Peradaban Lembah Sungai Indus (3300–1300 SM) | Peradaban Awal Dunia

A. Pendahuluan
Peradaban Lembah Sungai Indus, yang juga dikenal peradaban yang berpusat di kota Mohenjo Daro dan Harrapa. Peradaban ini mengalami puncak peradaban sekitar 2800–1800 SM, merupakan sebuah peradaban kuno yang hidup sepanjang Sungai Indus yang sekarang merupakan wilayah Pakistan dan India barat. 
Beberapa ahli, membagi Peradaban Lembah Indus menjadi tiga fase, yaitu:
· Fase Harappa Awal (3300 SM–2600 SM)
· Fase Harappa Dewasa (2600 SM–1900 SM)
· Fase Harappa Akhir (1900 SM–1300 SM)
Bukti tentang adanya Peradaban Lembah Indus adalah dengan penemuan tata kota yang maju dan teratur. Kota-kota ini memiliki pemerintahan di pusat kota, benteng, bangsal pertemuan, gudang, dan pemandian umum. Bukti-bukti lainnya tentang peradaban Lembah Indus, diantaranya adalah:
· Temuan artefak seperti patung, segel, tembikar, emas, perhiasan, dan manik-manik
· Temuan prasasti dalam aksara Harappa
· Temuan stempel yang dihiasi dengan figur binatang
· Temuan teknik peleburan logam seperti tembaga, perunggu, dan timah
· Temuan timbangan dan ukuran yang sudah memiliki standar.
Keruntuhan peradaban ini ditengarai disebabkan Sungai Saraswati Veda (“Sungai ini telah diidentifikasikan dengan banyak sungai yang masih ada dan sungai historis, terutama dengan sungai Ghaggar-Hakra di India dan Pakistan yang alirannya diteruskan ke sungai Raini Nala. Usul lainnya ialah sungai Helmand di Afganistan, yang dahulu kala bernama Harahvaiti”) yang mengalami kekeringan, hal ini terjadi diperkirakan sekitar akhir 1900 SM, akibat tingkat radiasi matahari yang cukup tinggi sehingga memengaruhi curah hujan di sekitar lembah.
Para arkeolog mengungkapkan peradaban Lembah Indus merupakan peradaban kuno paling luas yang ditemukan setelah situs peradaban Mesopotamia dan Mesir. Pada tahun 1980, peradaban Lembah Indus ditetapkan sebagai situs warisan dunia oleh UNESCO.

B. Pusat Kota
Pusat peradaban Sungai Indus terletak diantara pusat kota besar tertua yang hidup pada masa Periode Perunggu, dan diperkirakan berpusat di kota Mohenjo-daro dan Harappa, yang terletak di Pakistan sekarang. Berikut uraiannya:
1. Kota Mohenjo Daro
Mohenjo-daro adalah salah satu situs dari sisa-sisa permukiman terbesar dari Kebudayaan Lembah Sungai Indus, yang terletak di provinsi Sind, Pakistan. Kota ini dibangun sekitar tahun 2600 SM, tetapi dikosongkan sekitar tahun 1500 SM. Pada tahun 1922, kota ini ditemukan kembali oleh Rakhaldas Bandyopadhyay, dari Badan Survei Arkeologi India.
Pada zaman dahulu, Mohenjo-daro merupakan salah satu pusat administratif Peradaban Lembah Indus kuno. Pada puncak kejayaannya, Mohenjo-daro adalah kota yang paling terbangun dan maju di Asia Selatan, dan mungkin juga di dunia. Perencanaan dan tekniknya menunjukkan kepentingan kota ini terhadap masyarakat lembah Indus.
2. Kota Harappa
Harappa ialah sebuah kota di Punjab, timur laut Pakistan sekitar 35 km tenggara Sahiwal. Kota ini terletak di bantaran bekas Sungai Ravi.
