) Periode Akhir (Sekitar 664–332 SM)
i) Mesir Akhemeniyah (Sekitar 525–332 SM)
3. Periode Zaman Klasik
a) Mesir Makedonia dan Ptolemaik (Sekitar 332–30 SM)
b) Mesir Romawi dan Bizantium (Sekitar 30 SM–641 M)
c) Mesir Sasaniyah (Sekitar 619–629 M)
E. Pemerintahan & Tatanan Hukum
Firaun adalah Raja yang berkuasa penuh atas negara—setidaknya dalam teori—dan memegang kendali atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer tertinggi dan kepala pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi masalah-masalahnya.
Adalah sang “Wazir”, orang kedua di Kerajaan, yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi, dan juga berperan sebagai perwakilan Raja yang mengkoordinir survey tanah, kas negara, proyek pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip Kerajaan.
Di level Regional, Kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut “Nome”, yang masing-masing dipimpin oleh seorang “Nomark”, yang bertanggung jawab kepada “Wazir”.
Selain itu, Kuil menjadi tulang punggung utama perekonomian yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan, namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam sebuah sistem lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi biji-bijian dan barang-barang lainnya.
Hukum pada masa Mesir Kuno berfungsi laiknya di negara manapun pada masa kini: seperangkat aturan disusun oleh mereka yang dianggap pakar dalam bidang ini untuk selanjutnya disepakati bersama sebagai aturan hukum, juga ada sistem peradilan yang menimbang bukti-bukti pelanggaran terhadap aturan tersebut, dan satuan kepolisian yang bertugas menegakkan serta menyeret para pelanggar aturan ke meja hijau.
Hingga saat ini, tidak atau belum ditemukan kaitan yang menghubungkan kaidah (code) hukum bangsa Mesir dengan beragam dokumen (legal) bangsa Mesopotamia seperti Hukum Ur-Nammu (Code of Ur-Nammu) atau Hukum Hammurabi (Hammurabi's Code). Namun kaitan ini bisa sangat mungkin terjadi mengingat preseden dalam mengambil putusan sidang mengacu pada kasus yang terjadi dalam kurun Periode Dinasti Awal (Early Dynastic Period, sekitar 3150 sampai sekitar 2613 SM) sebagaimana bukti penggunaan preseden tersebut pada tahun-tahun awal dari masa Kerajaan Tua (Old Kingdom, sekitar 2613-2181 SM). Preseden hukum ini bakal terus digunakan dalam pengambilan putusan legal selama masa Kerajaan Tengah (Middle Kingdom, 2040-1782 SM) dan seterusnya sepanjang sisa kesejarahan Mesir (Kuno).
Secara administrasi, Badan pengadilan yang melaksanakan sistem hukum terdiri dari “Seru” (para pinisepuh dalam sebuah komunitas rural), “Kenbet” (pengadilan pada tingkat regional dan nasional) serta “Djadjat” (pengadilan kerajaan).
Jika sebuah tindak kriminal terjadi pada satu desa dan para seru tidak bisa mencapai kata sepakat dalam mengambil putusan, kasusnya akan dinaikkan ke tingkat kenbet atau hingga ke tingkat djadjat, namun hal semacam ini sepertinya juga jarang terjadi. Lazimnya, apapun yang terjadi dalam satu desa juga bakal diselesaikan para “Seru” di wilayah itu sendiri. “Kenbet” diyakini lebih bertindak sebagai badan yang merancang aturan hukum dan melaksanakan hukuman pada tingkat regional (distrik) dan nasional, sementara “Djadjat” lebih merupakan badan yang membuat keputusan akhir atas (esensi) suatu aturan, yakni apakah aturan tersebut dapat dianggap sah dan bersifat mengikat sesuai dengan Ma'at.
Diperkirakan, kebanyakan masyarakat Mesir kuno merupakan warganegara yang tunduk hukum dan taat aturan. Namun,berbagai konflik seperti perselisihan hak atas tanah dan pengairan, pertikaian atas kepemilikan ternak atau perebutan hak atas suatu gelar atau pekerjaan warisan juga masih banyak ditemukan. Bunson menggambarkan bagaimana:
“Masyarakat Mesir antri berbaris setiap hari dan menunggu giliran untuk memberikan kesaksian atau petisi mereka ke hadapan para hakim. Putusan-putusan terkait kesaksian atau petisi ini didasarkan pada praktik-praktik legal yang tradisional, sekalipun seharusnya juga tersedia kaidah tertulis sebagai bahan kajian.”
Para hakim yang diacu Bunson dalam komentarnya di atas adalah para anggota dari (pengadilan) “Kenbet” dan tiap ibukota dari satu distrik menyelenggarakan satu sesi persidangan setiap hari. Dengan demikian, kedudukan “Wazir” menyatakan posisi (setara) hakim agung namun sebagian besar persidangan dipimpin oleh para magistrat di bawahnya.