Kota modernnya terletak di sebelah kota kuno ini, yang dihuni antara tahun 3300-1600 SM. Di kota ini banyak ditemukan relik dari masa Budaya Indus, yang juga terkenal sebagai budaya Harappa.
Pada masa itu, diperkirakan penduduk Harappa sekitar 40.000 jiwa, yang dianggap besar pada zamannya.Hubungan peradaban Indus kuno pada saat itu dikenal sebagai mitra dagang dengan peradaban Mesir dan Mesopotamia. Situs kuno kota Harappa berisi reruntuhan kota dari zaman perunggu yang merupakan bagian dari budaya Cemetery H (Merujuk pada Budaya Pemakaman H adalah budaya Zaman Perunggu di wilayah Punjab di bagian utara anak benua India) dan peradaban lembah Indus, berpusat di Sindh dan Punjab. Kota ini diperkirakan memiliki penduduk berkisar 23.500 jiwa dan terbesar selama fase Mature Harappa pada tahun 2600 hingga 1900 SM. Dua kota terbesar saat itu,
Kota Mohenjodaro dan Harappa muncul sekitar tahun 2600 SM di sepanjang lembah sungai Indus. Artefak batu di lokasi Harappa terbuat dari pasir merah, tanah liat yang dipanggang pada suhu sangat tinggi.

C. Masyarakat
Masyarakat Lembah Sungai Indus, merupakan orang-orang Dravida atau penutur bahasa Proto-Dravida (merujuk pada leluhur dari Bangsa Tamil, Telugu, Kannada, dan Malayalam) yang diperkirakan merupakan pendiri kota kuno ini, walaupun masih menjadi perdebatan dikalangan para Arkeolog.
Ciri secara fisik bangsa proto-Dravida adalah berkulit hitam, berambut ikal, berhidung pesek dan berbadan tegap. 
Riwayat mereka tak dapat ditelusuri hingga sekarang. Selain itu, masyarakat Peradaban Lembah Sungai Indus, terbagi menjadi beberapa kelas sosial, yaitu: Kelas terpelajar, Prajurit, Pedagang, Pengrajin, Buruh kasar atau kelas pekerja. Bukti pembagian kelas sosial ini didapat dari Perbedaan ukuran dan jenis rumah, Spesialisasi kerajinan, Pengelompokan kerajinan lokal, Struktur arsitektur peradaban Harappa.
Menurut Heide Goettner-Abendroth, sebagian besar Masyarakat Lembah Sungai Indus diperkirakan menganut sistem matriarki, yaitu suatu sistem sosial, di mana perempuan, khususnya ibu atau wanita dewasa, memiliki kekuasaan dan otoritas tertinggi dalam kelompok keluarga atau masyarakat.
Hal ini dibuktikan dengan penemuan salah satu patung perempuan terbesar yang ditemukan di Harappa, pada tahun 1991. Patung Perempuan tersebut merujuk pada “Dewi Ibu”, dengan ciri-ciri, hiasan kepala berbentuk kipas biasa dengan cangkir di kedua sisi kepala, tiga set kalung dan peniti.
Walaupun hal ini mendapat pertentangan keras diantaranya oleh Sede Decana Método DeRose, Luciano dan Richard Meadow. Alasannya, karena tidak ada naskah yang diuraikan dan makam dengan bukti hierarki yang jelas. Mereka berpendapat bahwa, temuan yang telah ditunjukkan Sharri Clark dalam artikel dan disertasi PhD-nya, “Patung Perempuan” tersebut tidak dapat didefinisikan sebagai Dewi Ibu, dan hal tersebut juga tidak menunjukkan bahwa masyarakat Lembah Indus Matriarki.
Setelah itu, Lembah Sungai Indus dihuni oleh bangsa Arya, yang memasuki India sekitar tahun 2000 SM-1500 SM, yang masuk ke India melalui pegunungan Hindu Kush. Perlu diketahui bahwa bangsa Arya adalah bangsa pendatang yang menginvasi dan menggusur bangsa Dravida dari Lembah Sungai Indus. Bangsa Arya membawa pengaruh besar terhadap India, termasuk bahasa, agama, dan sistem sosial. Bangsa Arya merupakan campuran orang Persia dan Eropa, yang berasal dari Asia Tengah dan menyebar ke Iran, Mesopotamia, dan Eropa Selatan. Mereka menetap di Dataran Gangga dan membawa kepercayaan dan praktik keagamaan. Bangsa ini menyebarkan sistem kasta yang kaku, mengubah bahasa Dravida setempat dengan bahasa Sansekerta. Selain itu, diperkirakan bahwa Weda, kitab suci tertua dalam agama Hindu, disusun oleh bangsa Arya.

D. Aksara & Bahasa
Aksara Peradaban Lembah Indus disebut juga Aksara Indus atau Aksara Harappa. Aksara ini merupakan bahasa simbolis yang digunakan oleh masyarakat Peradaban Lembah Indus, yang berbentuk pictograf (huruf berbentuk gambar) dan bergaya Kharosthi (dari kanan ke kiri). Tulisan aksara Indus ditemukan pada stempel yang memiliki gambar binatang, serta ditemukan pada lempengan tanah liat dan batu yang digali di Harappa. Ciri-ciri Aksara Indus:
· Aksara ini merupakan bahasa simbolis yang terdiri dari lebih dari 600 karakter berbeda;
· Beberapa simbolnya bergambar dan menyerupai tumbuhan;
· Banyak simbolnya mengandung garis lurus yang berpotongan pada sudut tertentu;
· Aksara ini tidak terkait dengan sistem penulisan yang dikembangkan di Mesir dan Mesopotamia pada periode waktu yang sama;
· Contoh paling awal dari aksara Indus berasal dari milenium ke-3 SM.
Sedangkan Bahasa yang digunakan masyarakat Peradaban Lembah Indus, kemungkinan besar adalah bahasa Dravida kuno, meskipun belum dapat dipastikan secara pasti. Bahasa dan aksara mereka dalam artefak-artefak yang ditemukan, juga masih sedikit yang dapat dipecahkan.
Menurut pakar bahasa Peggy Mohan, menuturkan bahwa bahasa yang digunakan masyarakat Lembah Indus, kemungkinan besar adalah bahasa Dravida, tetapi sedikit berbeda dengan bahasa Dravida yang digunakan saat ini.
Selain bahasa Dravida serta bahasa Sansekerta yang telah dibahas sebelumnya, didalam peradaban Lembah sungai Indus juga digunakan bahasa-bahasa lain, seperti:
· Indo-Arya, misalnya Punjabi, Sindhi, Hindi, Marwari, dan Gujarati
· Dardik, misalnya Shina, Khowar, dan Kohistani
· Iran, misalnya Baluchi, Dari, Pashto, dan Wakhi
· Nuristani, misalnya di Afghanistan timur laut
· Brahui, misalnya di Baluchistan dan Sindh
· Burushaski, misalnya di Pakistan paling utara dekat perbatasan Tiongkok

E. Teologi
Jika melihat sudut pandang hari ini, masyarakat Lembah Sungai Indus memiliki kepercayaan politheisme, yaitu memuja banyak Dewa. Uniknya di kota-kota peninggalan peradaban ini, tidak ditemukan bangunan untuk kegiatan religius dan tanda-tanda sistem kasta seperti kuil-kuil dan monumen besar yang megah.
Hal ini mengakibatkan para peneliti berspekulasi kalau masyarakat Mohenjo Daro dan Harappa, merupakan peradaban yang hidup bergantung sepenuhnya pada ilmu pengetahuan (sudah meninggalkan praktik keagamaan) dan memiliki filosofi hidup yang tinggi (terlihat dari ketiadaan sistem kasta dalam hierarki sosial).