Kebanyakan kasus yang ditangani adalah perselisihan atas kepemilikan properti atau harta dalam sebuah keluarga pasca meninggalnya kepala keluarga laki-laki (patriarch) ataupun perempuan (matriarch) mereka. Terkait hal ini, masyarakat Mesir kuno tidak mengenal surat wasiat (wills), namun seseorang bisa membuat atau menuliskan dokumen-alih (transfer document, atau semacam surat keterangan pada saat ini - penerjemah) untuk menjelaskan siapa mendapat apa dan berapa dari pembagian harta kekayaan atau barang berharga lainnya. Pun sejak dulu seperti pada jaman Mesir kuno hingga masa sekarang, dokumen seperti ini sering menjadi pemicu pertikaian antar anggota keluarga yang saling mengadukan satu sama lain ke pengadilan.
C. Bukti Sejarah
Bukti-bukti sejarah Mesir kuno meliputi piramida, patung Sphinx, mumi, hieroglif, batu Rosetta, makam Tutankhamun, papirus, tinta hitam, dan peninggalan lainnya.
· Piramida
- Piramida Giza adalah salah satu keajaiban dunia kuno dan mahakarya terbesar yang pernah dibuat manusia di zaman kuno.
- Piramida yang dibangun oleh Djoser, Khufu, dan keturunan mereka, merupakan simbol peradaban Mesir Kuno yang paling diingat.
- Patung Sphinx adalah patung singa berkepala manusia yang terbuat dari batu kapur.
- Sphinx Agung Giza adalah patung Sphinx terbesar yang terdapat di Mesir, dengan ukuran panjang mencapai 73 meter dan tingginya 20 meter.
Mumi merupakan praktik pengawetan mayat yang telah ada sejak zaman awal peradaban Mesir.
D. Periodesasi
Periodesasi Mesir Kuno terbagi menjadi 3 periode sebelum mengalami dalam kekuasaan Timur Tengah, yaitu:
1. Mesir Periode Pra Sejarah
Periode ini dikenal juga dengan periode Pra Dinasti, yang berlangsung sebelum hingga 3100 SM.
2. Periode Mesir Kuno
a) Periode Dinasti Awal (Sekitar 3100–2686 SM)
b) Kerajaan Lama (Sekitar 2686–2181 SM)
c) Periode Menengah ke-1 (Sekitar 2181–2055 SM)
d) Kerajaan Pertengahan (Sekitar 2055–1650 SM)
e) Periode Menengah ke-2 (Sekitar 1650–1550 SM)
f) Kerajaan Baru (Sekitar 1550–1069 SM)
g) Periode Menengah ke-3 (Sekitar 1069–664 SM)
h) Periode Akhir (Sekitar 664–332 SM)
i) Mesir Akhemeniyah (Sekitar 525–332 SM)
3. Periode Zaman Klasik
a) Mesir Makedonia dan Ptolemaik (Sekitar 332–30 SM)
b) Mesir Romawi dan Bizantium (Sekitar 30 SM–641 M)
c) Mesir Sasaniyah (Sekitar 619–629 M)
E. Pemerintahan & Tatanan Hukum
Firaun adalah Raja yang berkuasa penuh atas negara—setidaknya dalam teori—dan memegang kendali atas semua tanah dan sumber dayanya. Firaun juga merupakan komandan militer tertinggi dan kepala pemerintahan, yang bergantung pada birokrasi pejabat untuk mengurusi masalah-masalahnya.
Adalah sang “Wazir”, orang kedua di Kerajaan, yang bertanggung jawab terhadap masalah administrasi, dan juga berperan sebagai perwakilan Raja yang mengkoordinir survey tanah, kas negara, proyek pembangunan, sistem hukum, dan arsip-arsip Kerajaan.
Di level Regional, Kerajaan dibagi menjadi 42 wilayah administratif yang disebut “Nome”, yang masing-masing dipimpin oleh seorang “Nomark”, yang bertanggung jawab kepada “Wazir”.
Selain itu, Kuil menjadi tulang punggung utama perekonomian yang berperan tidak hanya sebagai pusat pemujaan, namun juga berperan mengumpulkan dan menyimpan kekayaan negara dalam sebuah sistem lumbung dan perbendaharaan dengan meredistribusi biji-bijian dan barang-barang lainnya.
Hukum pada masa Mesir Kuno berfungsi laiknya di negara manapun pada masa kini: seperangkat aturan disusun oleh mereka yang dianggap pakar dalam bidang ini untuk selanjutnya disepakati bersama sebagai aturan hukum, juga ada sistem peradilan yang menimbang bukti-bukti pelanggaran terhadap aturan tersebut, dan satuan kepolisian yang bertugas menegakkan serta menyeret para pelanggar aturan ke meja hijau.
Hingga saat ini, tidak atau belum ditemukan kaitan yang menghubungkan kaidah (code) hukum bangsa Mesir dengan beragam dokumen (legal) bangsa Mesopotamia seperti Hukum Ur-Nammu (Code of Ur-Nammu) atau Hukum Hammurabi (Hammurabi's Code). Namun kaitan ini bisa sangat mungkin terjadi mengingat preseden dalam mengambil putusan sidang mengacu pada kasus yang terjadi dalam kurun Periode Dinasti Awal (Early Dynastic Period, sekitar 3150 sampai sekitar 2613 SM) sebagaimana bukti penggunaan preseden tersebut pada tahun-tahun awal dari masa Kerajaan Tua (Old Kingdom, sekitar 2613-2181 SM). Preseden hukum ini bakal terus digunakan dalam pengambilan putusan legal selama masa Kerajaan Tengah (Middle Kingdom, 2040-1782 SM) dan seterusnya sepanjang sisa kesejarahan Mesir (Kuno).
Secara administrasi, Badan pengadilan yang melaksanakan sistem hukum terdiri dari “Seru” (para pinisepuh dalam sebuah komunitas rural), “Kenbet” (pengadilan pada tingkat regional dan nasional) serta “Djadjat” (pengadilan kerajaan).
Jika sebuah tindak kriminal terjadi pada satu desa dan para seru tidak bisa mencapai kata sepakat dalam mengambil putusan, kasusnya akan dinaikkan ke tingkat kenbet atau hingga ke tingkat djadjat, namun hal semacam ini sepertinya juga jarang terjadi. Lazimnya, apapun yang terjadi dalam satu desa juga bakal diselesaikan para “Seru” di wilayah itu sendiri. “Kenbet” diyakini lebih bertindak sebagai badan yang merancang aturan hukum dan melaksanakan hukuman pada tingkat regional (distrik) dan nasional, sementara “Djadjat” lebih merupakan badan yang membuat keputusan akhir atas (esensi) suatu aturan, yakni apakah aturan tersebut dapat dianggap sah dan bersifat mengikat sesuai dengan Ma'at.
Diperkirakan, kebanyakan masyarakat Mesir kuno merupakan warganegara yang tunduk hukum dan taat aturan. Namun,berbagai konflik seperti perselisihan hak atas tanah dan pengairan, pertikaian atas kepemilikan ternak atau perebutan hak atas suatu gelar atau pekerjaan warisan juga masih banyak ditemukan. Bunson menggambarkan bagaimana:
“Masyarakat Mesir antri berbaris setiap hari dan menunggu giliran untuk memberikan kesaksian atau petisi mereka ke hadapan para hakim. Putusan-putusan terkait kesaksian atau petisi ini didasarkan pada praktik-praktik legal yang tradisional, sekalipun seharusnya juga tersedia kaidah tertulis sebagai bahan kajian.”
Para hakim yang diacu Bunson dalam komentarnya di atas adalah para anggota dari (pengadilan) “Kenbet” dan tiap ibukota dari satu distrik menyelenggarakan satu sesi persidangan setiap hari. Dengan demikian, kedudukan “Wazir” menyatakan posisi (setara) hakim agung namun sebagian besar persidangan dipimpin oleh para magistrat di bawahnya.
Kebanyakan kasus yang ditangani adalah perselisihan atas kepemilikan properti atau harta dalam sebuah keluarga pasca meninggalnya kepala keluarga laki-laki (patriarch) ataupun perempuan (matriarch) mereka. Terkait hal ini, masyarakat Mesir kuno tidak mengenal surat wasiat (wills), namun seseorang bisa membuat atau menuliskan dokumen-alih (transfer document, atau semacam surat keterangan pada saat ini - penerjemah) untuk menjelaskan siapa mendapat apa dan berapa dari pembagian harta kekayaan atau barang berharga lainnya. Pun sejak dulu seperti pada jaman Mesir kuno hingga masa sekarang, dokumen seperti ini sering menjadi pemicu pertikaian antar anggota keluarga yang saling mengadukan satu sama lain ke pengadilan.
F. Perekonomian & Perdagangan
Perekonomian Mesir Kuno berpusat pada pertanian yang bergantung pada Sungai Nil dan Peternakan. Sedangkan perdagangan dilakukan dengan negara-negara tetangga, seperti Anatolia dan lainnya.
Kondisi geografi yang mendukung dan tanah di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa Mesir mampu memproduksi banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang dimiliki seseorang.
Bangsa Mesir menanam Gandum Emmer dan Jelai, serta beberapa Gandum sereal lain, sebagai bahan Roti dan Bir. Tanaman-tanaman Flax ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun Linen dan membuat pakaian.