Agama dan sistem kepercayaan masyarakat Peradaban Lembah Indus telah mendapat perhatian besar, dengan banyak penulis yang berkepentingan mengidentifikasi pendahulu praktik keagamaan dan dewa-dewi agama India yang muncul kemudian.
Namun, karena sedikitnya bukti, yang terbuka terhadap berbagai penafsiran, dan fakta bahwa aksara Indus masih belum dapat diuraikan, kesimpulannya adalah bahwa sebagian bersifat spekulatif dan banyak yang sebagian besar lainnya didasarkan pada pandangan retrospektif dari perspektif Hindu yang muncul kemudian.
Peradaban Lembah Indus adalah peradaban Zaman Perunggu di wilayah barat laut Asia Selatan, yang bertahan dari 3300 SM hingga 1300 SM. Bersama dengan Mesir kuno dan Mesopotamia, peradaban ini merupakan salah satu dari tiga peradaban awal di Timur Dekat dan Asia Selatan, dan dari ketiganya, peradaban ini merupakan peradaban yang paling tersebar luas, situs-situsnya membentang dari wilayah yang membentang dari Afghanistan timur laut saat ini, melalui sebagian besar wilayah yang sekarang disebut Pakistan, dan ke wilayah barat dan barat laut Republik India. Peradaban ini berkembang pesat di Lembah Sungai Indus, yang mengalir melalui negara-negara republik India dan Pakistan modern di sepanjang sistem sungai abadi yang sebagian besar dialiri oleh musim hujan.
Di peradaban lain, kuil-kuil besar merupakan elemen kunci utama kota, dan banyak sekali gambaran keagamaan. Setelah naskah-naskah tersebut diuraikan, nama-nama dewa dan karakteristik yang dikaitkan dengan mereka menjadi cukup jelas. Sedangkan hal tersebut tidak berlaku untuk peradaban Indus.
Karya awal dan berpengaruh di bidang yang menjadi tren interpretasi Hindu atas bukti arkeologi dari situs Harappa adalah karya John Marshall, yang pada tahun 1931 mengidentifikasi hal-hal berikut sebagai ciri utama agama Indus, yaitu:
· Dewa Laki-laki Agung dan Dewi Ibu;
· pendewaan atau pemujaan terhadap hewan dan tumbuhan;
· representasi simbolis dari falus dan vulva; dan,
· penggunaan mandi dan air dalam praktik keagamaan.
Interpretasi Marshall telah banyak diperdebatkan, dan terkadang diperdebatkan selama beberapa dekade berikutnya. Geoffrey Samuel, yang menulis pada tahun 2008, menganggap semua upaya untuk membuat "pernyataan positif" tentang agama-agama Peradaban Lembah Indus sebagai dugaan dan sangat rentan terhadap bias pribadi — pada akhirnya, para sarjana tidak tahu apa pun tentang agama-agama Lembah Indus.
Berbeda dengan peradaban Mesir dan Mesopotamia kontemporer, Lembah Indus tidak memiliki istana monumental, meskipun kota-kota yang digali menunjukkan bahwa masyarakat tersebut memiliki pengetahuan teknik yang diperlukan.
Hal ini menunjukkan bahwa upacara keagamaan, jika ada, mungkin sebagian besar terbatas pada rumah-rumah individu, kuil-kuil kecil, atau udara terbuka. Beberapa situs telah diusulkan oleh Marshall dan para cendekiawan kemudian sebagai kemungkinan yang dikhususkan untuk tujuan keagamaan, tetapi saat ini hanya Pemandian Besar di Mohenjo-Daro yang secara luas dianggap telah digunakan untuk tujuan tersebut, sebagai tempat untuk pemurnian ritual.
Praktik pemakaman peradaban Harappa ditandai dengan penguburan fraksional (di mana tubuh direduksi menjadi sisa-sisa kerangka dengan paparan unsur-unsur sebelum penguburan terakhir), dan bahkan kremasi.