Papirus/ alang-alang papirus (Cyperus papyrus) ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-sayuran dan buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat dengan permukiman, dan berada di permukaan tinggi, sehingga harus diairi manual, yaitu dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi daun Bawang Prey, Bawang Putih, Melon, Squash, Kacang, Selada, dan tanaman-tanaman lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi Wine.
Setelah pertanian, Mesir Kuno juga mengembangkan Peternakan. Selain Sapi, hewan ternak yang paling penting; pemerintah mengumpulkan pajak terhadap hewan ternak dalam sensus-sensus reguler, serta ukuran ternak melambangkan martabat dan kepentingan pemiliknya, bangsa Mesir Kuno menyimpan Domba, Kambing, dan Babi. Unggas seperti Bebek, Angsa, dan Merpati ditangkap dengan jaring dan dibesarkan di peternakan. Di peternakan, unggas-unggas tersebut dipaksa makan adonan, agar semakin gemuk. Sementara itu, di sungai Nil terdapat sumber daya ikan. Lebah-lebah juga didomestikasi dari masa Kerajaan Lama, dan hewan tersebut menghasilkan madu dan lilin.
Keledai dan Lembu digunakan sebagai hewan pekerja, sedangkan Lembu yang gemuk dikorbankan dalam ritual persembahan. Kuda-kuda dibawa oleh Hyksos pada Periode Menengah Kedua, sementara unta, meskipun sudah ada sejak periode Kerajaan Baru, tidak digunakan sebagai hewan pekerja hingga Periode Akhir. Selain itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa gajah sempat dimanfaatkan pada Periode Akhir, tetapi akhirnya dibuang karena kurangnya tanah untuk merumput.
Anjing, Kucing, dan Monyet menjadi hewan peliharaan, sementara hewan-hewan seperti Singa yang diimpor dari jantung Afrika merupakan milik kerajaan. Herodotus mengamati bahwa bangsa Mesir adalah satu-satunya bangsa yang menyimpan hewan di rumah mereka.
Selain Pertanian dan Peternakan, Mesir Kuno kaya akan batu bangunan dan dekoratif, bijih tembaga dan timah, emas, dan batu-batu semimulia. Kekayaan itu memungkinkan orang Mesir Kuno untuk membangun monumen, memahat patung, membuat alat-alat, dan perhiasan. Pembalsem menggunakan Garam Natron dari Wadi Natrun (adalah sebuah lembah yang terletak di Buhayrah, Mesir) untuk mumifikasi, yang juga menjadi sumber gypsum, dan diperlukan untuk membuat plester. Batuan yang mengandung bijih besi dapat ditemukan di wadi-wadi gurun timur dan Sinai, dengan kondisi alam yang tidak ramah. Membutuhkan ekspedisi besar (biasanya dikontrol negara) untuk mendapatkan sumber daya alam di sana.
Terdapat pula sebuah tambang emas luas di Nubia, dan salah satu peta pertama yang ditemukan adalah peta sebuah tambang emas di wilayah ini. Wadi Hammamat (sebuah wadi atau sungai ephemeral di sebelah timur negara Mesir. Wadi ini terbentang di sepanjang Gurun Timur dari Kota Qift atau Koptos di Kegubernuran Qina sampai Kota Al Qusair di Kegubernuran Laut Merah) adalah sumber penting granit, greywacke, dan emas.
Rijang (Batu Api) adalah mineral yang pertama kali dikumpulkan dan digunakan untuk membuat perkakas seperti kapak. Rijang adalah potongan awal yang membuktikan adanya habitat manusia di lembah Sungai Nil. Nodul-nodul mineral secara hati-hati dipipihkan untuk membuat bilah dan kepala panah dengan tingkat kekerasan serta daya tahan yang sedang, dan hal ini tetap bertahan bahkan setelah tembaga digunakan untuk tujuan tersebut.
Orang Mesir kuno berdagang dengan negeri-negeri tetangga untuk memperoleh barang yang tidak ada di Mesir. Pada masa pra dinasti, mereka berdagang dengan Nubia untuk memperoleh emas dan dupa. Orang Mesir kuno juga berdagang dengan Palestina, dengan bukti adanya kendi minyak bergaya Palestina di pemakaman firaun Dinasti Pertama. Koloni Mesir di Kanaan selatan juga berusia sedikit lebih tua dari dinasti pertama. Firaun Narmer memproduksi Tembikar Mesir di Kanaan, dan mengekspornya kembali ke Mesir.
Paling lambat dari masa Dinasti Kedua, Mesir kuno mendapatkan kayu berkualitas tinggi (yang tak dapat ditemui di Mesir) dari Byblos. Pada masa Dinasti Kelima, Mesir kuno dan Punt memperdagangkan emas, damar, eboni, gading, dan binatang liar seperti monyet. Mesir bergantung pada Anatolia untuk memasok persediaan timah dan tembaga (keduanya merupakan bahan baku untuk membuat perunggu). Orang Mesir kuno juga menghargai batu biru lazuardi, yang harus diimpor dari Afganistan. Partner dagang Mesir di Laut Tengah meliputi Yunani dan Kreta, yang menyediakan minyak zaitun (selain barang-barang lainnya). Sebagai ganti impor bahan baku dan barang mewah, Mesir mengekspor gandum, emas, linen, papirus, dan barang-barang jadi seperti kaca dan benda-benda batu.
Dalam perdagangan, Bangsa Mesir Kuno belum mengenal uang koin hingga Periode Akhir sehingga mereka menggunakan alat tukar berupa sistem Barter, yang, berupa karung Beras dan beberapa Deben (satuan berat yang setara dengan 91 gram) tembaga atau perak sebagai denominatornya. Pekerja dibayar menggunakan biji-bijian; dengan perhitungan, pekerja kasar biasanya hanya mendapat 5 karung (200 kg) biji-bijian per bulan, sementara mandor bisa mencapai 7 karung (250 kg) per bulan. Harga tidak berubah di seluruh wilayah negara dan biasanya dicatat utuk membantu perdagangan; misalnya kaus dihargai 5 Deben tembaga sementara sapi bernilai 140 Deben.
Pada abad ke 5 sebelum masehi, uang koin mulai dikenal di Mesir. Awalnya koin digunakan sebagai nilai standar dari logam mulia dibanding sebagai uang yang sebenarnya; baru beberapa abad kemudian uang koin mulai digunakan sebagai standar perdagangan.
G. Hasil Budaya
1. Kesusasteraan
a) Bahasa dan Tulisan
Bahasa Mesir adalah bahasa Afro-Asiatik yang berhubungan dekat dengan bahasa Berber dan Semit. Bahasa ini memiliki sejarah bahasa terpanjang kedua (setelah Sumeria). Bahasa Mesir telah ditulis sejak 3200 SM dan sudah dituturkan sejak waktu yang lebih lama. Fase-fase pada bahasa Mesir Kuno adalah bahasa Mesir Lama, Pertengahan, Akhir, Demotik, dan Koptik.
Tulisan Mesir tidak menunjukkan perbedaan dialek sebelum Koptik, tetapi mungkin dituturkan dalam dilek-dialek regional di sekitar Memphis dan nantinya Thebes. Huruf tulisan Mesir kuno disebut Hieroglif, yang merupakan tulisan pertama dan digunakan oleh orang Mesir kuno. Ciri dari huruf ini, terdiri dari sekitar 500 simbol, yang mewakili kata atau suara, dan berbentuk gambar manusia, hewan, atau benda, yang merupakan lambang tulisan, menyerupai gambar paku. Biasanya digunakan untuk prasasti-prasasti monumental, seperti yang ditemukan di kuil-kuil dan makam-makam besar.
b) Sastra
Tulisan pertama kali ditemukan di lingkungan kerajaan, terutama pada barang-barang di makam keluarga kerajaan. Pekerjaan menulis biasanya hanya diberikan kepada orang-orang tertentu yang juga menjalankan institusi Per Ankh atau Rumah Kehidupan, serta perpustakaan (disebut Rumah Buku), laboratorium, dan observatorium. Karya-karya literatur yang terkenal sebagian ditulis dalam bahasa Mesir Klasik, yang terus digunakan secara bahasa tertulis hingga sekitar tahun 1300 SM. Bahasa Mesir Akhir, digunakan mulai masa Kerajaan Baru sebagaimana direpresentasikan dalam dokumen administratif Ramses, puisi dan kisah cinta, serta teks-teks Demotik dan Koptik. Selama periode ini, berkembang tradisi menulis autografi di makam. Genre ini dikenal sebagai Sebayt (instruksi) dan dikembangkan sebagai usaha untuk menurunkan ajaran dan tuntunan bangsawan terkenal.
Kisah Sinuhe yang ditulis dalam bahasa Mesir Pertengahan juga dapat dikategorikan sebagai literatur Mesir klasik. Contoh lainnya adalah Instruksi Amenemope yang dianggap sebagai mahakarya dalam dunia literatur timur tengah.
Pada masa akhir Kerajaan Baru, Bahasa Mesir Akhir lebih banyak digunakan untuk menulis seperti yang terlihat pada Cerita Wenamun dan Instruksi Any. Cerita Wenamun menceritakan kisah tentang bangsawan yang dirampok dalam perjalanannya untuk membeli cedar dari Lebanon dan perjuangannya kembali ke Mesir. Sejak 700 SM, cerita naratif dan instruksi, seperti misalnya Instruksi Onchshesonqy, dan dokumen-dokumen bisnis ditulis dalam bahasa Demotik). Banyak cerita pada masa Yunani-Romawi juga dalam bahasa Demotik, dan biasanya memiliki setting pada masa-masa ketika Mesir merdeka di bawah kekuasaan Firaun agung seperti Ramses II.