Cendekiawan kontemporer (yang paling penting adalah Asko Parpola) terus menyelidiki peran Peradaban Lembah Indus dalam pembentukan agama Hindu; yang lain tetap ambivalen tentang hasil ini.
Dalam mengulas buku karya Parpola pada tahun 2017, Wendy Doniger menulis: "Saya mendukung tesis bahwa ada beberapa bentuk kesinambungan antara Peradaban Lembah Indus dan Hinduisme selanjutnya. Saya sekarang lebih yakin dari sebelumnya bahwa budaya Peradaban Lembah Indus selamat dari kehancuran kota-kotanya dan bahwa citra Hindu selanjutnya, yang telah memasuki Hinduisme setelah periode Weda, mungkin berasal dari Peradaban Lembah Sungai Indus. Namun saya tetap skeptis tentang rekonstruksi Parpola tentang agama mereka.

F. Pemerintahan
Tidak banyak yang bisa diceritakan dalam Sistem pemerintahan Peradaban Lembah Sungai Indus. Dimungkinkan pimpinan tertingginya adalah seorang Raja yang merangkap sebagai pemimpin Agama. Hal ini dibuktikan dengan temuan arkeologis yang mendukung, yaitu patung The Priest-King atau Raja Pendeta, yang ditemukan di Pakistan, oleh arkeolog bernama Kashinath Narayan Dikshit. Patung tersebut ditemukan di sebuah bangunan dengan susunan batu bata yang indah dan ceruk dinding, selama penggalian kota Zaman Perunggu yang hancur di Mohenjo-daro di Sindh, pada tahun 1925–1926. Patung ini diperkirakan dibuat sekitar tahun 2000–1900 SM, pada Periode Akhir Mohenjo-daro, dan merupakan "patung batu paling terkenal" dari peradaban Lembah Indus. Saat ini, partung tersebut menjadi koleksi Museum Nasional Pakistan dengan nomor seri NMP 50-852.
Ciri-ciri patung Raja Pendeta tersebut yaitu:
· Patung ini berbentuk laki-laki, dengan tinggi 17,5 cm;
· dipahat dari batu sabun (steatit);
· menggambarkan seorang pria berjanggut;
· memiliki tindik di cuping telinga;
· rambutnya dibelah di tengah dan disatukan oleh diadem (Mahkota atau ikat kepala);
· mengenakan ikat lengan;
· mengenakan jubah dengan motif trefoil yang dibor, lingkaran tunggal dan lingkaran ganda.

G. Mata Pencarian
Mata pencaharian utama masyarakat Peradaban Lembah Indus adalah bertani dan berdagang. Selain mata pencarian utama, terdapat pula yang bermata pencarian sebagai Pengrajin dan beberapa profesi yang telah disebut sebelumnya dalam strata masyarakt Lembah Sungai Indus. Mata pencaharian masyarakat Lembah Indus, akan dijelaskan sebagaimana berikut:
1. Pertanian:
Peradaban Lembah Indus disebut-sebut sebagai peradaban agro-komersial karena sebagian besar penduduknya adalah petani. Hal ini dapat dibuktikan dengan penemuan seperti Lumbung-lumbung keramik, mainan terakota, dan ornamen yang ditemukan. Sisa-sisa lumbung padi besar tersebut, ditemukan di kota Harappa dan Mohenjodaro. Di Kota Harappa ditemukan pula peralatan Bajak dan kerangka sapi yang digunakan untuk membajak. Selain itu, terdapat penemuan beberapa butir beras yang ditemukan di Rangpur dan Lothal.
Selain beras, masyarakat Lembah Indus juga menanam Gandum dan jelai dalam skala besar. Terdapat pula tanaman Millet, Kacang-kacangan, kapas, sereal, kurma, melon dan masih banyak lagi komoditi pertanian yang lain.