2. Seni Rupa
a. Arsitektur
Karya arsitektur bangsa Mesir Kuno yang paling terkenal antara lain: Piramida Giza dan kuil di Thebes. Proyek pembangunan dikelola dan didanai oleh pemerintah untuk tujuan religius, sebagai bentuk peringatan, maupun untuk menunjukkan kekuasaan firaun.
Bangsa Mesir Kuno mampu membangun struktur batu dengan peralatan sederhana namun efektif, dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang berhasil ditemukan adalah Mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah dalam penyimpanan mayat.
b. Tembikar
Sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan artifisial yang cukup berharga.
Kediaman baik untuk kalangan elit maupun masyarakat biasa dibuat dari bahan yang mudah hancur seperti batu bata dan kayu, karenanya tidak ada satu pun yang terisa saat ini. Kaum tani tinggal di rumah sederhana, di sisi lain, rumah kaum elit memiliki struktur yang rumit. Beberapa istana Kerajaan Baru yang tersisa, seperti yang terletak di Malkata dan Amarna, menunjukkan tembok dan lantai yang dipenuhi hiasan dengan gambar pemandangan yang indah. Struktur penting seperti kuil atau makam dibuat dengan batu agar dapat bertahan lama.
Kuil-kuil tertua yang tersisa, seperti yang terletak di Giza, terdiri dari ruang tunggal tertutup dengan lembaran atap yang didukung oleh pilar. Pada Kerajaan Baru, arsitek menambahkan pilon, halaman terbuka, dan ruangan hypostyle; gaya ini bertahan hingga periode Yunani-Romawi. Arsitektur makam tertua yang berhasil ditemukan adalah Mastaba, struktur persegi panjang dengan atap datar yang terbuat dari batu dan bata. Struktur ini biasanya dibangun untuk menutupi ruang bawah tanah dalam penyimpanan mayat.
b. Tembikar
Sebelum masa keemasan di bawah kekuasaan Kerajaan Lama, bangsa Mesir kuno telah mampu mengembangkan sebuah material kilap yang dikenal sebagai tembikar glasir bening, yang dianggap sebagai bahan artifisial yang cukup berharga.
Tembikar glasir bening adalah keramik yang terbuat dari silika, sedikit kapur dan soda, serta bahan pewarna, biasanya tembaga. Tembikar glasir bening digunakan untuk membuat manik-manik, ubin, arca, dan lainnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menciptakan tembikar glasir bening, namun yang sering digunakan adalah menaruh bahan baku yang telah diolah menjadi pasta di atas tanah liat, kemudian membakarnya. Dengan teknik yang sama, bangsa Mesir kuno juga dapat memproduksi sebuah pigmen yang dikenal sebagai Egyptian Blue, yang diproduksi dengan menggabungkan silika, tembaga, kapur dan sebuah alkali seperti natron.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan. Tidak diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan transparan.
3. Teknologi
a. Ilmu Matematika
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi.
Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar Aljabar dan Geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol Hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan; sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali. Karena metode perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar.
Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari teorema Pythagoras.
Bangsa mesir kuno juga mampu membuat berbagai macam objek dari kaca, namun tidak jelas apakah mereka mengembangkan teknik itu sendiri atau bukan. Tidak diketahui pula apakah mereka membuat bahan dasar kaca sendiri atau mengimpornya, untuk kemudian dilelehkan dan dibentuk, namun mereka dipastikan memiliki kemampuan teknis untuk membuat objek dan menambahkan elemen mikro untuk mengontrol warna dari kaca tersebut. Banyak warna yang dapat mereka ciptakan, termasuk di antaranya kuning, merah, hijau, biru, ungu, putih, dan transparan.
3. Teknologi
a. Ilmu Matematika
Perhitungan matematika tertua yang ditemukan berasal dari periode Naqada, yang juga menunjukkan bahwa bangsa Mesir ketika itu telah mengembangkan sistem bilangan. Nilai penting matematika bagi seorang intelektual kala itu digambarkan dalam sebuah surat fiksi dari zaman Kerajaan Baru. Pada surat itu, penulisnya mengusulkan untuk mengadakan kompetisi antara dirinya dan ilmuwan lain berkenaan masalah penghitungan sehari-hari seperti penghitungan tanah, tenaga kerja, dan padi.
Teks seperti Papirus Matematika Rhind dan Papirus Matematika Moskwa menunjukkan bahwa bangsa Mesir Kuno dapat menghitung empat operasi matematika dasar — penambahan, pengurangan, pengalian, dan pembagian — menggunakan pecahan, menghitung volume kubus dan piramid, serta menghitung luas kotak, segitiga, lingkaran, dan bola. Mereka memahami konsep dasar Aljabar dan Geometri, serta mampu memecahkan persamaan simultan.
Notasi matematika Mesir Kuno bersifat desimal (berbasis 10) dan didasarkan pada simbol-simbol Hieroglif untuk tiap nilai perpangkatan 10 (1, 10, 100, 1000, 10000, 100000, 1000000) sampai dengan sejuta. Tiap-tiap simbol ini dapat ditulis sebanyak apapun sesuai dengan bilangan yang diinginkan; sehingga untuk menuliskan bilangan delapan puluh atau delapan ratus, simbol 10 atau 100 ditulis sebanyak delapan kali. Karena metode perhitungan mereka tidak dapat menghitung pecahan dengan pembilang lebih besar daripada satu, pecahan Mesir Kuno ditulis sebagai jumlah dari beberapa pecahan. Sebagai contohnya, pecahan dua per tiga (2/3) dibagi menjadi jumlah dari 1/3 + 1/15; proses ini dibantu oleh tabel nilai [pecahan] standar.
Beberapa pecahan ditulis menggunakan glif khusus; nilai yang setara dengan 2/3 ditunjukkan oleh gambar di samping.
Matematikawan Mesir Kuno telah mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari teorema Pythagoras.
Mereka juga dapat memperkirakan luas lingkaran dengan mengurangi satu per sembilan diameternya dan memangkatkan hasilnya:
Luas≈[(8/9)D]²=256/81≈
yang hasilnya mendekati rumus πr².
b. Ilmu Pembuatan Kapal
Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung kapal sejak tahun 3000 SM. “Archaeological Institute of America”, melaporkan bahwa beberapa kapal tertua yang pernah ditemukan, hari ini kita kenal dengan jenis kapal Abydos. Kapal-kapal yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu yang "dijahit" menggunakan tali pengikat.
Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai milik Firaun Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar mayat Firaun Khasekhemwy, namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih terdahulu.
Menurut profesor David O'Connor dari New York University, kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal milik Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal sebagai pelaut yang handal.
c. Ilmu Pengobatan
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti Malaria dan parasit Schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cedera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang Abses.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit Periodontitis. Meskipun di dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang kurus, berat badan Mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara berlebihan. Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-laki dan 30 tahun untuk wanita.
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan beberapa, seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. Herodotus mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi. Pelatihan untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi "Rumah Kehidupan," yang paling terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Saïs di Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya. Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring, blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi. Mereka juga menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi gejala Asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien merasa nyaman menjelang ajalnya.
4. Militer
Angkatan perang Mesir kuno bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing, dan menjaga kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno. Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama Periode Menengah Pertama dan Kedua. Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile, yang merupakan basis operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun menggunakan angkatan perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush dan sebagian Levant.
Peralatan militer yang digunakan pada masa itu adalah panah, tombak, dan perisai berbahan dasar kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru, angkatan perang mulai menggunakan kereta perang yang awalnya diperkenalkan oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan baju zirah terus berkembang setelah penggunaan perunggu: perisai dibuat dari kayu padat dengan gesper perunggu, ujung tombak dibuat dari perunggu, dan Khopesh (berasal dari tentara Asiatik) mulai digunakan. Tentara direkrut dari penduduk biasa; namun, selama dan terutama sesudah masa Kerajaan Baru, tentara bayaran dari Nubia, Kush, dan Libya dibayar untuk membantu Mesir.
5. Adat Pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah: proses mengawetkan tubuh melalui Mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam Sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam Toples Kanopik.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada tampilan luar mumi. Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, Kitab Kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat. Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
b. Ilmu Pembuatan Kapal
Bangsa Mesir kuno telah tahu bagaimana merakit papan kayu menjadi lambung kapal sejak tahun 3000 SM. “Archaeological Institute of America”, melaporkan bahwa beberapa kapal tertua yang pernah ditemukan, hari ini kita kenal dengan jenis kapal Abydos. Kapal-kapal yang ditemukan di Abydos ini dibuat dari papan kayu yang "dijahit" menggunakan tali pengikat.
Awalnya kapal-kapal tersebut diperkirakan sebagai milik Firaun Khasekhemwy karena ditemukan dikubur bersama dan berada di dekat kamar mayat Firaun Khasekhemwy, namun penelitian menunjukkan bawa kapal-kapal itu lebih tua dari usia sang firaun, sehingga kini diperkirakan sebagai kapal milik firaun yang lebih terdahulu.
Menurut profesor David O'Connor dari New York University, kapal-kapal itu kemungkinan merupakan kapal milik Firaun Aha.