Beberapa ahli menyampaikan bahwa pertanian pada peradaban ini menggunakan strategi multi-cropping di kedua musim, yaitu menanam beberapa jenis tanaman secara berurutan sepanjang tahun, yang biasa disebut Tumpang Gilir.
Kemajuan Pertanian pada peradaban Lembah Indus, terkait erat dengan Sungai Saraswati Veda yang menjadi bagian sumber utama peradaban tersebut. Hal tersebut terlihat dari sistem irigasi temuan yang cukup maju, meniru model sistem Irigasi pertanian yang berkembang di Mesopotamia.
2. Perdagangan:
Selain melakukan perdagangan di lingkup sendiri, Peradaban Lembah Sungai Indus melakukan perdagangan dengan wilayah-wilayah lain, seperti Asia Tengah, lembah Sungai Nil, Anatolia, dan Kaukasus.
Komoditi yang diperdagangkan meliputi bahan baku, produk pertanian, dan produk kelautan. Peradaban Lembah Sungai Indus memperdagangkan hasil pertanian seperti Gandum, Jelai, Kapas, Sereal, Kurma, Kacang polong, Wijen. Sedangkan Produk kelautan meliputi Kerang laut, Mutiara, dan lainnya.
Selain itu terdapat komoditi Bahan baku Mineral dari Iran dan Afghanistan, Timah dan tembaga dari wilayah lain di India, Batu giok dari Tiongkok, Kayu cedar dari Himalaya dan Kashmir, Batu permata seperti lapis lazuli dan pirus.
Peradaban Sungai Indus memiliki jaringan perdagangan maritim yang cukup luas, salah satunya melakukan perdagangan dengan Mesopotamia. Mereka mengekspor perhiasan emas, segel, kotak gading, kayu, tekstil katun, dan lainnya. Selain itu, produk lain yang diperdagangkan adalah Pot terakota, Emas, Perak, Logam, Manik-manik, Batu api, Ayam hidup, Tatahan kerang dan tulang Kerbau air.
Dalam proses perdagangan, Peradaban Lembah Sungai Indus, menggunakan sistem timbangan untuk menilai barang dalam perdagangan barter. Mereka menggunakan timbangan kubik batu untuk menilai barang-barang dalam perdagangan. Timbangan-timbangan tersebut dibuat dengan sangat baik dari batu akik atau batu keras lainnya. Timbangan-timbangan tersebut juga digunakan untuk menilai pajak dalam bentuk barang yang dikumpulkan untuk lumbung mereka.
Untuk transportasi dalam melakukan perdagangan, masyarakat Lembah Sungai Indus menggunakan jalur darat dan air. Alat transportasi yang digunakan untuk darat bisa berupa gerobak yang ditarik sapi atau lembu, yaitu kereta beroda kayu, mirip dengan yang masih digunakan di India dan Pakistan saat ini, untuk mengangkut barang, sedangkan untuk onta bahkan Gajah, digunakan untuk transportasi pribadi.
Untuk Transportasi air, alat yang diguanakan adalah perahu kecil beralas datar untuk mengangkut barang melalui Jalur sungai di sepanjang Sungai Indus dan anak-anak sungainya, dan digunakan untuk menghubungkan dengan dunia luar. Sedangkan untuk perdagangan di laut, ke jalur yang lebih luas lagi, mereka menggunakan kapal dengan satu tiang. Kapal-kapal perdagangan tersebut berlabuh di Pelabuhan Lothal, terletak di negara bagian Gujarat, sekitar 85 kilometer selatan Ahmedabad. Kota ini, merupakan salah satu titik perdagangan pesisir untuk peradaban Harappa. Hal ini dibuktikan dengan ditemukan nya dermaga dan jangkar batu. Selain itu, di akropolis Lothal, ditemukan sumur serta lebih dari selusin rumah memiliki platform mandi internal.

Komentar