Namun meskipun bangsa Mesir Kuno memiliki kemampuan untuk membuat kapal yang sangat besar dan mudah dikendalikan di atas sungai Nil, mereka tidak dikenal sebagai pelaut yang handal.
c. Ilmu Pengobatan
Permasalahan medis di Mesir kuno kebanyakan berasal dari kondisi lingkungan di sana. Hidup dan bekerja di dekat sungai Nil mengakibatkan mereka terancam penyakit seperti Malaria dan parasit Schistosomiasis, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dan pencernaan. Binatang berbahaya seperti buaya dan kuda nil juga menjadi ancaman. Cedera akibat pekerjaan yang sangat berat, terutama dalam bidang konstruksi dan militer, juga sering terjadi. Kerikil dan pasir di tepung (muncul akibat proses pembuatan tepung yang belum canggih) merusak gigi, sehingga menyebabkan mereka mudah terserang Abses.
Hidangan yang dimakan orang kaya di Mesir kuno biasanya mengandung banyak gula, yang mengakibatkan banyaknya penyakit Periodontitis. Meskipun di dinding-dinding makam kebanyakan orang kaya digambarkan memiliki tubuh yang kurus, berat badan Mumi mereka menunjukkan bahwa mereka hidup secara berlebihan. Harapan hidup orang dewasa berkisar antara 35 tahun untuk laki-laki dan 30 tahun untuk wanita.
Tabib-tabib Mesir Kuno termasyhur dengan kemampuan pengobatan mereka dan beberapa, seperti Imhotep, tetap dikenang meskipun telah lama meninggal. Herodotus mengatakan bahwa terdapat pembagian spesialisasi yang tinggi di antara tabib-tabib Mesir; misalnya beberapa tabib hanya mengobati permasalahan pada kepala atau perut, sementara yang lain hanya mengobati masalah mata atau gigi. Pelatihan untuk tabib terletak di Per Ankh atau institusi "Rumah Kehidupan," yang paling terkenal terletak di Per-Bastet semasa Kerajaan Baru dan di Abydos serta Saïs di Periode Akhir. Sebuah papirus medis menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki pengetahuan empiris soal anatomi, luka, dan perawatannya. Luka-luka dirawat dengan cara membungkusnya dengan daging mentah, linen putih, jahitan, jaring, blok, dan kain yang dilumuri madu untuk mencegah infeksi. Mereka juga menggunakan opium untuk mengurangi rasa sakit. Bawang putih maupun merah dikonsumsi secara rutin untuk menjaga kesehatan dan dipercaya dapat mengurangi gejala Asma. Ahli bedah mesir mampu menjahit luka, memperbaiki tulang yang patah, dan melakukan amputasi. Mereka juga mengetahui bahwa ada beberapa luka yang sangat serius sehingga yang dapat mereka lakukan hanyalah mebuat pasien merasa nyaman menjelang ajalnya.
4. Militer
Angkatan perang Mesir kuno bertanggung jawab untuk melindungi Mesir dari serangan asing, dan menjaga kekuasaan Mesir di Timur Dekat Kuno. Tentara Mesir kuno melindungi ekspedisi penambangan ke Sinai pada masa Kerajaan Lama, dan terlibat dalam perang saudara selama Periode Menengah Pertama dan Kedua. Angkatan perang Mesir juga bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan terhadap jalur perdagangan penting, seperti kota Buhen pada jalan menuju Nubia. Benteng-benteng juga didirikan, seperti benteng di Sile, yang merupakan basis operasi penting untuk melancarkan ekspedisi ke Levant. Pada masa Kerajaan Baru, firaun menggunakan angkatan perang Mesir untuk menyerang dan menaklukan Kerajaan Kush dan sebagian Levant.
Peralatan militer yang digunakan pada masa itu adalah panah, tombak, dan perisai berbahan dasar kerangka kayu dan kulit binatang. Pada masa Kerajaan Baru, angkatan perang mulai menggunakan kereta perang yang awalnya diperkenalkan oleh penyerang dari Hyksos. Senjata dan baju zirah terus berkembang setelah penggunaan perunggu: perisai dibuat dari kayu padat dengan gesper perunggu, ujung tombak dibuat dari perunggu, dan Khopesh (berasal dari tentara Asiatik) mulai digunakan. Tentara direkrut dari penduduk biasa; namun, selama dan terutama sesudah masa Kerajaan Baru, tentara bayaran dari Nubia, Kush, dan Libya dibayar untuk membantu Mesir.
5. Adat Pemakaman
Orang Mesir Kuno mempertahankan seperangkat adat pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai kegiatan dalam adat ini adalah: proses mengawetkan tubuh melalui Mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat. Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal, membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam Sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Pada permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara terpisah dalam Toples Kanopik.
Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam yang disebut natron. Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci besar cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai menurun sejak zaman Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat mesir kuno lebih menitikberatkan pada tampilan luar mumi. Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang status sosial. Pada permulaan Kerajaan Baru, Kitab Kematian ikut disertakan di kuburan, bersamaan dengan patung shabti yang dipercaya akan membantu pekerjaan mereka di akhirat. Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan doa atas nama almarhum.
Komentar
Posting Komentar